Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Cegah Pemanasan Global I Transisi Energi Tidak Bisa Ditunda-tunda Lagi

Presiden Minta PLN dan Pertamina Buat Desain Konkret Transisi ke Energi Hijau

Foto : Sumber: Dewan Energi Nasional
A   A   A   Pengaturan Font

» Suplai energi di Indonesia terbesar masih dari batu bara yaitu 67 persen, bahan bakar atau fuel 15 persen, dan gas 8 persen.

» PLN harus setop membangun PLTU dan Pertamina mengurangi impor minyak yang sebabkan defisit neraca pembayaran.

Jokowi) saat memberi pengarahan pada jajaran komisaris dan direksi Pertamina dan PLN di Jakarta, akhir pekan lalu meminta agar kedua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu menggunakan waktu sebaik-baiknya dalam memperkuat fondasi menuju transisi energi.

"Transisi energi ini memang tidak bisa ditunda-tunda. Oleh sebab itu, perencanaannya, grand design-nya, itu harus mulai disiapkan. Tahun depan kita akan apa, lima tahun yang akan datang akan apa, 10 tahun yang akan datang akan setop misalnya. Sudah harus konkret, jelas dan detail. Bukan hanya makronya," tegas Presiden seperti dikutip dari akun YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11).

Kedua perusahaan kata Presiden khususnya PLN masih banyak menggunakan energi fosil khususnya batu bara. Suplai energi di Indonesia terbesar saat ini masih dari batu bara sebesar 67 persen, bahan bakar atau fuel 15 persen, dan gas 8 persen.

Arah pemanfaatan energi ke depan, penggunaan energi fosil pada suatu titik akan disetop. Kondisi tersebut akan berdampak pada kinerja PLN dan Pertamina.

"PLN penggunaan batu bara masih sangat besar sekali. Pertamina juga bisnisnya minyak dan gas, yang mau tidak mau itu juga akan terkena imbasnya kalau ke depan mengarah semuanya ke mobil listrik," kata Jokowi.

Pertamina kalau tidak memiliki rencana, maka impor minyak makin besar dan mempengaruhi neraca pembayaran.

"Kalau ini nggak bisa diselesaikan, sampai kapan pun neraca pembayaran kita tidak akan beres, ini logika yang semua kita harus mengerti hitung-hitungannya," kata Kepala Negara.

Tren Global

Pakar Energi Baru Terbarukan (EBT) dari Universitas Brawijaya, Malang, Suprapto yang diminta tanggapannya, mengatakan, semua pihak harus mendukung pernyataan Presiden itu agar Indonesia tidak ketinggalan mengadopsi EBT.

"Transisi ke energi bersih ini sebuah keharusan, terutama karena trend global yang sudah sadar bahwa nasib lingkungan ini ada di tangan penduduk dunia itu sendiri, sehingga negara-negara bersama-sama melakukan upaya pengurangan emisi karbon," kata Suprapto.

Peralihan dari sesuatu yang sudah berjalan selama ini dikaui tentu tidak mudah. Maka dari itu, Pemerintah harus punya persiapan yang serius, terutama PLN dan Pertamina. Grand design energi bersih termasuk investasi pembangunan pembangkitnya harus segera dimulai, agar kita tidak ketinggalan.

"Jika nanti semua sudah berjalan, secara ekonomi penggunaan EBT ini akan jauh lebih menguntungkan," tegas Suprapto.

Dihubungi terpisah, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda meminta PLN dan Pertamina memperbanyak investasinya di sektor pembangkit listrik EBT sebagai langkah konkret menekan impor energi fosil. Bukan, seperti selama ini transisi energi hanya sebatas gimmick semata.

"Selain perencanaan konkret, juga perlu insentif ke perusahaan yang mengerjakan pembangkit listrik dengan tenaga EBT lebih banyak. Stop juga pembangunan PLTU,"tegas Huda.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko meminta agar PLN dan Pertamina untuk menyisihkan laba yang ditahan untuk diinvestasikan ke EBT.

"Kalau Pertamina dan PLN tidak efisien, mungkin perlu dilakukan restrukturisasi, karena untuk mendorong pengembangan EBT, perusahaan butuh pendanaan yang besar, selain biaya eksplorasi, juga pengadaan alat, teknologi dan SDM serta biaya pendukung lainnya," kata Suhartoko.

Direktur Energi Watch, Mamit Setiawan mengatakan untuk memenuhi harapan Presiden agar transisi ke energi terbarukan berjalan cepat, selain meminta PLN dan Pertamina membuat perencanaan konkret, juga harus meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan merumuskan kebijakan subsidi tarif dan insentif pajak bagi perusahaan BUMN maupun swasta yang terlibat dalam pengembangan energi terbarukan.

Hal itu dimaksudkan agar harga keekonomiannya layak dan wajar serta menarik bagi dunia usaha dan di sisi konsumen tetap terjangkau.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top