Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gerakan Nasional BBI I Pemanfaatan APBN, APBD, dan Belanja BUMN Harus Terarah

Presiden: Keliru Besar Belanjakan Uang Rakyat untuk Produk Impor

Foto : ANTARA/SIGID KURNIAWAN

BANGGA BUATAN INDONESIA I Presiden Joko Widodo memberikan salam didampingi Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (ketiga dari kanan) dan Gubernur BI Perry Warjiyo (kanan) dalam evaluasi Aksi Afirmasi Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (24/5).

A   A   A   Pengaturan Font

» Upaya pemerintah untuk menahan kenaikan harga energi dan pangan adalah tetap memberikan subsidi.

» Pejabat-pejabat yang doyan impor harus diberhentikan, begitu juga ASN karena tidak komit mendukung produk lokal.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kesekian kalinya kembali mengingatkan aparatur sipil negara (ASN) dan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar membelanjakan uang negara secara bijak, terutama untuk kegiatan atau program yang bisa memacu perekonomian nasional.

Bukan sebaliknya, membelanjakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah dan anggaran BUMN untuk membeli produk-produk impor. Sebab dana dari APBN, APBD, dan anggaran BUMN merupakan uang rakyat, sehingga keliru besar jika dibelanjakan untuk produk-produk impor.

"Seperti yang saya sampaikan di Bali, karena ini uang rakyat, APBN, APBD, BUMN, ini uang rakyat, ya jangan toh kita belikan barang-barang impor. Keliru besar sekali kalau kita melakukan itu," kata Presiden saat memberi pengarahan dan evaluasi Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Jakarta (JCC), Selasa (24/5).

Menurut Presiden, belanja yang dianggarkan dalam APBN 2022 mencapai 2.714 triliun rupiah, sedangkan APBD 1.197,2 triliun rupiah. Jumlah anggaran semakin besar jika ditambah dengan anggaran BUMN.

Dengan anggaran sebesar itu, kuasa penggunanya harus optimal dan tepat sasaran untuk mencapai target-target pembangunan dan kesejahteraan.

"APBN kita, APBD kita, anggaran yang ada di BUMN betul-betul harus kita pegang erat agar pemanfaatannya bisa betul-betul fokus ke titik yang kita tuju, karena uang gede sekali. APBN kita 2.714 triliun rupiah, APBD 1.197,2 triliun rupiah, gede sekali, plus BUMN," kata Presiden.

Kepala Negara dalam kesempatan itu meminta seluruh jajaran kementerian/ lembaga dan juga jajaran di pemerintah daerah memiliki pemikiran yang sejalan mengenai pentingnya optimalisasi belanja negara untuk produk lokal, bukan produk impor.

Saat ini, kata Jokowi, kondisi ekonomi global masih terdampak ketidakpastian akibat perang di Ukraina. Ketidakpastian itu berdampak pada seluruh negara, termasuk Indonesia.

"Inilah yang semuanya kita harus memiliki perasaan yang sama, betapa sekarang ini keadaan yang tak mudah, keadaan yang tak gampang," kata Presiden.

Saat ini, kata Presiden, terdapat dua isu besar yakni harga komoditas energi dan harga barang pangan. Indonesia terus berupaya agar mampu menahan harga komoditas energi seperti BBM, dan juga harga pangan agar tidak meningkat.

"Coba dilihat kenaikannya sangat tinggi sekali di negara lain. Singapura sekarang harga BBM sudah 32.400 rupiah per liter, Jerman 31.800 rupiah per liter, Thailand 20 ribu per liter. Kita (Indonesia) pertalite masih 7.650 rupiah per liter, pertamax 12.500 rupiah per liter, yang lain sudah jauh sekali, kenapa harga kita masih seperti ini ya karena kita tahan terus," ujar Presiden.

Upaya pemerintah untuk menahan kenaikan harga energi dan pangan adalah dengan tetap memberikan subsidi melalui APBN. "Tapi, subsidi ini kan membesar, sampai kapan kita bisa menahan ini? Ini pekerjaan kita bersama-sama, sehingga saya minta kementerian/ lembaga, pemerintah daerah, memiliki sense yang sama," kata Presiden.

Untung Besar

Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan kebergantungan impor tak terlepas dari kebiasaan pejabat kita dan oknum aparatur sipil negara (ASN). Mereka bekerja sama dengan importir sehingga mendapat untung banyak dari impor.

"Mestinya kebiasaan seperti ini dihentikan. Pejabat-pejabat yang doyan impor ini harus diberhentikan, begitu juga ASN, karena komitmennya mendukung produk lokal tidak sesuai dengan arah kebijakan Presiden," tegas Huda.

Selama ini, banyak kebutuhan yang seharusnya bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri, tetapi janggalnya tetap impor karena mungkin importirnya kenalan dari oknum ASN. Ini yang tidak benar.

"Habits birokrasi memang rente. Ditenderkan sekali pun yang menang bisa dari importir barangnya," paparnya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Achmad Maruf, mengatakan perintah Presiden Jokowi agar APBN, APBD, dan BUMN tidak dibelanjakan untuk barang-barang impor mesti diikuti regulasi kuat sehingga pengguna anggaran memiliki kejelasan dan perlindungan hukum mengenai kewajiban belanja lokal.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top