Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Politik "Celeng"

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Benny Susetyo

Data kependudukan sangat penting karena menyangkut kehidupan dan kematian. Dalam politik yang beradab, tata kelola data penduduk semestinya dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Data kependudukan seharusnya disimpan, dijaga kebenarannya dan dilindungi sebaik-baiknya. Namun yang terjadi, sering kali ketiadaan politik beradab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena politik minus etika. Dampaknya, ketidakjelasan tata kelola data penduduk. Ini tentu sangat memprihatinkan.

Politik minus etika yang banyak dipertontonkan hingga hari ini telah menciptakan kerakusan dan ketamakan seperti digambarkan dalam lukisan Joko Pekik berjudul Celeng. Di sini, celeng binatang yang doyan segalanya. Dia menjadi simbol keserakahan. Celeng bahkan tega menggarong bangsa sendiri. Politikus berwatak seperti celeng itulah yang menyebabkan korupsi menjadi benalu bagi negara.

Celakanya, tekad bangsa Indonesia memerangi bahaya laten korupsi masih sangat lemah. Bahkan, korupsi tidak pernah dianggap sebagai musuh besar. Padahal, korupsi jelas-jelas sangat merugikan bangsa dan negara. Korupsi telah menjadi kebiasaan buruk para oknum penguasa dari masa ke masa. Ketika sampai terjadi lengji-lengbeh (celeng siji, celeng kabeh/satu celeng, semua celeng), maka akan menjadi sangat sulit untuk menghentikannya.

Maka, tidaklah mengherankan ketika kebiasaan tersebut mulai dirasa terancam, maka pemangku kekuasaan yang telah terasuki watak itu akan melawannya dengan membuat kebijakan-kebijakan. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Maka, perlu tata ulang sistem politik berkeadaban dan hukum sebagai moralitas tertinggi menyelamatkan keadaban bangsa.

Untuk bisa mengatur kegiatan masyarakat, termasuk politik, sudahlah pasti bahwa hukum, aturan, dan norma harus dirumuskan. Seperti pemikiran Immanuel Kant, di sini moralitas dan politik tidak boleh dipisahkan. Moralitas yang merupakan suatu praksis dalam pengertian objektif, seharusnya kembali dijadikan sebagai acuan bertindak, berkewajiban, dan bertanggung-jawab dalam kehidupan berpolitik.

Tidak bisa tidak, setiap kebijakan politik haruslah memperhatikan dimensi moral. Dia harus selalu diperhatikan dampak sebuah kebijakan politik, terutama secara sosial dan ekonomi. Begitu juga, seseorang yang terjun ke dunia politik, termasuk anggota dewan, seharusnya selalu menjaga perilaku yang bermoral. Kalau tidak, risikonya sangat tinggi. Mereka akan terjebak pada kepentingan pribadi, pencurian (korupsi), bahkan melegalkan segala cara. Dimensi moral berkaitan erat dengan "boleh atau tidak boleh". Jadi, tekanan moral adalah dimensi etika.

Etika Politik

Etika politik tidak hanya menyangkut perilaku para politikus, tetapi berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik, dan ekonomi. Etika politik mengandung aspek individual dan sosial. Di satu pihak dia sebagai etika politik, individual, sosial dan institusi yang adil. Di lain pihak, etika politik sekaligus merupakan etika institusional dan keutamaan.

Kembali pada masalah kependudukan, seperti diamanatkan dalam Pasal 58 Ayat (4) UU No 24 Tahun 2013, tentang Administrasi Kependudukan, disebutkan bahwa data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan adalah data kependudukan dari Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri.

Alasannya karena data di Kemendagri itu data name by name, address by address, berbeda dengan BPS yang menggunakan data proyeksi saja. Sesuai dengan amanat UU, maka data biometrik berupa wajah, sidik jari dan iris/retina mata termasuk data pribadi penduduk yang wajib disimpan, dilindungi, dijaga kebenarannya, dan kerahasiannya oleh negara.

Ketika tanggung jawab terhadap amanat undang-undang banyak dipertanyakan, termasuk cara menyimpan data pribadi penduduk, menjaga kebenarannya, dan melindungi kerahasiaannya, maka ini termasuk kritik atas kelemahan etika publik. Sebuah kebijakan publik haruslah selalu mengutamakan kepentingan masyarakat. Etika bisa berperan menjadi jembatan antara norma-norma moral dan tindakan. Ini juga pegangan untuk mencegah konflik kepentingan dan pelanggarn-pelanggaran yang bisa jadi memang telah direncanakan sejak awal.

Akankah kita terus membiarkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara digerogoti oleh mereka berwatak celeng yang rakus dan tak kunjung kenyang? Semestinya, bangsa Indonesia mulai bangkit menyatukan tekad untuk memerangi korupsi karena jelas-jelas merugikan bangsa negara. Rakyat harus melihat korupsi sebagai musuh bersama.

Rakyat harus segera menuntaskan pemberantasan korupsi agar bangsa ini bisa segera bersama-masa pindah ke episode penegakan keadaban. Ini seperti digambarkan Joko Pekik dalam lukisan lain, Berburu Celeng. Negara dalam tahap ini terus memproses dan menangkapi para koruptor serta menghentikan perbuatan-perbuatan keji mereka demi menyelamatkan bangsa.

Penulis seorang rohaniwan

Komentar

Komentar
()

Top