Pertumbuhan Manufaktur Terganjal
Foto: Sumber: BPS, Kemenperin – Litbang KJ/and - KORANJAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengemukakan kinerja industri manufaktur Indonesia pada 2019 bakal terganjal oleh perlambatan ekonomi global. Pertumbuhan sektor itu diprakirakan berkisar 3,7-4,1 persen.
Meski demikian, Kementerian Perindustrian optimistis sektor manufaktur tumbuh lebih agresif pada kuartal II-2019 ditopang momentum Ramadan dan Lebaran. Kemenperin menargetkan sepanjang 2019 pertumbuhan manufaktur dapat mencapai 5,4 persen.
BI dalam Laporan Kebijakan Moneter Triwulan I-2019 yang dirilis Jumat (24/5) menyebutkan pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan tumbuh lebih rendah dari tahun sebelumnya. Pada tahun lalu, industri manufaktur tumbuh 4,27 persen.
Perlambatan manufaktur itu terkait dengan perlambatan ekonomi global yang sebenarnya sudah berlangsung sejak 2015, yang selanjutnya diperparah dengan perang dagang Amerika Serikat (AS)-Tiongkok pada 2018.
Tahun ini, perang dagang kian parah, ditandai dengan penetapan tarif impor 25 persen oleh AS terhadap produk Tiongkok senilai 200 miliar dollar AS. Negeri Tirai Bambu membalas kebijakan itu, dengan mengumumkan kenaikan bea impor 5-25 persen untuk aneka produk AS senilai 60 miliar dollar AS.
Hal ini akan semakin membuat rantai pasokan global semakin melambat. Aliran perdagangan, termasuk barang modal di seluruh dunia semakin lesu. Inilah yang sedang terjadi di Indonesia.
"Permintaan domestik yang belum cukup tinggi serta ekspor produk berbasis manufaktur yang menurun juga semakin menurunkan ekspektasi pertumbuhan di lapangan usaha industri pengolahan," tulis BI.
Menurut BI, bila pertumbuhan manufaktur nasional berada di median yang sebesar 3,9 persen, maka akan menjadi yang paling lambat setidaknya sejak 2011. Pemerintah sudah harus mengambil langkah antisipatif.
Lebih Tinggi
Sementara itu, Sekjen Kemenperin, Haris Munandar, yakin pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal II tahun ini mendekati lima persen, atau lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,8 persen.
Menurut dia, iklim usaha usai pemilu semakin membaik. "Pascapemilu, kami melihat iklim usaha semakin kondusif. Selain itu, konsumsi juga akan meningkat dengan adanya tunjangan hari raya (THR) serta gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS)," tutur Haris, di Jakarta, Minggu (26/5).
Haris menambahkan pertumbuhan industri manufaktur juga akan terkerek oleh kenaikan investasi pada kuartal II. Keyakinan ini pun mengacu pada tren yang sudah terjadi sejak pemilu 1992.
"Pemerintah terus berupaya menciptakan kondisi ekonomi, politik, dan keamanan yang kondusif bagi investor sehingga kinerja investasi di Indonesia yang sudah baik akan semakin meningkat. Tentunya investasi existing dapat lebih berdaya saing," papar dia. ers/WP
Redaktur:
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Ini Solusi Ampuh untuk Atasi Kulit Gatal Eksim yang Sering Kambuh
- 2 Kenakan Tarif Impor untuk Menutup Defisit Anggaran
- 3 Penyakit Kulit Kambuh Terus? Mungkin Delapan Makanan Ini Penyebabnya
- 4 Perkuat Implementasi ESG, Bank BJB Dorong Pertumbuhan Bisnis Berkelanjutan
- 5 Jangan Masukkan Mi Instan dalam Program Makan Siang Gratis
Berita Terkini
- Ini yang Dilakukan KPU DKI Terkait Kurangnya Partisipasi Pemilih Pilkada
- Ini yang Dipermasalahkan, Tim Pemenangan RIDO Berencana Laporkan KPU DKI ke DKPP pada Kamis
- Kasus Korupsi di Tiongkok Meningkat di Tengah Tindakan Keras dan Ekonomi yang Melambat
- Konferensi Understanding Tiongkok 2024 Fokus pada Modernisasi Tiongkok dan Peluang Baru Bagi Dunia
- Manufacturing Indonesia 2024 Fokus Pada Transformasi Industri yang Efisien dan Berkelanjutan