Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pertumbuhan yang Meleset

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh M Aliem

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2018 sebesar 5,17 persen, lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,4 persen. Angka ini pun telah direvisi menjadi 5,2 persen, namun tetap saja tidak tercapai.

Meski begitu, ekonomi Indonesia tetap tumbuh lebih dari tahun sebelumnya 5, 07 persen pada 2017 dan 5,03 persen pada 2016. Artinya, perekonomian nasional tetap tumbuh positif di tengah ketidakpastian global yang melambat pada kuartal IV/2018 dari kuartal III/2018.

Pertumbuhan turut dipengaruhi perlambatan ekonomi beberapa mitra dagang seperti Tiongkok yang melambat menjadi 6,4 persen (Q4/2018). Ini lebih rendah dari 6,5 persen (Q3/2018), dan 6,7 persen (Q4/2017). Kemudian, Amerika Serikat yang menjadi rival utama perang dagang Tiongkok pun tumbuh stagnan pada angka 3,0 persen (Q4/2018) dan (Q3/2018).

Ekonomi Singapura juga melambat menjadi 2,2 persen (Q4/2018), lebih rendah dari 2,3 persen (Q3/2018) dan 3,6 persen (Q4/2017). Laju pertumbuhan 2018 dari sisi produksi atau menurut lapangan usaha, sektor jasa lainnya tumbuh tertinggi sebesar 8,99 persen dan disusul jasa perusahaan 8,64 persen.

Sedangkan lapangan usaha konstruksi tumbuh 6,09 persen dengan kontribusi pada struktur Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 10,53 persen. Sektor industri masih mendominasi struktur PDB sebesar 19,86 persen dan tumbuh 4,25 persen. Sementara itu, kontribusi perdagangan pada struktur PDB nasional mencapai 13, 02 persen, berada pada posisi kedua, setelah sektor industri dan tumbuh 4, 97 persen.

Berdasarkan sumber pertumbuhan PDB, lapangan usaha industri pengolahan menyumbang pertumbuhan sebesar 0, 91 persen, disusul perdagangan, konstruksi, dan pertanian. Semua membentuk angka pertumbuhan 5,17persen tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi juga bisa dilihat dari sisi pengeluaran atau konsumsi. Struktur PDB menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku sepanjang tahun lalu masih didominasi komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) 55,74 persen. Konsumsi masyarakat masih tumbuh tertinggi dari komponen lainnya, 9,08 persen.

Begitu pula jika dilihat dari struktur sumber pertumbuhan, PK-RT masih menjadi penyumbang tertinggi dari sisi pengeluaran 2, 74 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 2, 17 persen, dan lainnya hanya 0, 26 persen, sehingga membentuk angka pertumbuhan ekonomi tadi.

Selain karena pengaruh perlambatan ekonomi global, pertumbuhan turut dipengaruhi penurunan harga komoditas nonmigas di pasar internasional pada triwulan keempat. Inflasi sepanjang tahun lalu cenderung terkendali sebesar 3,13 persen. Dalam catatan BPS, penjualan mobil secara wholesale (penjualan sampai tingkat dealer) pada triwulan IV mencapai 294.657 unit. Ini turun 2,75 persen dari kwartal sebelumnya, tapi naik 9,37 persen dari periode sama tahun sebelumnya.

Jika ditelisik lebih jauh, industri pengolahan masih dapat tumbuh positif, di antaranya tekstil dan pakaian jadi karena didukung peningkatan produksi daerah-daerah. Kemudian, logam dasar juga tumbuh baik didorong permintaan konstruksi serta luar negeri yang meningkat. Selain itu, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki karena permintaan ekspor naik, terutama sepatu. Sedangkan makanan dan minuman tumbuh melambat karena perlambatan produksi CPO.

Pertanian juga masih bisa tumbuh positif karena cuaca yang cukup mendukung dan berkurangnya serangan hama. Produksi perikanan tangkap, dan pengembangan teknologi budi daya juga sukses. Lalu, optimalisasi lahan dan penggunaan benih unggul dalam produksi buah serta sayur.

Pengeluaran

Dari segi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh positif. Ini dapat dilihat dari beberapa penjualan eceran yang tumbuh 4,74 persen, sedang pada triwulan IV/2017 hanya tumbuh 1,77 persen. Nilai transaksi uang elektronik, kartu debit, dan kartu kredit tumbuh 13,77 persen. Ini menguat dari triwulan IV/2017 yang tumbuh 9,06 persen. Pada kelompok pengeluaran konsumsi rumah tangga, restoran, dan hotel tumbuh tertinggi.

Pengeluaran pemerintah tumbuh positif karena kenaikan belanja barang, jasa, bantuan sosial, serta pegawai. Sedangkan untuk PMTB, pertumbuhan didorong peningkatan barang modal jenis mesin dan perlengkapan, kendaraan, serta peralatan lainnya. Selain itu, pertumbuhan impor barang lebih tinggi dari ekspor, antara lain karena perlambatan pertumbuhan volume perdagangan dan ekonomi global. Kemudian, perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang utama. Permintaan domestik terhadap barang-barang impor pun naik.

PDB perkapita 2018 tercatat sebesar 56 juta rupiah atau 3.927 dollar AS, naik dari 2016 (47,9 juta) dan 2017 (51, 9). Namun, masih terjadi ketimpangan pembangunan yang cukup besar. Ini bisa dilihat dari struktur ekonomi pulau-pulau besar. Struktur ekonomi nasional juga masih Jawa sentries, lebih dari separuh ekonomi (58,48 persen), Sumatera (21,58), Kalimantan (8,2), Sulawesi (6,22), Bali dan Nusa Tenggara (3, 05). Kemudian, Maluku dan Papua sebesar 2,74 persen. Ini pekerjaan rumah untuk memerataan.

Namun dari sisi pertumbuhan, ekonomi wilayah yang tergabung di Pulau Maluku dan Papua tumbuh lebih cepat dibanding pulau lainnya pada 2018, yakni tumbuh 6, 99 persen. Hal ini dipengaruhi oleh pesatnya pembangunan dari daerah pinggiran. Pulau Sulawesi berada pada peringkat kedua yang mampu tumbuh 6, 65 persen, sedangkan Pulau Jawa tumbuh 5, 72 persen. Bali dan Nusa Tenggara menjadi yang tumbuh terendah sebesar 2, 68 persen.

Pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat dari tahun sebelumnya ini memang banyak dipengaruhi global. Indonesia masih beruntung bisa tumbuh di atas lima persen, walaupun melenceng dari target APBN. Selain itu, inflasi nasional cukup terjaga di kisaran tiga persen.

Untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus mengurangi impor barang yang dapat disubstitusi dalam negeri dan menggenjot ekspor nonmigas seperti perikanan dan pertanian. Pemerintah juga perlu menambah jaringan tujuan ekspor. Dengan nilai ekspor yang meningkat dan tumbuh lebih tinggi dari impor akan menambah devisa. Ini tentu harus disertai menjaga anggaran dari tangan-tangan korup.

Penulis Kasi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS

Komentar

Komentar
()

Top