Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemilu 2024

Peserta Perlu Waktu Lebih Lama untuk Kampanye

Foto : Istimewa

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono U Tanthowi

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Peserta pemilu dan calon baru memerlukan masa kampanye lebih panjang untuk Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Pernyataan ini disampaikan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono U Tanthowi, di Jakarta, Jumat (4/2).

Dia mengingatkan bahwa mereka harus memulai dari nol untuk memperkenalkan diri, memperkenalkan nomor barunya, menawarkan visi, misi, dan program. Mereka juga harus persuasi ke pemilih agar laku. Pernyataan tersebut disampaikan ketika memberi paparan dalam seminar "Masa Kampanye 2024 Dipendekkan: Siapa Untung, Siapa Rugi?"

Peserta pemilu dan calon baru memerlukan waktu lebih lama untuk menaikkan popularitas, tingkat kesukaan masyarakat (likeability), serta tingkat keterpilihan atau elektabilitas. Sebaliknya, partai politik lama, kandidat lama, serta calon legislatif lama, tidak perlu memulai dari nol. Masyarakat cenderung sudah mengetahui dan mengenal mereka.

Maka, peserta pemilu dan calon lama memerlukan masa kampanye yang lebih pendek. "Lama atau pendek masa kampanye akan memengaruhi pemilih untuk mengenal, menyukai atau tidak, kemudian menjatuhkan pilihannya," tutur Pramono. Dengan demikian, perihal memangkas durasi kampanye menjadi lebih singkat dari 120 hari menjadi 90 hari, para penyelenggara pemilu harus memperhatikan konteks keadilan pemilu, seperti kesetaraan di antara peserta pemilu.

"Kami sudah berusaha keras untuk mengakomodasi usulan teman-teman partai politik dan pemerintah untuk mengurangi masa kampanye," katanya. Dalam melakukan pengurangan tersebut, Pramono mengungkapkan bahwa pihaknya merisikokan pekerjaan yang akan menjadi beban KPU.

Pada 2019, durasi masa kampanye 6 bulan 3 minggu, menurutnya, terdapat ribuan tempat pemungutan suara (TPS) yang surat suara atau kotak suaranya tidak sampai pada hari H. Keterlambatan tersebut mengakibatkan dilakukan pemilu susulan. "Ini yang menjadi pertaruhan kami," kata Pramono.

Sementara itu, menurut anggota Dewan Perludem, Titi Anggraini, akan lebih bijak apabila pemerintah menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold daripada mempersingkat durasi kampanye. "Pilihan menghapus ambang batas pencalonan presiden lebih bijaksana guna meredam potensi dan residu keterbelahan masyarakat," ucap Titi.

"Masa kampanye sebenarnya hilirnya saja. Ada hulunya yang lebih strategis untuk diambil langkah-langkah terobosan oleh pembuat undang-undang dan pembuat keputusan," katanya. Apabila para pembuat keputusan mempersingkat masa kampanye, maka KPU dan pemerintah harus memfasilitasi sosialisasi pemilu secara berimbang agar tidak terjadi kampanye di luar jadwal.

Secara ilmiah, tutur Titi melanjutkan, semakin pendek durasi masa kampanye, maka kecenderungan peserta pemilu dan calon legislatif untuk melakukan kampanye di luar jadwal akan semakin besar.
"Siapkah kita dan pengawas pemilu dengan risiko ini?" tanya dia.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top