Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pesan Damai Idul Fitri

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Mohammad Takdir

Belakangan ini, sikap intoleran dan gerakan radikalisme tumbuh subur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Serangkaian aksi teror maupun sikap antipati terhadap agama lain terus menusuk batin bangsa, sehingga terus berlumuran luka. Penyerangan yang dilakukan narapidana terorisme beberapa waktu lalu menjadi bukti nyata akan bahaya laten gerakan radikalisme yang semakin menebar ancaman bagi ketenteraman, keamanan, dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat secara luas. Begitu juga dengan ledakan bom bunuh diri yang memporak-porandakan tiga Gereja di Surabaya.

Serangkaian aksi teror dan gerakan radikal yang muncul belakangan, menemukan momentumnya ketika umat Islam merayakan Idul Fitri sebagai hari kemenangan. Idul Fitri harus dimaknai sebagai momen untuk menjadi umat yang humanis dan penebar kedamaian. Sebab, hakikat Idul Fitri adalah melepaskan diri dari sikap intoleran. Dia sebagai ketulusan hati dalam menerima kehadiran orang lain atau kelompok lain yang berbeda. Dengan memahami hari kemenangan ini, umat Islam akan menyadari hakikat kemanusiaannya untuk menyemai kasih dan perdamaian kepada sesama.

Perayaan Idul Fitri pada tahun ini harus menjadi refleksi semua untuk mengembalikan naluri kemanusiaan demi perdamaian antarumat beragama. Jangan sampai hari kemenangan ini dinodai tindakan intoleran dan gerakan radikal yang mengancam keamanan masyarakat. Perayaan Idul Fitri tidak boleh kehilangan makna dan signifikansinya sebagai perwujudan dari hari kemenangan bagi umat Islam untuk menebarkan cinta kasih sebagai ajaran fundamental agama-agama.

Idul Fitri sendiri bisa dimaknai secara metamorfosis yang mengibaratkan suatu kelahiran kembali dari kehidupan penuh kedengkian dan kebencian. Kelahiran kembali merupakan proses pencerahan batin dari segala kungkungan ke-aku-an yang membawa malapetaka dalam hidup.

Komaruddin Hidayat (2003) memahami Idul Fitri bukanlah pesta antiklimaks untuk melepaskan nasfu-nafsu setelah sebulan dikekang. Idul Fitri adalah hari wisuda bagi mereka yang telah berhasil mencapai prestasi dalam upaya mengembalikan keseimbangan jiwa dengan memosisikan kekuatan hati nurani yang bening sebagai alat untuk memperoleh pencerahan dalam menjalani kehidupan penuh dengan tantangan.

Idul Fitri memberi pesan fundamental bagi umat Islam untuk mengedepankan semangat perdamaian daripada tindakan kekerasan yang menjadi ideologi dari para penebar teror negeri ini. Umat Islam harus menumbuhkan rasa persaudaraan yang integral demi memberi jaminan ideal bagi terciptanya implementasi nilai-nilai kemanusiaan yang humanis-transformatif.

Kemenangan disambut sebagai hari kesucian dari perbuatan dan tindakan yang mengarah pada penegasian eksistensi agama lain. Apalagi sampai menebarkan teror dan rasa takut terhadap semua umat, tanpa terkecuali. Maka, yang perlu dikembangkan dalam menyikapi kondisi negeri ini yang sempat terkoyak oleh serangkai aksi teror adalah"persaudaraan dan perdamaian antarsesama."

St Sunardi (1999), menekankan kepada kita tentang pentingnya memperkuat persaudaraan dan persahabatan dengan sesama, tanpa memandang latar belakang agama dan sebisa mungkin menjauhkan diri dari prasangka menuju sikap inklusif terhadap agama ataupun orang "yang lain" (the other). Meminjam istilahnya, Elisabeth Moltmann (1999), kita harus mengaktualisasikan "friendship combines intimacy, trust and closeness with detachment, respect for the otherness of the other, the mystery of his or her strangeness".

Pesan Universal

Momen Idul Fitri sesungguhnya memberi pesan universal untuk senantiasa mempererat tali persahabatan dan persaudaraan antarsesama, tanpa memandang identitas agama. Setiap komunitas keagamaan dituntut agar mengembangkan companionship sebagai kesaksian dan amanah agamanya. Selanjutnya, setiap agama harus menciptakan persahabatan dengan siapa saja.

Persahabatan antarkomunitas agama harus ditandai dengan spirit hospitality (keramah-tamahan yang membuka tangan bagi orang lain), bukan tindakan menebar kebencian dan sikap intoleran yang hanya akan menimbulkan perpecahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Idul Fitri juga tidak hanya bermakna peningkatan iman kepada Sang Pencipta. Lebih dari itu, ia mengandung spirit keagamaan untuk membangun perdamaian antarsesama, tanpa memandang latar belakang agama. Peningkatan keimanan juga tidak terbatas pada hubungan kita dengan Tuhan, melainkan tumbuhnya kesadaran untuk mengasihi sesama.

Idul Fitri tidak akan bermakna jika kita masih memendam rasa kebencian kepada umat agama lain dan bersikap intoleran baik melalui perkataan maupun perbuatan. Sebab, makna Idul Fitri adalah kembali pada keadaan semula sebagaimana bayi baru lahir. Artinya, segala perbuatan dan tindakan harus terlepas dari motivasi untuk menebar kebencian dan bersikap intoleran terhadap agama lain.

Mari sejenak merenung akan hakikat kemenangan ini secara khusuk, tanpa sikap prasangka dan kebencian kepada umat agama lain. Di hari kemenangan ini, senandung kedamaian harus senantiasa didendangkan dengan menyebut nama dan kebesaran Allah dengan penuh ceria dan kesyahduan. Tanamkan dalam hati bahwa hari kemenangan ini adalah momentum untuk menghapus sikap prasangka dan berjanji untuk selalu menyemai kedamaian lahir batin.

Pada titik inilah, perayaan Idul Fitri menjadi momentum untuk mengikis kesalahpahaman dalam memahami ajaran agama yang sebenarnya. Sudah saatnya umat Islam Indonesia memperlihatkan sikap dan perilaku yang mencerminkan kasih sebagai inti ajaran agama.

Sampaikan kepada generasi muda bahwa Islam adalah agama perdamaian yang menolak setiap tindakan kekerasan atas nama agama. Jika ada agama yang mengajak umatnya untuk menebar kebencian dan tindakan kekerasan, maka dia bukanlah agama sebagaimana diyakini seluruh umat manusia dunia ini.

Penulis Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah

Komentar

Komentar
()

Top