Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Uji Kelayakan -- DPR Diharap Penuhi Jatah 30 Persen Perempuan

Pertanyaan tak Boleh Bias Gender

Foto : Istimewa

Kantor Komisi Pemilihan Umum

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi II DPR diminta tidak memberikan pertanyaan-pertanyaan bersifat bias gender dalam uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU serta Bawaslu. Harapan ini disampaikan peneliti senior Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Nurlia Dian Paramita, di Jakarta, Minggu (6/2).

"Terkait materi uji kelayakan dan kepatutan, pertanyaannya jangan bias gender. Itu pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan," ujar Mita, sapaan akrab Nurlia. Ia mengemukakan ini saat menjadi narasumber diskusi publik "Catatan Publik untuk Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Anggota KPU dan Bawaslu."

Mita mencontohkan beberapa pertanyaan yang tidak bersifat bias gender. Di antaranya tidak menanyakan kesiapan calon anggota perempuan untuk pulang larut malam karena rapat, pengganti yang mengasuh anak, dan izin suami apabila ada rapat ke hotel. Di samping itu, Mita juga menyarankan agar uji kelayakan dan kepatutan memuat pertanyaan seputar tujuan ataupun potensi kompleksitas pemilu.

Menurut dia, para calon anggota KPU dan Bawaslu sudah sepatutnya mendapat pertanyaan seputar inovasi dan terobosan yang efisien, sederhana, dan mudah saat Pemilu 2024 berdasarkan pengalaman Pemilu 2019. Mita juga menambahkan, uji kelayakan dan kepatutan memerlukan pertanyaan yang dapat menggambarkan kapabilitas para calon sebagai pemimpin.

Diperlukan juga pertanyaan seputar kapasitas sebagai pemimpin. Misalnya, cara mengelola organisasi. Solusi untuk meningkatkan sumber daya manusia. Sampai hari ini kelembagaan KPU dan Bawaslu membutuhkan penguatan. Tanya juga cara menyelesaikan problematika.

Keterwakilan

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mike Verawati Tangka, mengingatkan agar Komisi II DPR mewujudkan keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu. "Komisi II harus benar-benar menghadirkan keterwakilan perempuan 30 persen di lembaga penyelenggara pemilu," ujar Mike.

Lebih lanjut, menurut Mike, seleksi calon anggota KPU-Bawaslu, khususnya dalam uji kelayakan dan kepatutan 14 Februari, tidak hanya mampu menghasilkan anggota untuk memenuhi jumlah minimal keterwakilan perempuan di dalamnya. Ia berharap dalam proses uji kelayakan juga mempertimbangkan kualitas calon perempuan.

Dengan demikian, apabila para perempuan calon anggota KPU dan Bawaslu memang berkualitas, anggota yang terpilih pun mampu melebihi jumlah minimal yang diamanatkan undang-undang, yaitu sebesar 30 persen.

Sejauh ini, ujar Mike, penilaian yang dilakukan oleh Koalisi Perempuan Indonesia terhadap para perempuan calon anggota KPU dan Bawaslu menunjukkan bahwa mereka semua bernilai baik.

"Sebenarnya, berdasarkan catatan Koalisi Perempuan Indonesia, seluruh bakal calon perempuan yang lolos seleksi tim seleksi itu baik semua. Mereka punya pengalaman kepemiluan yang baik. Mereka punya perspektif perempuan, gender, dan sosial yang inklusif. Mereka layak untuk dipertimbangkan," ungkapnya.

Mike menegaskan harapannya agar uji kelayakan dan kepatutan mampu memenuhi kuota minimal 30 persen keterwakilan perempuan. "Diharapkan sekali dalam uji kelayakan dan kepatutan ke depan, mohon jangan hanya satu perempuan, tapi dilengkapkan menjadi 30 persen," kata Mike.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top