Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Energi Baru Terbarukan I Presiden Minta Jajarannya Cari Skema Biayai Transisi Energi

PLN dan Pertamina Harus Keluar dari Cengkeraman Mafia Energi

Foto : BPMI SETPRES/LUKAS

PRESIDEN MINTA MASUKAN SKENARIO TRANSISI ENERGI I Presiden Joko Widodo didampingi Meteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno saat pembukaan Indonesia Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) ConEx ke-10 tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/11). Menurut Presiden, perlu dipersiapkan peta jalan yang jelas seperti pendanaan maupun investasi. Presiden pun meminta untuk memberi masukan kepada pemerintah agar skenario transisi energi dapat berjalan. Namun, Presiden mengingatkan agar perhitungan dilakukan secara detail.

A   A   A   Pengaturan Font

» PLN harus berani batalkan kontrak lama jika benar benar ingin lakukan transisi.

» Pengaruh para mafia di PLN sangat kuat, karena tiap tahun negara harus mensubsidi PLN kurang lebih 44 triliun rupiah.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran menteri mencari skema dan menyusun perhitungan yang matang untuk mempersiapkan transisi energi dari sumber daya fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT) yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dalam sambutannya pada The 10th Indonesia Ebtke Conex 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/11), Presiden mengatakan pengembangan dan pengelolaan industri EBT membutuhkan pembiayaan yang besar dan pemerintah tidak mungkin mengkonversi biaya transisi energi itu ke harga yang dibebankan kepada konsumen.

"Pertanyaannya skenarionya seperti apa ? Misalnya, ini misalnya pendanaan datang, investasi datang, kan harganya tetap lebih mahal, siapa yang membayar gap-nya ini, siapa? Ini yang belum ketemu," kata Jokowi.

Presiden memerintahkan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri ESDM Arifin Tasrif, dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk menyusun skema transisi energi di dalam negeri. "Yang konkret-konkret saja, tapi kalkulasinya riil, ada hitung-hitungan angkanya riil," kata Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Kepala Negara juga mengatakan sudah banyak pelaku industri berminat untuk berinvestasi di Green Industrial Park (Kawasan Industri Hijau) Kalimantan Utara (Kaltara), yang pembangunannya akan dimulai pada Desember 2021. "Industri yang akan masuk antre ternyata, ini saya kaget. Kita coba dulu, antre," kata Presiden.

Green Industrial Park Kaltara papar Presiden mengandalkan sumber daya energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Kayan yang akan menghasilkan energi hingga 13 ribu Mega Watt (MW).

Selain di Sungai Kayan, pemerintah juga akan mencoba mengembangkan EBT dari sumber daya energi di Sungai Mamberamo, Papua dengan kapasitas sekitar 24 ribu MW.

Para investor berebut masuk karena produk yang mereka hasilkan dapat dicap sebagai green product (produk hijau) yang nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan energi fosil.

Rencana Konkret

Sebelumnya, Presiden Jokowi juga meminta PLN dan Pertamina menyiapkan rencana konkret terkait transisi energi ke depan, bukan sebatas slogan yang kerap disampaikan.

Peneliti Energi, Alpha Research Database, Ferdy Hasiman mengatakan kalau PLN dan Pertamina hendak melakukan transisi ke energi bersih, kedua perusahaan plat merah itu harus mau keluar dari cengkeraman para mafia proyek energi.

Di PLN misalnya, sulit keluar dari cengkeraman oligarki batu bara di belakangnya, terutama mega proyek 35 ribu MW, yang lebih dari 50 persennya bersumber dari pembangkit batubara.

"Nah pertanyaannya, bisakah kontrak-kontraknya dibatalkan lalu beralih ke energi bersih,"tegas Ferdy Hasiman pada Koran Jakarta, Senin (22/11).

Dia menyebutkan, kurang lebih 17 ribu MW dalam mega proyek 35 ribu MW itu yang merupakan pembangkit dari batubara yang nilainya ratusan triliun rupiah.

"PLN serta didukung Presiden harus berani hentikan kontrak lama jika benar benar ingin lakukan transisi. Itu langkah konkretnya. Kalau tidak, langkah transisi ini hanya omong kosong. Hanya memanfaatkan momentum KTT COP26 kemarin," kata Ferdy.

Pengaruh para mafia di PLN sangat kuat, karena tiap tahun negara harus mensubsidi PLN kurang lebih 44 triliun rupiah dan uang itu juga bisa digunakan oleh PLN membeli Domestik Market Obligation (DMO) batubara dari para pengusaha. "Dengan kata lain ini cara merampok APBN untuk memperkanya oligarki batubara. Di sisi lain PLN-nya terpuruk tetapi pengusaha batubara untung," katanya.

Begitu pula dengan Pertamina harus keluar dari kuatnya pengaruh mafia migas. "Jangan hanya pandai lakukan pencitraan seolah-olah perusahaan baik baik saja, padahal banyak masalah di dalamnya yang belum diselesaikan dan itu menghambat proses transisi ke energi bersih," kata Ferdy.

Dihubungi terpisah, Direktur Celios, Bhima Yudisthira mengatakan kedua perusahaan harus melepaskan diri dari tekanan mafia. PLN misalnya harus berani mempensiunkan pembangkit listrik batubara secara cepat.

"Kuncinya ada pada komitmen, kalau terus menerus kecanduan batubara akan sulit beralih, padahal perusahaan kasihan karena mereka sulit dapat pembiayaan baru dari lembaga keuangan internasional yang selektif memilih perusahaan pro pada penurunan emisi karbon," kata Bhima.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top