Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Jaminan Kesehatan | Sejumlah RS Kembali Layani Pasien Peserta BPJS

Persi Siap Bantu RS yang Diputus Kontrak BPJS Kesehatan

Foto : ISTIMEWA

Nila Moeloek, Menteri Kesehatan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) akan mencari informasi tentang rumah sakit (RS) yang kontrak kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) tidak diperpanjang. Persi akan mengevaluasi permasalahannya, serta membantu menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.

Hal tersebut dikatakan oleh Ketua persi, Koentjoro Adi Purjanto, terkait dengan banyaknya rumah sakit yang dihentikan atau diputus kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dengan dihentikan kerja sama, maka rumah sakit tersebut tidak bisa melayani pasien peserta BPJS Kesehatan.

"Kami akan follow up scanning issue di 65 RS melalui Persi daerah, kirimkan surat ditanya penyebabnya kira-kira apa," kata dia, di Jakarta, Senin (7/1).

Sebelumnya, kata Koentjoro, Kementerian Kesehatan juga telah menerbitkan surat rekomendasi kepada BPJS Kesehatan untuk memperpanjang kontrak dengan rumah sakit terkait.

Menurut dia, ada beberapa hal yang membuat BPJS Kesehatan tidak memperpanjang kontrak pada RS terkait mulai dari manajemen, standar kelayakan, akreditasi, dan lainnya.

Dia menegaskan seluruh rumah sakit di Indonesia wajib melakukan akreditasi sebagai salah satu langkah perlindungan pasien, baik untuk syarat bekerja sama dengan BPJS Kesehatan ataupun tidak."Amanat undang-undang, wajib. Harus semua RS baik kerja sama dengan BPJS atau tidak, karena untuk melindungi rakyatnya," kata dia.

Koentjoro mengatakan kewajiban dalam akreditasi rumah sakit sudah diamanatkan dalam UU Rumah Sakit bahwa RS diharuskan untuk akreditasi secara berkala.

Seperti diberitakan bahwa BPJS Kesehatan per Januari 2019 telah memutus sejumlah kontrak kerja sama dengan rumah sakit. BPJS mewajibkan akreditasi RS sebagai syarat wajib untuk kerja sama pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Koentjoro menjelaskan rumah sakit profesional harus kompeten, memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh regulator, sarana dan prasarananya sesuai ketentuan, SDM yang kompeten dengan uji kompetensi. Dengan adanya akreditasi tersebut, diharapkan bisa memberikan keamanan dan keselamatan terhadap pasien.

Rumah sakit yang belum terakreditasi, kata Koentjoro, dengan sendirinya tidak akan dipilih oleh masyarakat. Orang yang sakit akan lebih memilih RS yang lebih terpercaya dengan adanya akreditasi.

Dia menjelaskan hingga saat ini sekitar 80 persen rumah sakit di Indonesia yang sudah diakreditasi. "Akreditasi tersebut berbeda-beda tergantung tingkatan kelas rumah sakit," tandasnya.

Tetap Dilayani

Sementara itu, Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, menegaskan peserta Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tetap mendapatkan layanan meski rumah sakit terkait dalam proses akreditasi untuk memenuhi persyaratan kerja sama dengan BPJS Kesehatan.

"Tidak ada rumah sakit yang putus kerja samanya dengan BPJS, rumah sakit tetap melayani masyarakat peserta JKN," tegas Menkes.

Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, jumlah rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan hingga Desember 2018 sebanyak 2.217 rumah sakit, sedangkan yang sudah terakreditasi yaitu sebanyak 1.759 rumah sakit.

Menteri Kesehatan telah menerbitkan surat rekomendasi untuk rumah sakit yang belum terakreditasi agar tetap bisa melayani masyarakat peserta program JKN-KIS dengan syarat harus menyelesaikan proses akreditasi paling lambat Juni 2019.

Dengan kata lain, rumah sakit yang belum terakreditasi masih tetap bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. "Rumah sakit terkait diberikan tenggat waktu untuk memenuhi persyaratan seperti akreditasi hingga Juni 2019 untuk seterusnya tetap bisa bekerja sama dengan BPJS Kesehatan," pungkasnya. n eko/Ant/E-3

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top