Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Politisi PDIP Bela Istana Soal Pesawat Kepresidenan Dicat Ulang, Pernyataannya 'Nyelekit'

Foto : Istimewa

Pesawat Kepresidenan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pengecatan ulang Pesawat Kepresidenan jadi polemik. Pengecatan pesawat Presiden yang tadinya berwarna biru menjadi merah putih, dikritik sejumlah kalangan bentuk pemborosan anggaran di tengah pandemi Covid-19. Kritikan salah satunya datang dari politisi Partai Demokrat, Andi Arief.

Menanggapi kritikan tersebut, Politisi PDIP, Arteria Dahlan membela Istana.Arteria memintaagar publik melihat sisi lain dari polemik pengecatan pesawat kepresidenan dari warna biru menjadi warna merah putih. Kata dia, tidak ada yang salah dengan bergantinya warna pesawat Kepresidenan menjadi Merah Putih. Merah Putih adalah merupakan warna bendera nasional Indonesia.

"Jangan sampai publik terbawa permainan politik pihak-pihak yang merasakan post colour syndrome, yang merupakan pelesetan dari postpower syndrome. Atau sindrom pasca kekuasan yang terjadi karena tak bisa melepaskan diri dari kekuasaan yang sudah hilang," sindir Arteria dalam keterangannya yang diterima Koran Jakarta, Kamis (5/8).

Menurut Arteria, tak ada yang salah dengan pengecatan pesawat kepresidenan menjadi warna merah putih. Justeru kalau mau jujur yang harusnya dipermasalahkan itu dulu zamannya Presiden SBY.

"Kok pesannya warnanya biru, padahal memungkinkan untuk memesan warna Merah Putih. Tapi kan kami beradab dan berpikiran positif saja. Warna bendera negara kita kan merah putih, bukan warna biru. Justru kita bertanya, kok dulu tak sejak awal pesawat itu diwarnai merah putih? Lalu apa yang salah dengan warna pesawat kepresidenan jika diubah menjadi merah putih sesuai warna bendera negara kita?" kata Arteria.

Ditambahkannya, seperti sudah disampaikan oleh pihak Sekretariat Negara, pekerjaan pengecatan ulang pesawat Presiden sebenarnya sudah direncanakan pada tahun 2019. Dan merupakan satu paket pengerjaan pengecatan dengan Heli Kepresidenan Super Puma yang lebih dulu dikerjakan.

"Dan itu kan ndak masalah. Kalau terkait anggaran, kita ini kan negara hukum dan ada prosedur administrasi hukum yang telah dilalui dan bahkan disetujui oleh Partai Demokrat. Tentu saja anggaran untuk pengerjaan ini sudah dibahas dengan DPR, dan disetujui tahun 2019. Aneh saja kalau sekarang ada anggota DPR atau parpol di DPR yang mengkritiknya. Lah dulu saat dibahas, kenapa tak ditolak, bahkan mereka tidak ada mempermasalahkan sedikitpun kala itu?" cetusnya.

Menurut Arteria, yang harus dipahami pengerjaan pengecatan itu dilakukan oleh kontraktor yang dibayar pemerintah. Dan kontraktor ini memperkerjakan warga negara Indonesia juga. Artinya, negara justru menggerakkan perekonomian rakyat lewat pekerjaan pengecatan pesawat itu. Artinya anggaran negara itu merupakan satu cara untuk menggerakkan perekonomian.

"Justru di saat pandemi dimana perekonomian susah, sangat baik ketika negara menggerakkan ekonomi masyarakat lewat anggaran yang riil begini," ujarnya.

Maka, kata dia, jika ada pihak yang mengkritik bahkan memprovokasi bahwa seharusnya anggaran pengecatan ini lebih baik untuk membeli beras bagi rakyat, justru patut dipertanyakan pengetahuan yang bersangkutan. Sebab pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk hal itu. Presiden Jokowi sendiri memerintahkan pengetatan dan menaikkan anggaran program pemulihan. Untuk penanganan Covid-19 tahun 2021, ditingkatkan dari 699,4 triliun rupiah menjadi 744,75 triliun rupiah.

Untuk bantuan sosial sendiri, total anggaran yang disiapkan, kata Arteria, mencapai 187,84 triliun rupiah. Anggaran itu digunakan untuk berbagai bantuan dari yang sifatnya tunai hingga bantuan beras Bulog premium kepada 28,8 juta keluarga. Untuk anggarannya sendiri berasal dari realokasi anggaran kementerian dan lembaga. Dalam hal ini, Setneg juga sudah ikut mengetatkan pinggang dan merealokasi anggaran demi memperkuat anggaran Covid-19.

"Jadi dana Covid-19 sudah disiapkan oleh pemerintah dan tak diganggu. Terkecuali dana Covid-19 tak disiapkan, bolehlah ada yang marah-marah. Mari berhati-hati dengan yang post power syndrome. Mungkin saja ini nanti jadinya post colour syndrome hanya karena tak bisa menerima bahwa warna pesawat kepresidenan tak lagi sama dengan warna bendera partainya," sindir Arteria.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top