Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Peringkat Daya Saing

Pertumbuhan Investasi Asing Diharapkan Terpacu

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Perbaikan peringkat daya saing global Indonesia, dalam International Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking 2019 yang diterbitkan oleh IMD World Competitiveness Center, diharapkan mampu mendorong pertumbuhan investasi asing dan memperkuat neraca pembayaran.

"Saya kira dampak kenaikan peringkat lebih kepada investasi, baik di sektor finansial maupun foreign direct investment (FDI). Ini membutuhkan waktu yang panjang. Karena itu, dampak pada defisit neraca perdagangan saya kira kecil sekali," papar pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Imron Mawardi, ketika dihubungi, Senin (3/6).

Menurut dia, dampak yang bisa dilihat dalam jangka pendek adalah pada neraca pembayaran. "Arus modal masuk ke pasar finansial akan semakin deras, seperti di pasar modal atau pasar obligasi," imbuh Imron. Sebelumnya dikabarkan, peringkat daya saing Indonesia naik.

Berdasarkan informasi dari IMD World Competitiveness Ranking 2019 yang diterbitkan oleh IMD World Competitiveness Center pada 28 Mei lalu, peringkat daya saing Indonesia naik 11 tingkat menjadi urutan ke-32 dari peringkat ke-43. Lompatan peringkat tersebut membuat Indonesia menjadi negara yang mengalami peningkatan peringkat daya saing tertinggi di kawasan Asia Pasifik.

Laporan IMD berisi penilaian terhadap 63 negara dengan lebih dari 230 indikator yang dikelompokkan dalam empat pilar yaitu kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur. Menanggapi kenaikan itu, pemerintah mengaku belum puas. Menko Bidang Perekonomian, Darmin Naution, menegaskan pemerintah masih punya masalah dengan neraca perdagangan.

Baca Juga :
Harga Telur Naik

Masalah itu menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan usai mendapatkan kenaikan peringkat daya saing. "Kenapa saya sebut neraca perdagangan, bukan transaksi berjalan? Transaksi berjalan itu hasil berikutnya. Kalau neraca perdagangan tidak positif maka situasi transaksi berjalannya juga tidak terlalu membaik," ujar Darmin, akhir pekan lalu.

Defisit Migas

Sebagai upaya memperbaiki defisit perdagangan, lanjut dia, masalah utama yang harus dibenahi adalah defisit neraca migas, yang berkontribusi paling besar pada neraca perdagangan. Pada April 2019, neraca perdagangan Indonesia kembali defisit sebesar 2,5miliar dollar AS, setelah mencetak surplus pada Maret 2019 sebesar 0,67 miliar dollar AS.

Darmin mengatakan pemerintah sudah mulai mengatasi masalah itu dengan kebijakan mandatori penggunaan campuran biodiesel 20 persen pada minyak solar, untuk mengurangi impor solar. Selain itu, imbuh dia, perbaikan juga akan dilakukan pada neraca nonmigas dan neraca jasa. Untuk neraca jasa, pemerintah akan memperbaiki pencatatan hasil investasi badan usaha Indonesia guna memperbaiki neraca pendapatan primer.

Salah satunya dengan menyesuaikan pencatatan atas hasil usaha PT Pertamina (Persero) di luar negeri. Darmin menilai perbaikan daya saing Indonesia tidak mudah dilakukan, apalagi di tengah-tengah dinamika perekonomian global yang penuh ketidakpastian. "Jangan terlalu muluk dengan dunia saat ini karena kondisi sedang tidak stabil," ujar dia.

SB/YK/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top