Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja Perusahaan

Pertamina Beberkan Strategi Hadapi Trilema Energi

Foto : ISTIMEWA

Oki Muraza, Senior Vice President of Research Technology and Innovation Pertamina

A   A   A   Pengaturan Font

NEW DELHI - PT Pertamina (Persero) membeberkan strategi dalam menghadapi trilema energi di tengah upaya percepatan transisi energi di Tanah Air. Trilema energi adalah tiga faktor penting yang harus diperhatikan dalam mengelola energi, yaitu energy security (ketahanan energi) energy affordability (keterjangkauan biaya energi), dan environmental sustainability (keberlanjutan lingkungan).

Senior Vice President of Research Technology and Innovation Pertamina, Oki Muraza, mengatakan kondisi geopolitik seperti konflik Russia-Ukraina menyebabkan terjadinya kenaikan harga energi yang juga berimbas terhadap ketahanan energi di Indonesia.

"Jadi, pertama apa yang terjadi saat ini di dunia adalah geopolitical tension ada perang di Eropa. Perang ini menyebabkan terjadinya kenaikan harga energi dan ini tentunya berbahaya terhadap energy security terhadap ketahanan energi Indonesia," kata Oki, usai menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk Ensuring Renewable Energy Transition pada 18th Sustainability Summit yang merupakan rangkaian dari kegiatan B20 Summit 2023, di New Delhi, India, Selasa (22/8).

Seperti dikutip dari Antara, Oki mengatakan setiap negara mempunyai cara yang berbeda dalam merespons trilema energi tersebut. Sebagai contoh, negara-negara maju lebih fokus pada keberlanjutan, sementara negara-negara berkembang lebih fokus pada keamanan dan keterjangkauan energi karena hal tersebut merupakan katalis pertumbuhan ekonomi.

Ketahanan Energi

Menurut Oki, Indonesia harus berusaha untuk meningkatkan ketahanan energi dan pada saat yang sama tetap berusaha mencapai target-target sustainability. Bagaimana kita mengurangi emisi, bagaimana kami bisa menambah volume bisnis energi hijau, listrik hijau, dan seterusnya di Indonesia," ungkap Oki.

Lebih lanjut, dia mengatakan sebelum terjadinya krisis geopolitik tersebut, Eropa menjadi salah satu pemimpin untuk perubahan menuju environmental sustainability.

"Tetapi dengan hilangnya energy security di Eropa, mereka harus mengimpor batu bara dan seterusnya, kami melihat ada perubahan di energy mix di Eropa. Ini tentu impact-nya terhadap dunia juga cukup besar, nah di situ kami melihat perlunya kami melakukan kerja sama," tuturnya.

Kerja sama global dalam menghadapi trilema energi perlu dilakukan jika dilihat dari emisi CO2 per kapita negara-negara G20. Negara-negara maju berkontribusi di atas rata-rata global sebesar 4,5 ton emisi CO2 per kapita. Adapun Amerika Serikat, Kanada, Russia, dan Tiongkok merupakan lima besar produsen minyak dunia.

Sementara itu, India dan Indonesia yang mewakili negara berkembang pada tahun lalu masih di bawah 2,5 ton emisi CO2 per kapita.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top