Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Potensi Ekonomi Wanita Muda

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi

Kaum muda adalah potensi besar untuk mendukung pembangunan. Tema Hari Remaja Sedunia atau International Youth Day 2017 adalah Youth Building Peace. Pemahaman ini mengisyaratkan bahwa pemberdayaan kaum muda memberikan implikasi tidak saja memacu etos kewirausahaan, tetapi juga relevansinya terhadap arti perdamaian dan kesejahteraan global.

Pemahaman ini juga menegaskan, urgensi hasil pemberdayaan dari sejumlah kasus termasuk yang terjadi di Banglades, misalnya. ". . . empowerment has come to the women of Bangladesh -- even the poorest women in Bangladesh. It's tremendous. It's a dramatic change that has taken place. Women have access to money. They can now plan. They can now dream. Their children are in school. . . . New communities are emerging. A new generation is emerging," ucap Dr Muhammad Yunus, founder, Grameen Bank dan peraih Nobel Perdamaian 2006.

Kejadian di Banglades mungkin tidak terlalu jauh berbeda dengan Indonesia, termasuk relevansinya dengan pemberdayaan kaum perempuan. Orientasi terhadap pemberdayaan kaum perempuan muda dewasa ini tentu tidak bisa terlepas dari acuan kewirausahaan. Mereka harus bangkit, tumbuh, dan berkembang. Mereka harus memperkuat diri agar menjadi perempuan mandiri di lingkup sosial.

Bahkan, bukan tidak mungkin mereka juga bisa memperkuat potensi ekonomi keluarga. Fakta ini diperkuat dengan era otonomi daerah (OD) yang memungkinkan kaum wanita berkiprah menghasilkan produk unggulan. Setiap daerah memiliki keunikan berdaya saing, termasuk peluang menembus pasar ekspor.

Mathew dan Panchanatham (2011) dalam artikelnya An Exploratory Study On The Work-Life Balance Women Entreprenurs in South India yang di muat di Asian Academy of Management Journal, Vol 16, No 2, hal 77-105 menegaskan, aspek penting kewirausahaan kaum perempuan. Utamanya di negara berkembang.

Alasan yang mendasari pentingnya gerakan kewirausahaan kaum perempuan, nilai kontribusi tidak hanya dalam aspek penyerapan tenaga kerja, tapi juga peningkatan pendapatan keluarga. Memacu etos kewirausahaan wanita muda saat ini penting. Selain itu, esensi dari kewirausahaan perempuan juga sejalan dengan komitmen pemerintah untuk bisa memacu industri kreatif berbasis kearifan lokal di era OD. Pemerintah harus komit merealisasikannya

Rintisan

Relevan dengan pentingnya kewirausahaan bagi kaum perempuan muda, argumen Teoh dan Chong (2007) dalam artikelnya Theorising a framework of factors influencing performance of women entrepreneurs in Malaysia yang dimuat Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainability, Vol 3, No 2, menegaskan bahwa regulasi di bidang sosial ekonomi menjadi acuan penting kebangkitan dan kemandirian kaum perempuan suatu negara.

Maka, keberadaan organisasi-organisasi yang mewadahi gerakan kaum perempuan menjadi muara pentingya edukasi di tingkat lokal terhadap kebangkitan kewirausahaan kaum perempuan muda. Edukasi kewirausahaan kaum perempuan telah dimulai sejak tahun 1970 ketika Eleanor Brantley Schwartz (1976) menulis artikel Entrepreneurship, A New Female Frontier.

Artikel ini memuat hasil wawancaranya 20 pengusaha perempuan dengan cara kombinasi pendekatan eksploratori dan riset deskriptif. Artikel ini berusaha memetakan karakteristik individu, motivasi, dan sikap para pengusaha perempuan. Hasil studi ini ternyata motivasi utama pengusaha perempuan tersebut agar diakui sejajar dengan kaum pria.

Mereka mencari kepuasan kerja, peningkatan pendapatan dan kebebasan seperti dialami kaum pria. Implikasi riset ini untuk kasus di Indonesia telah membuktikan banyak keterlibatan kaum wanita di berbagai bidang bisnis. Ini termasuk konglomerasi yang dibangun para perempuan. Lihat saja, industri jamu Nyonya Meneer telah membuktikan, meski akhirnya bangkrut karena kalah bersaing dalam inovasi. Ada sejumlah nama sukses seperti Sari Ayu dari Martha Tilaar.

Perintisan Eleanor tersebut kemudian menjadi acuan kebangkitan kaum perempuan dunia sampai kini. Paling tidak, argumen Lesa Mitchell (2011) dari Ewing Marion Kauffam Foundation dalam artikelnya, Overcoming The Gender Gap: Women Entrepreneurs as Economic Drivers menegaskan, tidak ada lagi kendala bagi kaum perempuan untuk berkiprah di semua sektor.

Bahkan, eksistensi kaum perempuan di bidang teknologi informasi semakin menunjukan tren meningkat. Selain itu, juga menarik, ternyata jumlah kaum perempuan migran yang sukses di bidang usaha juga semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan argumen Padilla (2008) dalam artikelnya, Entrepreneurship from a gender perspective: An initial analysis of the case of Brazilian women in Portugal yang dimuat Migrant Journal dengan isu spesial terkait kewirausahaan imigran.

Pemberdayaan kaum perempuan muda, tidak ada salahnya jika pemerintah pusat dan daerah untuk terus melakukan edukasi kaum perempuan di semua tingkatan untuk berwirausaha. Dana bergulir untuk pemanfaatan potensi lokal bisa menjadi cara memacu kewirausahaan kaum wanita setiap daerah.

Seluruh potensi daerah bisa dimanfaatkan kaum perempuan untuk diolah, diproduksi, dikemas, serta dipasarkan untuk menghasilkan profit. Sebenarnya tidak ada perbedaan keberhasilan kewirausahaan antara pria dan perempuan. Riset Ewing Marion Kauffman Foundation "The Anatomy of an Entrepreneur: Are Successful Women Entrepreneurs Different From Men?" membuktikannya.

Penulis Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Komentar

Komentar
()

Top