Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gizi Buruk | Pencegahan Harus Dimulai sebelum Kelahiran agar Anak Tidak Kerdil

PKH Mampu Atasi "Stunting"

Foto : KORAN JAKARTA/CITRA LARASATI

HARI GIZI NASIONAL | Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat (ketiga dari kiri) saat menjadi pembicara dalam workshop pada acara puncak Hari Gizi Nasional ke-58 di Jakarta, Kamis (25/1). Workshop dipandu oleh Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Doddy Izwardy (kiri), pembicara Direktur Pelayanan Dasar Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Etti Diana (kedua dari kiri) dan Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga, Kemendikbud, Sukiman.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Sosial siap berkolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait guna mengatasi kasus stunting yang terjadi di penduduk miskin. Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi senjata untuk mengatasi masalah tubuh pendek akibat kekurangan asupan gizi tersebut.

Hal tersebut ditegaskan oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat, saat menjadi narasumber dalam workshop acara puncak Hari Gizi Nasional ke-58 di Kementerian Kesehatan, Kamis (25/1).

Workshop yang dipandu oleh Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Doddy Izwardy, itu menghadirkan sejumlah pembicara, di antaranya Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga, Kemendikbud, Sukiman, dan Direktur Pelayanan Dasar Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Etti Diana.

"Stunting akan berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan penurunan produktivitas. Karenanya, perlu intervensi berbagai pihak. Butuh pula kerja sama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah," ungkap Harry.

Harry menjelaskan stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi di dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1.000 hari pertama kehidupan.

Kemensos, kata Harry, memasukkan ibu hamil dan anak di bawah lima tahun (Balita) sebagai salah satu komponen bantuan sosial PKH. Sasaran tersebut agar ibu hamil dan balita bisa mendapatkan asupan gizi mencukupi.

"Nominal intervensi yang diberikan pemerintah sejumlah 1.890.000 rupiah yang diberikan dalam empat tahap selama satu tahun. Bantuan disalurkan secara nontunai," tuturnya.

Bantuan tersebut, lanjut Harry, tidak diberikan secara cuma-cuma, tetapi dengan sejumlah persyaratan. Syarat itu, di antaranya ibu hamil peserta PKH harus memenuhi kewajiban memeriksakan kehamilan minimal empat kali selama masa kehamilan.

"Pemeriksaan ini adalah upaya yang dilakukan pemerintah menurunkan angka kematian ibu dan bayi, termasuk di dalamnya bayi stunting. Tujuannya agar ibu hamil dan bayi yang lahir nantinya sehat," tuturnya.

Sementara terhadap balita, tambah Harry, bertujuan agar si balita memperoleh imunisasi dan nutrisi yang sehat sebagai bekal tumbuh kembang anak.

Sebagai diketahui bahwa sekitar 37 persen atau kurang lebih sembilan juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting. Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya.

Cukupi Nutrisi

Sementara itu, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono, mengingatkan pentingnya nutrisi cukup bagi masyarakat untuk mencegah anak yang menjadi aset bangsa di masa depan tidak katai atau kerdil.

Ia menegaskan, pencegahan dan penanggulangan anak katai harus dimulai secara tepat sebelum kelahiran, dan berlanjut sampai anak berusia dua tahun. "Intervensi paling menentukan untuk dapat mengurangi dan memperbaiki gangguan yang terjadi pada anak perlu dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan (1.000 HPK)," kata dia.

Menurutnya, masalah gizi anak yang berdampak pada stunting dan masalah gizi ibu sering kali tidak disadari, baik itu oleh keluarga maupun masyarakat sebagai sebuah masalah yang harus dicegah dan diselesaikan. "Kecuali bila postur tubuh sudah nampak sangat kurus, barulah sadar bahwa ada masalah," kata dia.

Hal tersebut, kata dia, mengindikasikan bahwa kebanyakan keluarga tidak memiliki pengetahuan tentang gizi dan perilaku kesehatan yang tepat, khususnya masih banyak perempuan tidak menyadari pentingnya gizi bagi diri mereka sendiri.

Anung mencontohkan, dari 89,1 persen perempuan hamil yang mendapatkan tablet tambah darah, hanya 33,3 persennya yang mengonsumsi tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan. cit/E-3

Komentar

Komentar
()

Top