Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesejahteraan Masyarakat | Sistem Pangan di Indonesia Harus Diperbaiki

Petani Tanaman Pangan Terpuruk

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Nilai Tukar Petani (NTP) Subsektor Tanaman Pangan pada Juli 2021 kembali turun hingga di bawah standar impas. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), NTP subsektor tanaman pangan alami penurunan sebesar 0,13 persen dari Juni 2021 yakni di level 96,31 persen. Angka itu di bawah batas impas 100.

"Kita lihat perkembangan NTP ini sangat fluktuatif. Subsektor tanaman pangan ini kembali turun dan melanjutkan tren di bawah standar impas sejak Februari 2021. Penurunan ini menunjukkan masih belum kuatnya masing-masing subsektor pertanian di Indonesia," kata Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah, dari Jakarta, Rabu (5/8).

Agus mengatakan NTP subsektor pangan, misalnya, sejak awal tahun trennya terus menurun. Sejak dari Februari 2021 nilai sudah di bawah standar impas. NTP bulan ini jadi yang terendah kedua setelah NTP April 2021. Jadi, petani masih rugi kalau tanam padi dan tanaman pangan lainnya.

Menurut Agus, berdasarkan laporan petani anggota SPI dari Desa Daya Kesuma, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, harga gabah di kisaran 3.800-4.000 rupiah dan untuk beras di 6.500 rupiah.

Butuh Solusi

Agus menyebutkan persoalan rendahnya harga di tingkat petani masih menjadi momok yang belum dapat diselesaikan oleh pemerintah. Indonesia butuh solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan ini, karena memang sudah terus-menerus terjadi.

"Banyak yang belum dimaksimalkan oleh pemerintah, salah satunya adalah kerja sama antara Bulog atau BUMN pangan dan koperasi-koperasi milik petani untuk penyaluran pangan ke lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat," katanya.

Untuk jangka panjang, Agus menyebutkan upaya perbaikan sistem pangan di Indonesia ke depannya harus meletakkan kedaulatan pangan sebagai dasar.

"Kita melihat kecenderungan saat ini permasalahan pangan coba diarahkan agar tidak meletakkan petani sebagai kekuatan utama, melainkan korporasi besar. Bentuk-bentuk liberalisasi pangan seperti ini yang akan mempersulit kedaulatan pangan terwujud di Indonesia, dan jelas tidak akan menyejahterakan petani," tambahnya.

Ia menilai pemerintah harus berkomitmen dan konsisten dalam menjalankan program-program yang pada dasarnya berpihak pada petani dan orang-orang yang bekerja di pedesaan.

Kepala BPS, Margo Yuwono, menyebut secara keseluruhan NTP nasional Juli lalu sebesar 103,48. Nilai NTP tersebut tercatat turun 0,11 persen dibandingkan bulan sebelumnya (Juni 2021).

"Penurunan NTP Juli 2021 ini diakibatkan Indeks Harga yang Diterima Petani (lt) naik sebesar 0,03 persen lebih rendah dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) sebesar 0,14 persen," sebut Margo.

Awan Santosa, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mercu Buana Yogyakarta, mengatakan lemahnya intervensi pemerintah membuat kesejahteraan petani Indonesia jauh bila dibandingkan dengan petani di Thailand ataupun Tiongkok.

Ia mengatakan NTP bulanan memang cenderung fluktuatif naik turun, karena menyesuaikan naik turunnya indeks harga produk pertanian yang diterima petani dan indeks harga produk konsumsi yang dibayar petani setiap bulan.

Yang jadi persoalan adalah naik turunnya NTP tersebut masih berkisar antara 100-105, bahkan kadang bisa hanya 99, di mana petani defisit. "Angka ini amat jauh dibanding NTP Thailand yang bisa120-140 apalagi NTP Tiongkok yang bisa 140-150," tegasnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top