Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pilkada Damai dan Bermartabat

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Supartono JW

Masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak telah berakhir Sabtu, 23 Juni 2018. Sebelum pelaksanaan pilkada yang akan berlangsung pada Rabu, 27 Juni 2018, tanggal 24 hingga 26 Juni 2018 adalah masa tenang. Saat masa tenang, seluruh alat peraga kampanye harus dicopot dan calon kepala daerah tidak boleh kampanye.

Kendati hanya akan diikuti oleh 171 daerah, di antaranya ada 17 pemilihan gubernur, sebutan pilkada, tetap serentak, meski di Indonesia terdapat 416 kabupaten , 98 kota, dan 34 provinsi.

Mengapa tetap disebut serentak, padahal tidak semua daerah melaksanakan pilkada? Pasalnya, selain daerah lain sudah melaksanakan pilkda serentak tahun lalu, ada juga mobilitas pemilih yang tidak hanya terdapat 171 daerah, namun juga di seluruh daerah. Ada daerah yang tidak melaksanakan pilkada, tapi KTP beberapa pejabatnya masih berdomisili di tempat lain.

Untuk itu, saat pilkada, pemerintah pun memberlakukan libur nasional. Libur nasional satu di antara tujuannya untuk mendorong partisipasi masyarakat yang tinggi hadir di tempat pencoblosan sesuai hak pilihnya, sekaligus mengakomodir masyarakat yang tidak tinggal di daerahnya untuk datang mencoblos.

Ancaman Teroris

Harapan seluruh bangsa ini agar Pilkada Serentak tahun 2018 akan jauh dari persoalan, hambatan, dan ancaman serta tidak terjadi ulangan permasalahan seperti pilkada tahun 2017, ternyata dibuktikan oleh upaya pemerintah. Sebab, persis di hari terkahir kampanye pilkada, Densus 88 Antiteror menembak mati dua orang terduga teroris di Jalan Tole Iskandar, Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat.

Penindakan ini dilaporkan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) M. Iqbal dalam keterangan resminya, Sabtu (23/6/2018), bahwa telah dilakukan operasi penindakan hukum terhadap jaringan terorisme yang merencanakan aksi teror dalam waktu dekat.

Kedua terduga teroris tersebut ditembak mati lantaran melawan dalam proses penyergapan. Mereka mengancam petugas dengan menggunakan senjata tajam dan senjata api. Selain di Depok, terduga teroris juga ditembak mati di Subang. Teroris yang diduga Jaringan JAD, berencana melakukan aksi teror pada pilkada Jabar.

Dalam proses penyergapan, terduga teroris melakukan perlawanan dengan menyerang petugas dan mengancam nyawa petugas dengan menggunakan pisau komando dan pistol sehingga petugas terpaksa melakukan upaya pelumpuhan, yang mengakibatkan kedua terduga teroris meninggal dunia.

Mengapa teroris kini ikut menyasar pilkada? Apakah teroris ini benar-benar murni bekerja untuk jaringannya, atau memang ada yang menyutradara? Nampaknya, pemerintah dengan kepolisian serta seluruh masyarakat Indonesia harus lebih waspada. Beruntung, Densus 88 telah mengendus langkah teror ini, sehingga semua pihak akan lebih waspada dari ancaman teror ini demi aman dan suskesnya pilkada.

Catatan Pilkada 2017

Selain ancaman nyata dari teroris yang telah terdeteki sejak dini oleh polisi, pilkada serentak tahun 2017 wajib menjadi catatan penting, agar segala peristiwa yang terjadi tidak terulang dalam pilkada 2018. Sebagai pengingat, pilkada serentak 2017 benar-benar menyedot seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa ini. Saat itu, di putaran pertama pilkada yang digelar pada 15 Februari 2017, kendati hanya 101 daerah yang menjadi peserta pilkada serentak, mulai dari proses persiapan, masa kampanye, masa tenang, hingga sampai pemungutan suara, tidak ada habisnya berbagai media cetak dan elektronik menyiarkan halhal yang justru memicu bahaya perpecahan bangsa ini.

