Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Jelang Pemilu

Prayut: Thailand Butuh Pemimpin Berpengalaman

Foto : AFP/Lillian SUWANRUMPHA

Petahana Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-Ocha

A   A   A   Pengaturan Font

BANGKOK - Para kandidat pada Senin (3/4) mulai mendaftar untuk ikut serta dalam pemilihan umum Thailand yang akan digelar pada 14 Mei mendatang, di mana dalam pesta demokrasi itu petahana Perdana Menteri Prayut Chan-Ocha akan menghadapi persaingan keras melawan dari partai-partai oposisi yang berjanji untuk menulis ulang konstitusi kerajaan yang disusun militer.

Prayut yang berkuasa melalui kudeta pada 2014, menegaskan negaranya membutuhkan pemimpin berpengalaman saat dia menemani calon anggota parlemen dari Partai United Thai Nation.

Pada Mei nanti, Prayut akan menghadapi tantangan sulit dari oposisi yang bangkit kembali yang dipimpin oleh Paetongtarn Shinawatra, putri triliuner mantan PM Thaksin Shinawatra. Jika berhasil, perempuan berusia 36 tahun itu akan mengikuti ayah dan bibinya, Yingluck, yang digulingkan Prayut dalam kudeta tahun 2014, untuk menjadi PM.

Sementara itu Prayut, 69 tahun, tiba di kantor Komisi Pemilihan Nasional dengan menumpang truk beratap terbuka bersama pendukung dan kandidat dalam suasana meriah di gedung olahraga Bangkok.

"Thailand membutuhkan orang yang tahu bagaimana melakukan tugasnya. Jika mereka belum pernah melakukannya, mereka tidak bisa melakukannya," kata Prayut kepada Thairath TV.

Warga Thailand akan pergi ke tempat pemungutan suara pada 14 Mei untuk pemilihan pertama sejak kerajaan diguncang oleh gelombang protes besar yang dipimpin pemuda pada 2020 yang menyerukan reformasi politik.

Saat ini Prayut dan partainya tertinggal dalam jajak pendapat di belakang Pheu Thai pimpinan Paetongtarn dan Partai Move Forward yang dipimpin oleh Pita Limjaroenrat.

Tetapi sementara partai-partai oposisi unggul dalam jajak pendapat, konstitusi 2017 yang ditulis junta Thailand memberikan keuntungan besar bagi partai-partai yang pro-militer dalam hal membentuk pemerintahan.

Untuk menjadi perdana menteri, seorang kandidat harus memenangkan mayoritas dukungan dari 500 anggota parlemen majelis rendah terpilih serta 250 senator yang ditunjuk militer.

Janji reformasi

Sementara itu Partai Pheu Thai mengatakan pihaknya menargetkan kemenangan telak dalam pemilihan untuk mencegah pembentukan kekuatan militer bisa menghalangi jalannya menuju kekuasaan seperti yang terjadi pada 2019 ketika memenangkan sebagian besar kursi tetapi disingkirkan dari pemerintahan.

Pheu Thai juga menyatakan ingin mengadakan audiensi publik untuk memutuskan bagaimana menyusun ulang konstitusi.

"Tidak mungkin negara ini bisa menjadi demokratis selama kita memiliki konstitusi yang tidak demokratis," kata Chusak Sirinin, wakil pemimpin Pheu Thai, pekan lalu.

Partai Move Forward juga telah membuat janji serupa, dengan pemimpin Pita Limjaroenrat mengatakan dia akan mengadakan referendum untuk menulis ulang piagam konstitusi dalam waktu 100 hari setelah mengambil alih kekuasaan. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top