Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Prancis Berjuang Atasi Krisis Kelebihan Produksi Wine

Foto : DW/Zoonart/picture alliance/Dasha Petrenko
A   A   A   Pengaturan Font

Prancis boleh berbangga dengan perkebunan dan budaya minuman wine-nya yang telah diakui dunia. Namun, saking bangganya negara itu kini kelebihan produksi wine. Krisis kelebihan produksi ini justru membebani industri dalam negeri.

Menurut asosiasi produsen anggur, para produsen di Prancis menghasilkan terlalu banyak minuman anggur, terutama jenis anggur merah. Meskipun beberapa jenis paling bergengsi masih dapat dijual kepada pelanggan kaya dengan harga beberapa ratus euro per botol, produsen di segmen menengah dan bawah mengeluhkan besarnya tekanan yang mereka alami.

Menanggapi penurunan pendapatan ini, sejumlah petani anggur lebih memilih untuk mengurangi pasokan dan membabat kebun anggur mereka. Di Bordelais, di wilayah barat daya Prancis, diperkirakan akan ada kebun anggur yang menghilang. Besarnya ditengarai bisa setara dengan luasan Kota Köln, Jerman.

"Sekitar 40.000 hektare bermasalah di wilayah tersebut," jelas pembuat anggur Olivier Metzinger dalam wawancara dengan Sud-Radio pada Desember lalu.

Beberapa saat sebelum Natal tahun 2022, Metzinger mengadakan aksi turun ke jalan bersama rekan-rekannya untuk menarik perhatian publik akan kebutuhan para penanam anggur.

"Dengan lahan seluas 40.000 hektare ini, (pilihan) kami antara harus beralih ke produksi anggur jenis lain atau membersihkannya secara permanen," imbuh dia.

Saat ini, pembicaraan dengan pemerintah terkait masalah ini tengah berlangsung. Asosiasi penanam anggur Bordeaux dari Conseil Interprofessionnel du Vin (CIVB) mengatakan prospek sektor ini memang mengkhawatirkan. Penjualan minuman anggur merah di supermarket, yang merupakan setengah dari total volume penjualan, menurun dalam bertahun-tahun belakangan ini.

Penurunan pada tahun 2022 juga sangat drastis, yakni mencapai 15 persen, yang bisa jadi juga dipicu oleh reaksi terhadap inflasi yang tinggi. CIVB memperkirakan bahwa konsumsi anggur merah di Prancis dapat turun hingga 60 persen selama 10 tahun ke depan.

Para ahli menjelaskan penurunan tersebut tidak hanya karena adanya perubahan budaya dan menurunnya konsumsi wine dalam masyarakat Prancis. Segelas anggur merah dulu menjadi bagian dari waktu bersantap. Kini, makin banyak orang Prancis yang tidak minum alkohol saat makan siang. Selain itu, kesalahan manajemen dan tekanan persaingan produsen anggur dari berbagai negara semakin memperburuk situasi ini.

Alternatif Produksi Lain

Para petani anggur dari daerah produsen anggur merah di Bordelais, Lembah Rhône, dan Languedoc menganggap negara bagian mereka berkewajiban meredam dampak perubahan ini. Bersama dengan Uni Eropa, negara bagian kini setuju menyediakan hingga 160 juta euro untuk kampanye penyulingan atau distilasi.

Uang tersebut akan diberikan sebagai kompensasi kepada petani anggur atas penjualan total 2,5 juta hektoliter anggur, utamanya anggur merah, ke tempat-tempat penyulingan. Hingga dua pertiga dari surplus saat ini akan terserap dengan cara ini. Alkohol hasil sulingan dari buah anggur surplus ini nantinya bisa diolah menjadi parfum, desinfektan atau bahan bakar bioetanol.

Selama lockdown saat pandemi korona tahun 2020, Kementerian Pertanian Paris juga telah menyetujui penyulingan sebanyak dua juta hektoliter buah anggur, yang setara dengan hampir lima persen dari total produksi tahunan di Prancis. Negara membayar para petani anggur dengan kisaran harga antara 58 hingga 78 euro atau mulai dari 950 ribu hingga 1,27 juta rupuah per hektoliter.

Namun, program penyulingan dinilai tidak banyak mengubah masalah struktural industri yang semakin tergantung pada ekspor. Ekspor ke Tiongkok, yang anjlok selama pandemi, diperkirakan akan meningkat lagi tahun ini, tetapi saat ini belum jelas apakah akan segera kembali ke level sebelum krisis.

"Dalam jangka panjang, sektor anggur Prancis harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan iklim dan perubahan permintaan," demikian menurut pemerintah di Paris.

Namun, tidak semua wilayah produsen anggur di Prancis merasakan tekanan ekonomi yang sama. Penanam anggur di Alsace, misalnya, mereka menanam anggur putih di 90 persen wilayahnya. Mereka pun tidak punya masalah kelebihan produksi, lapor Manon Tijou dari asosiasi penanam anggur lokal Civa.

Hanya pada masa puncak lockdown korona, para petani anggur di Alsace menerima tawaran penyulingan dari pemerintah. Namun, bagi banyak orang ini akhirnya menjadi bisnis yang merugi, karena kompensasi oleh negara bahkan tidak menutupi biaya produksinya.

Tahun ini, penyulingan tidak akan menerima pasokan apa pun dari gudang anggur di Alsace. Di sana, tidak ada pula pembicaraan tentang membabat perkebunan anggur. Sebaliknya: "Angka penjualan kami telah meningkat selama beberapa tahun," kata Tijou. DW/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top