Isu sara, suku, agama, hingga pertengkaran antara teman, sahabat, bahkan di dalam keluarga, menjadi bumbu yang senantiasa menyulut sikap intoleransi dan disintegrasi. Daerah yang paling berperan dan menjadi sumber pemberitaan nasional bahkan mancanegara, menyedot seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah provinsi DKI Jakarta.

Hebatnya, tidak cukup berhenti di putaran pertama, ternyata pilkada DKI harus berlanjut ke putaran ke dua. Mengapa DKI menjadi sorotan nasional bahkan mancanegara dalam kasus Pilkada ini? Seluruh suku dan budaya Indonesia ada di dalamnya. Boleh dikatakan juga bahwa kota ini adalah satu-satunya provinisi di Indonesia yang paling bhineka. Yah, Jakarta adalah miniatur Indonesia. Itulah sebab, mengapa Pilkada DKI paling mendapat tempat di media cetak dan elektronik.

Sebenarnya isu negatif tentang Pilkada yang membuat haru biru pikiran dan hati seluruh bangsa ini terjadi hampir di seluruh daerah Indonesia. Isu tersebut lekat dengan praktik-praktik kecurangan yang dilakukan oleh kontestan maupun tim suksesnya dengan modus operandi bentuk kampanye hitam, bagi-bagi sembako, politik uang, eKTP ganda, hingga permainan yang melibatkan oknum Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah hingga pemerintahan. Semua itu dilakukan dengan tujuan memenangkan dan menyukseskan satu pasangan calon (paslon) dengan intrik, taktik, hingga penyutradaraannya.

Namun dari berbagai isu negatif pilkada di daerah lain, pilkada DKI memang primadona. Selama masa persiapan, kampanye hingga sampai pemungutan suara, berita Pilkada DKI selalu nomor satu. Hebatnya, seusai penghitungan suara, ternyata, hasilnya membuat KPU harus melakukan pilkada putaran kedua untuk DKI.

Setelah pilkada putaran kedua DKI pada 19 April 2017, nampaknya dugaan bahwa akhir pilkada akan membawa akhir sejuk khususnya bagi warga Jakarta dan umumnya untuk Indonesia, ternyata salah. Usai pilkada putaran kedua, hingga kini jelang pilkada serentak, benih kisruh pilkada DKI masih terus tersisa dan membara.

Kendati begitu banyak ragam sikap pongah di pilkada daerah lain karena paslonnya menang. Namun, ada pula yang secara jantan mengakui kekalahan dengan lapang dada. Ada yang tetap mempertanyakan hasil perhitungan karena menganggap ada kecurangan. Namun, pilkada daerah lain tak menyisakan kisruh layaknya pilkada DKI.

Pilkada yang Mendidik

Kini, tinggal hitungan jam, pilkada serentak 27 Juni 2018 akan bergulir. Pilkada ini adalah momentum yang sangat tepat untuk membuktikan bahwa seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, kini siap berdemokrasi dengan damai. Pengalaman kelam menyoal pilkada sebelumnya, mulai dari konflik kecil hingga meluas menjadi konflik antar golongan, konflik antar sahabat dan teman, konflik di dalam lingkungan keluarga, hingga mengerucut ke konflik SARA, harus menjadi pembelajaran dan bukan untuk diulang. Termasuk ancaman nyata teroris yang telah terendus polisi.

Pilkada 2018 juga harus digaransi oleh seluruh media cetak, elektronik, dan online di tanah air, untuk dapat menjadi media yang mengutamakan jurnalisme damai dan independen. Semua media justru wajib dapat membantu mencegah dan menghindari konflik dengan pemberitaan isu yang tidak memprovokatif, namun isu yang meredakan dan mendinginkan suasana.

Penulis, pengamat sosial dan juga pendidikan nasional

Komentar

Komentar
()

Top