Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Tantangan

PM Lee Serukan Persatuan Warga dalam Hadapi Ancaman Krisis

Foto : AFP

Perdana Menteri Lee Hsien Loong

A   A   A   Pengaturan Font

SINGAPURA - Perdana Menteri Lee Hsien Loong, pada Rabu (19/4), menyerukan warga Singapura harus tetap bersatu, menjaga semangat dan menjunjung tinggi reputasi negara kota itu yang baik di dunia.

Dikutip dari The Straits Times, Lee menuturkan di tengah situasi global yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang lebih parah dari apa yang telah dialami Singapura sejak lama, penting bagi bangsa ini untuk tetap bersatu.

"Singapura tidak boleh membiarkan dirinya terbagi di antara garis patahan atau berbelok ke dalam seperti yang dilakukan negara lain dengan populasi lebih besar dan pasar domestik," katanya.

Lee menghabiskan lebih dari sepertiga dari pidatonya selama 50 menit untuk menjelaskan tantangan yang dihadapi Singapura secara strategis dan ekonomi, serta implikasinya bagi negara.

Sementara hubungan dengan tetangga seperti Indonesia dan Malaysia dekat, stabil dan menggembirakan, lebih jauh lagi, situasinya menjadi jauh lebih meresahkan, bahkan berbahaya, dia memperingatkan.

"Rakyat Singapura perlu menyadari gawatnya situasi eksternal. Badai yang kita hadapi tidak hanya satu, tapi beberapa," ujarnya di hari ketiga debat pidato presiden. Pidato tersebut telah menjabarkan prioritas utama pemerintah memasuki sesi kedua parlemen ke-14.

Badai ini termasuk perang Russia-Ukraina yang sedang berlangsung, permusuhan yang semakin dalam antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta proteksionisme yang merusak sistem perdagangan multilateral.

Hadapi Kesulitan

Lee menyerukan persatuan yang berkelanjutan karena dia mencatat warga Singapura telah berulang kali menghadapi tantangan selama enam dekade terakhir dengan bekerja sama, menghadapi kesulitan dengan langkah mereka dan tetap percaya satu sama lain.

Lee mengatakan, di tempat lain, kelompok-kelompok yang berlawanan sedang bekerja, memobilisasi pengikut mereka dan mengadu warga satu sama lain.

"Di Singapura, ketika menghadapi masalah perpecahan, pendekatan kami selalu mencari jalan tengah, menjembatani perbedaan, melakukan kompromi, dan menyembuhkan perpecahan. Bukan postur yang megah; tidak bermain politik budaya atau identitas; tidak memecah belah dan memolarisasi orang," katanya.

"Naluri kami selalu untuk menjaga kebersamaan warga Singapura. Kita harus terus berpikir dan bertindak seperti ini. Tolong jangan anggap remeh keharmonisan kami. Ini adalah hal yang sangat berharga dan sangat rapuh. Kita harus terus mengusahakannya, dan membangun kohesi sosial dan kekuatan nasional kita."

"Lingkungan eksternal yang bermasalah akan menciptakan tekanan dan ketegangan baru dalam masyarakat, yang tidak boleh memecah belah warga Singapura di sepanjang garis patahan dalam masyarakat, seperti 'memiliki' versus 'tidak punya' atau 'penduduk lokal' versus 'orang asing' atau antara ras dan agama yang berbeda," kata Lee.

"Inflasi yang tinggi akibat perang akan menimbulkan kesulitan bagi banyak rumah tangga, terutama keluarga berpenghasilan rendah dan menengah," katanya.

"Ketegangan antara Tiongkok dan AS akan memaparkan penduduk pada tarikan emosional, tekanan komersial, dan kampanye pengaruh, dari satu sisi atau sisi lain, untuk mengambil sudut pandang mereka dan mendukung tujuan mereka," tambahnya.

Lee mengungkapkan juga akan ada pertumbuhan yang lebih tidak pasti dan gangguan yang lebih besar dengan pecahnya sistem perdagangan global.

"Di dunia baru yang bermasalah ini, semakin penting bagi kita untuk menutup barisan. Dibagi, kita tidak punya peluang," katanya.

"Kita tidak boleh menghindar dari pilihan sulit, tetapi menghadapi masalah sulit berdasarkan fakta dan analisis yang baik," tambahnya.

Selain tetap bersatu, lanjut Lee, sama pentingnya bagi warga Singapura untuk memiliki semangat kemandirian dan usaha, untuk menciptakan kemakmuran bagi bangsa dan mencapai yang terbaik yang mereka bisa di dunia yang sangat bermasalah ini.

Ini adalah sikap yang selalu dimiliki dan tidak dilupakan Singapura, katanya, mengutip contoh orang Singapura yang telah berkelana ke luar negeri hingga Rwanda.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top