Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Praktik Klinik Aborsi di Jalan Percetakan Negara Dibongkar

Foto : ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Yusri Yunus (tengah) memberikan keterangan terkait penggerebekan klinik aborsi ilegal di Jakarta Pusat dalam konferensi pers di Mako Polda Metro Jaya, Rabu (23/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Klinik aborsi ilegal yang beralamat di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat digerebek Polda Metro Jaya .

"Rabu, 9 September 2020 sekitar pukul 12.00 WIB di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, telah mengamankan 10 orang, melakukan penggeledahan di satu klinik yang merupakan pengungkapan kasus aborsi ilegal," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Yusri Yunus dalam konferensi pers di Mako Polda Metro Jaya, Rabu (23/9).

Yusri mengatakan 10 orang yang berada di dalam klinik tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka atas perannya masing-masing.

Klinik ini mengiklankan jasa aborsinya secara daring. Namun berbeda dengan klinik aborsi ilegal yang mencari pasien lewat media sosial, klinik ini mengiklankan jasanya dengan membuat sebuah situs web.

"Bagaimana cara mereka menarik pasien? Itu melalui website yang ada. Ada satu website, website itu adalah klinikaborsiresmi.com," katanya.

Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang resah dengan keberadaan klinik ilegal tersebut.

Klinik tersebut sebenarnya sudah sejak beberapa tahun lalu. Namun sempat tutup beberapa tahun dan kemudian buka kembali sebelum akhirnya digerebek oleh polisi.

"Klinik ini sudah bekerja sejak 2017, ini pun sebelumnya di tahun 2002-2004, juga pernah buka klinik tersebut dan sempat tutup, di tahun 2017 dia buka lagi sampai sekarang ini," kata Yusri.

Atas perbuatannya para tersangka dikenakan Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Yohanes Abimanyu, Antara

Komentar

Komentar
()

Top