Petani Tembakau Aceh Keluhkan Aturan yang Ganggu Mata Pencahariannya
Arsip foto - Petani merawat tanaman tembakau di Kabupaten Aceh Besar.
Foto: ANTARA/AmpelsaJAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) terus menyampaikan aspirasi para petani yang mengeluhkan minimnya keberpihakan pemerintah pada keberlanjutan mata pencahariannya. Petani di banyak sentra menyuarakan aspirasinya melalui partisipasi sehat, laman Partisipasi Sehat Kemenkes.
Suara penolakan disampaikan dari berbagai sentra tembakau di Indonesia salah satunya petani tembakau Aceh. "Kami tegas menolak karena berdampak pada mata pencarian kami sebagai petani tembakau. Kami memohon kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi kami dari pulau terujung di Indonesia," ujarnya Ketua DPD APTI Aceh Tengah, Hasiun, melalui keterangannya, Kamis (19/9).
Hasiun mengatakan, para petani tembakau di Aceh selama ini tidak pernah dilibatkan pemerintah dalam pembuatan regulasi yang berdampak pada mereka. Untuk itu, para petani Aceh menolak secara tegas pengaturan pasal-pasal pertembakauan di PP 28/2024 yang telah disahkan Juli lalu dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang saat ini sedang didorong Kemenkes untuk segera disahkan bulan ini.
"Peraturan yang dibuat tidak memberikan kesempatan kepada petani untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya di lapangan, makanya ketika aturannya muncul, justru tidak sinkron," sebutnya. Padahal bagi masyarakat Aceh menanam tembakau telah dilakukan secara turun temurun. Hampir seluruh masyarakat di Aceh memiliki kemampuan dalam mengolah tanaman tembakau. Aceh memiliki lahan pertanian yang luas dan sangat cocok untuk pembudidayaan tembakau.
Tembakau Aceh terkenal dengan keunikan cita rasanya yang mencakup 25 dari 75 jenis tembakau di dunia.
Senada dengan Hasiun, Ketua DPC APTI Pemakesan, Samukrah menuturkan bersama perwakilan petani di 13 kecamatan, mereka beramai-ramai telah berpartisipasi memberikan suara penolakan atas RPMK di website Partipasi Sehat.
"Sudah sangat jelas pasal-pasal pertembakauan di PP No 28 tahun 2024 dan penyusunan RPMK mengancam dan mematikan Industri Hasil Tembakau khususnya di Madura. Madura merupakan sentra terbesar untuk perkebunan tembakau. Kami terdzolimi dengan pasal-pasal Pertembakauan di PP dan RPMK yang mau menghilangan mata pencaharian kami," seru Samukrah.
Ia meminta agar Kemenkes dapat melaksanakan ulang public hearing dengan melibatkan keterwakilan petani tembakau yang berimbang dalam pembahasan aturan terkait pasal-pasal pertembakauan. "Kemenkes harus memberikan solusi kepada petani tembakau agar kami tak kehilangan mata pencaharian," tambahnya.
Diketahui, RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik serta aturan acuannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Kesehatan No 17 Tahun 2023.
Perwakilan petani tembakau dari DPD APTI Jabar, Undang Herman, juga turut memberikan masukan terkait penyusunan RPMK secara daring. Ia mempertanyakan pasal-pasal pertembakauan di PP No.28 Tahun 2024 masih polemik, namun menurutnya Kemenkes terkesan tancap gas merampungkan RPMK.
''Merujuk kajian proses penyusunan PP No 28 Tahun 2024 sejak awal sudah menuai polemik, prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi bermakna. Padahal, partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdampak dijamin dalam Undang-Undang. Maka, saat ini, dalam penyusunan RPMK, semua masukan petani harus didengarkan, dipertimbangkan, dan diakomodir," kata Undang.
"Pasal-pasal di dalam PP No 28 Tahun 2024 sangat tidak berkeadilan, bertujuan mematikan industri tembakau. Seperti pasal 435 adalah titipan untuk menuju kemasan polos yang sudah lama jadi misi kelompok anti tembakau yang memberikan tekanan pada pemerintah untuk mengadopsi ketentuan-ketentuan yang terlampau ketat dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
"Perlu dicatat, negara yang mempunyai pertanian tembakau dan industrinya seperti Amerika Serikat, Swiss, Kuba, Argentina, dan lain-lain secara gamblang menolak diintervensi dalam mengatur industri tembakau di negaranya masing-masing. Sekarang, mengapa masih didorong juga dalam RPMK untuk dilaksanakan. Negara mau mematikan jutaan petani?" katanya.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
Berita Terkini
- KKP Perkuat Kerja Sama Ekonomi Biru dengan Singapura
- Berkaus Hitam, Pasangan Dharma-Kun Kampanye Akbar di Lapangan Tabaci Kalideres, Jakarta Barat
- IBW 2024, Ajang Eksplorasi Teknologi Blockchain Kembali Digelar
- Desa Energi Berdikari Pertamina di Indramayu Wujudkan Ketahanan Pangan dan Energi
- Genap 70 Tahun, Ini 5 Film Godzilla Kurang Terkenal yang Juga Perlu Ditonton