Prancis Harus Beri Bukti Penangkapan CEO Telegram Bukan Politik
Arsip - CEO Telegram Pavel Durov memberikan keterangan pers usai bertemu dengan Menkominfo di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (1/8/2017). Pertemuan tersebut guna membahas Standard Operating Procedure (SOP) yang harus diikuti Telegram agar dapat beraktivitas kembali di Indonesia.
Foto: ANTARA/Galih PradiptaMoskow - Prancis harus memberikan bukti substansial untuk membuktikan bahwa penangkapan Pavel Durov, pendiri dan CEO aplikasi terenkripsi Telegram, tidak "bermotif politik," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada Selasa.
Peskov mendeskripsikan tuduhan otoritas Prancis sebagai "sangat serius" pada jumpa pers di Moskow, menekankan perlunya bukti yang sama pentingnya.
"Jika tidak, ini akan menjadi upaya langsung untuk membatasi kebebasan berkomunikasi dan, sejujurnya, tindakan intimidasi terhadap pimpinan perusahaan besar. Ini adalah jenis manuver politik yang dibantah (Presiden Prancis Emmanuel) Macron kemarin," katanya.
Macron mengklaim pada Senin (26/8) bahwa penahanan Durov disebabkan oleh penyelidikan yang sedang berlangsung dan tidak memiliki motif politik.
Peskov mencatat bahwa, meski Rusia siap membantu Durov, situasinya menjadi rumit karena dia juga memegang kewarganegaraan Prancis.
"Kami berharap Tn. Durov memiliki semua sumber daya yang diperlukan untuk mempersiapkan pembelaan hukumnya," tambahnya.
Di tengah kekhawatiran bahwa komunikasi tokoh masyarakat Rusia dapat disadap oleh badan intelijen Barat jika Durov bekerja sama, juru bicara Kremlin itu menyarankan para pejabat untuk tidak menggunakan layanan pesan apa pun untuk keperluan resmi.
"Tidak ada layanan pesan yang aman dari sudut pandang keamanan informasi, termasuk Telegram," dia memperingatkan.
Mengenai keputusan pemerintah Ukraina untuk melarang Gereka Ortodoks Ukraina dari Patriarkat Moskow, Peskov mengutuk tindakan Kiev sebagai "serangan terang-terangan" terhadap agama Kristen dan kebebasan beragama.
Dia mencatat bahwa Rusia memandang undang-undang yang melegitimasi larangan tersebut sebagai "sama sekali tidak dapat diterima" dan bahwa "sayangnya, rezim Kiev terus mengungkapkan sifat aslinya."
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
Berita Terkini
- Memalukan Tawuran Antarwarga di Jaktim Ini, Polisi Tangkap 18 Orang Pelaku
- Yang Mau Jalan-jalan Simak Prakiraan BMKG Ini, Jakarta Diprediksi Hujan Ringan Pada Sabtu Sore
- Mabes Polri Asistensi Penyelidikan Kasus Polisi Tembak Polisi
- Ini Hasil Undian UEFA Nations League: Belanda vs Spanyol, Italia vs Jerman
- Masyarakat Perlu Dilibatkan Cegah Gangguan Mental Korban Judol