Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Jaminan Kesehatan | Pemerintah Akan Upayakan Berbagai Opsi

Presiden Ajak IDI Cari Solusi Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan akan mendiskusikan persoalan BPJS Kesehatan dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Kepala Negara berjanji akan mencari opsi-opsi untuk melihat potensi pendanaan yang bisa digunakan untuk menanggulangi defisit BPJS Kesehatan yang tahun ini diperkirakan mencapai 10,98 triliun rupiah.

"Saya sudah tahu semuanya (persoalan BPJS Kesehatan). Tapi nanti, saya akan ajak bicara (IDI), ini masalah manajemen. Inilah yang perlu kita perbaiki," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berpidato sebelum meresmikan Muktamar IDI (Ikatan Dokter Indonesia) ke-30 dan Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) ke-21, di Samarinda Convention Hall, di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (25/10).

Jokowi mengaku sudah mengetahui kunci persoalan terkait BPJS Kesehatan karena telah memiliki pengalaman sejak menjabat sebagai wali kota di Solo dan gubernur di DKI Jakarta.

Presiden mengaku sudah banyak berdiskusi dan belajar dari para dokter yang kemudian menjadi sahabatnya dalam perihal menyangkut asuransi kesehatan untuk rakyat.

"Tapi BPJS ini sudah 4 tahun. Perhitungan saya 2 tahun mapan. Ini kok 4 tahun, kenapa? Tapi enggak apa, nanti saya diskusi dengan dr Fahmi dan Prof Ilham (Ketua PB IDI)," katanya.

Presiden mengaku enggan untuk mengungkap persoalan dan membahasnya di publik secara luas karena dikhawatirkan melenceng ke arah yang tidak semestinya. "Karena kalau kita jawab terbuka kadang-kadang malah ramainya ke mana-mana. Masalahnya sebetulnya masalah yang bisa diselesaikan, tetapi lari ke mana-mana," katanya.

Presiden mengisyaratkan betapapun defisitnya BPJS Kesehatan, namun pemerintahannya akan mengupayakan berbagai opsi untuk mendukung BPJS Kesehatan tetap mampu menjalankan fungsinya.

"Kita ingat bahwa yang namanya subsidi BBM, subsidi energi, itu pernah mencapai yang namanya angka 340 triliun rupiah. Ini untuk kesehatan kok enggak diberikan," katanya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, mengatakan pengeluaran BPJS Kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan pendapatannya. Hal ini karena, iuran yang dipungut tak sebanding dengan klaim yang harus dibayarkan.

Karena itu, kata Menkes, harus ada upaya lain yang mesti segera dilakukan. Upaya tersebut antara lain mengetatkan pengeluaran.

BPJS Kesehatan juga harus memantau potensi defisit dari moral hazard penggunaan pelayanan. Moral hazard yang dimaksud, misalnya, penggunaan BPJS Kesehatan untuk pengobatan penyakit berat oleh masyarakat ekonomi menengah ke atas.

"Dengan membayar iuran tertinggi 60 ribu rupiah, peserta tersebut mengajukan klaim senilai lebih dari 100 juta rupiah. Di sisi lain, peserta itu juga mengajukan klaim kepada asuransi komersial," katanya.

Kementerian Kesehatan sendiri, kata Menkes, juga telah melakukan pencegahan penyakit untuk mengurangi pengeluaran BPJS Kesehatan. Salah satunya dengan menggencarkan program Indonesia sehat melalui pendekatan keluarga dan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas).

Pilihan Sulit

Sementara itu, Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, Andayani Budi Lestari mengatakan dalam beberapa upaya mengatasi defisit pihaknya mengakui mendapati sejumlah pilihan sulit.

Menurut dia, untuk pilihan sulit pertama adalah terkait dengan penyesuaian dari iuran masyarakat yang dilakukan secara akademis. Kemudian, kedua adalah pengurangan manfaat yang diterima dari layanan BPJS kepada masyarakat.

"Sekarang ini banyak iurannya 25 ribu rupiah, tapi tidak dibatasi penerimaan manfaatnya bahkan bisa selangit, inilah yang harus dibatasi sejauh mana peserta mendapatkan manfaatnya dengan iurannya," jelas Andayani. ang/Ant/E-3

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top