Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Politik, Panggilan Melayani

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Benny Susetyo, PR

Banyak yang kecewa ketika Mahmud MD urung terpilih mendampingi Presiden Joko Widodo sebagai calon wakil presiden petahana maju dalam pilpres mendatang. Atas meluasnya kekecewaan, Mahmud MD tidak tergoda untuk bermanuver politik. Dia justru mengatakan tidak kecewa dan sangat memahami keputusan tersebut. Dia mengatakan akan melakukan keputusan serupa andai dalam posisi Presiden Joko Widodo.

Semoga sikap Mahmud ini menjadi pelajaran generasi bangsa. Pelajaran penting, berpolitik bukan sekadar merebut kekuasaan, melainkan panggilan untuk melayani dengan tangung jawab. Bangsa ini sungguh masih membutuhkan banyak tokoh yang memiliki kualitas moral baik. Sosok yang telah selesai dengan dirinya sendiri.

Tentang kualitas politisi, Weber membuat pembedaan tegas antara politisi yang hidup dari politik dan politisi yang hidup dalam politik. Bagi Weber, politisi tidak seharusnya hidup dari politik. Dia tidak seharusnya menggunakan kekuasaan politiknya untuk memperkaya diri. Politisi di negara modern bukanlah seorang plutokrat atau seorang yang memiliki pengaruh karena kekayaannya.

Weber membedakan elite yang menganggap politik sebagai panggilan (vocation) dan mereka yang menganggap politik sebagai bukan panggilan (avocation). Elite yang menganggap politik bukan sebagai panggilan selalu fokus pada kepentingan pribadinya. Mereka tidak memiliki kualitas moral apa pun, selain untuk mengabdi diri sendiri.

Kualitas ini ada pada para plutokrat yang memakai kekayaan untuk mencari pengaruh. Kemudian, makin memperkaya diri. Ini ada pada demagog yang menipu rakyat lewat prasangka dan kebencian terhadap kelompok lain. Ada pul pada diktator yang berkuasa untuk diri sendiri, tanpa kontrol apa pun.

Secara umum, seorang politikus harus memiliki semangat atau gairah (passion), tanggung jawab (a sense of responsibility), dan proporsional (a sense of proportion). Seorang politikus harus harus memiliki komitmen memajukan masyarakat. Semangat atau gairah ini pulalah yang harus diperlihatkan dalam menyejahterakan rakyat, bukan untuk memperkaya diri.

Elite yang menganggap politik sebagai panggilan juga harus memiliki tanggung jawab sebagai kekuatan untuk mewujudkan cita-cita menyejahterakan rakyat. Sedangkan rasa proporsional adalah kemampuan untuk menghadapi kenyataan, sesulit apa pun dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bangsa.

Seorang politikus tidak akan cepat panik karena itu hanya akan menciptakan kabut ketika harus membuat keputusan dengan jernih. Yang terpenting dari kualitas seorang elite yang melihat politik sebagai panggilan adalah kualitas moralnya. Dalam eseinya, Weber menyodorkan dua kualitas moral. Yang pertama, seorang elite harus memiliki keyakinan moral (moral conviction), dan kedua, moral tanggung jawab pribadi (the moral of personal responsibility).

Keyakinan moral adalah batu penjuru untuk seorang elite untuk membangun persepsi yang baik. Keyakinan ini yang akan membimbingnya ketika membuat keputusan. Keyakinan moral ini juga menjadi kompas ketika berhadapan dengan soal-soal pelik.

Moral Pelayanan

Dalam iklim politik yang sangat kuat diwarnai prasangka dan kebencian kepada kelompok lain, terutama yang minoritas dan lemah, seperti selalu dihembus-hembuskan para demagog, haruskah seorang elite juga menjadi demagog? Seorang politikus yang memiliki moral akan mencari jalan mengatasi demagoguery dan menjadi suluh untuk melayani semua orang.

Dia akan menjawab panggilan itu dengan berbekal keyakinan moral untuk mencari kebaikan tertinggi (summum bonum). Bagi mereka, seperti kata Weber, tanggung jawab tidak bisa dielakkan atau dialihkan. Beberapa hari lalu, kita sama-sama menyaksikan kedua bakal calon presiden yang akan berkompetisi dalam pilpres mendatag sudah memilih wakil-wakilnya. Ada waktu delapan bulan untuk menguji dan mempelajari rekam jejak mereka.

Di satu sisi, ada seorang mantan jenderal dengan rekam jejak bermasalah dalam persoalan hak-hak asasi manusia yang telah memilih seorang plutokrat untuk menjadi wakilnya. Rekam jejak keduanya sudah sangat terang benderang. Keduanya memiliki persoalan dalam HAM, demagoguery, dan penggunaaan kekayaan.

Di sisi lain, kita disodori seorang presiden yang sedang berkuasa yang memiliki rekam jejak tersendiri dalam urusan hak asasi manusia (HAM). Namun, pemerintah belum merampungkan persoalan ini sebagaimana pernah dijanjikan.

Kini, petahana telah memilih wakil yang secara terang-terangan melakukan aksi demagoguery. Ini pun dilakukannya demi keamanan politik. Kalkulasi politik tampaknya menjadi agenda utama. Ketakutan akan kekalahan menciptakan kabut untuk mencari kebaikan tertinggi.

Para politikus ini tidak memberikan pilihan yang baik. Keduanya tidak memiliki baik keyakinan moral maupun tanggung jawab pribadi seperti digambarkan Weber. Mungkin mudah bagi kita untuk kemudian lari pada absentisme. Lari dari tanggung jawab untuk memilih orang yang akan menentukan nasib orang banyak, juga bukan pilihan bijak.

Untuk kita yang masih percaya pada politik sebagai sebuah panggilan mulia kemanusiaan, mungkin jalan terbaik saat ini mengerjakan apa saja yang mungkin untuk kebaikan tertinggi di lingkungan masing-masing. Sebab politik adalah panggilan pelayaan untuk kebaikan publik. Jadi, tidak sekadar mencari kekuasaan, melainkan untuk mencari keutamaan. Politik memiliki keadaban untuk selalu mementingkan bangsa, bukan ambisi kekuasaan.


Penulis seorang imam

Komentar

Komentar
()

Top