Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesejahteraan Ekonomi - Integrasi Pusdafil dan SLIK Catat Riwayat Keuangan di Perbankan dan "Fintech"

Pinjol Bisa Persulit Pengajuan KPR

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pinjaman online (pinjol) mempersulit masyarakat memperoleh persetujuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kondisi ini menghambat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), calon kelas menengah (kelompok menengah rentan) dan kelas menengah memiliki tempat tinggal layak.

Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) mencatat sekitar 40 persen pengajuan KPR ditolak karena calon nasabah memiliki catatan buruk pinjol. Terkait itu, anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bertindak.

"Jumlah ini tentu sangat besar dan perlu segera ditindaklanjuti OJK. Karena pada beberapa kasus, ketika debitur sudah melunasi pinjol, namun riwayat pada SLIK belum juga berubah, atau justru ketika ada yang mau melunasi, tetapi malah perusahaan pinjolnya sudah tutup. Kasus-kasus seperti ini tentu perlu intervensi dari OJK, khususnya dengan merapikan sistem pencatatan riwayat kredit nasabah," ungkap Puteri, di Jakarta, Selasa (6/8).

Sebagai informasi, OJK telah memiliki Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) 2.0 yang menjadi sistem pencatatan ketika nasabah meminjam pada aplikasi pinjol. Saat ini, sesuai Surat Edaran OJK Nomor 1 Tahun 2024, OJK telah mengintegrasikan Pusdafil dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang sebelumnya hanya mencatat riwayat keuangan di perbankan sehingga juga mencakup data pinjaman nasabah pada pinjol.

"Jadi, kalau ada tunggakan di pinjol. Otomatis dampaknya pada SLIK juga buruk. Akibatnya, pihak bank akan ragu untuk menyetujui KPR. Tapi, kalau yang bersangkutan sudah melunasi, semestinya data di SLIK juga harus diperbaharui. Karenanya, OJK harus memastikan bahwa perusahaan pinjol mematuhi peraturan yang ada. Bahwa informasi kredit nasabah dilaporkan secara benar dan tepat waktu," jelas Legislator Fraksi Partai Golkar itu.

Lebih lanjut, Puteri menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat terkait pengajuan pinjaman pada pinjol terutama tentang hak dan kewajiban, risiko, mekanisme pengaduan.

"Tidak hanya dampak dari pinjol yang belum sepenuhnya diketahui. Tetapi, masih banyak masyarakat yang juga belum bisa membedakan mana aplikasi yang resmi dan memiliki izin dari OJK, sertaaplikasi pinjol mana yang ilegal. Tak hanya itu, banyak juga yang kebingungan ke mana harus melaporkan permasalahannya. Untuk itu, kegiatan sosialisasi perlu semakin digalakkan secara masif," lanjut Puteri.

Untuk itu, Puteri mendukung OJK menindak dan memberantas aplikasi pinjol ilegal yang beroperasi tanpa izin dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Kebutuhan Dasar

Secara terpisah, pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, mengatakan masalah tempat tinggal ini juga menjadi kebutuhan dasar bagi calon kelas menengah dan kelas menengah, bukan hanya MBR.

Walaupun kondisi hidupnya membaik untuk aspek air minum dan sanitasi, kedua kelompok ini masih menghadapi isu serius terkait kualitas tempat tinggal. 40,8 persen kelas menengah memiliki kualitas tempat tinggal yang buruk di 2014 dan jumlahnya hanya menurun sedikit ke 39,9 persen di 2023.

"Bahkan, lebih dari setengah calon kelas menengah memiliki kualitas tempat tinggal yang buruk, dengan jumlah porsi yang meningkat dari 51,5 persen pada 2014 menjadi 52,7 persen pada 2023," katanya.

Secara garis besar, lanjut Riefky, calon kelas menengah dan kelas menengah tidak mengalami peningkatan kesejahteraan secara signifikan dari segi nonmoneter. Saat ini, sekitar 48,7 persen kelas menengah tidak memiliki kualitas yang baik paling tidak di salah satu aspek nonmoneter, naik sedikit dari 48,4 persen dibandingkan satu dekade lalu.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top