Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesehatan Masyarakat

Pernikahan Dini Sebabkan "Stunting"

Foto : ANTARA/Hery Sidik

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo usai peluncuran program Pendampingan, Konseling, dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pranikah untuk Cegah “Stunting” dari Hulu kepada Calon Pengantin di Bantul, DIY, Jumat (11/3).

A   A   A   Pengaturan Font

BANTUL - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyatakan bahwa nikah dini atau pernikahan di usia yang belum berumur 18 tahun dapat memengaruhi stunting atau kekerdilan pada anak yang dilahirkannya. Pernikahan dini bisa sebabkan stunting.

"Nikah dini memengaruhi stunting, bukan kebalikannya, stunting memengaruhi nikah dini. Nikah dini membuat stunting, yes," kata Hasto, usai peluncuran program Pendampingan, Konseling, dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pranikah untuk Cegah "Stunting" dari Hulu kepada Calon Pengantin, di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (11/3).

Menurut Hasto, orang-orang yang melakukan pernikahan di usia antara 16 sampai 17 tahun panggulnya belum mencapai 10 sentimeter, sehingga akan berpengaruh pada proses persalinan.

"Padahal kepala bayi diameternya 10 cm kurang dikit. Dia tidak bisa lahir, makanya akibat nikah dini banyak kematian ibu, kematian bayi, stunting. Nikah dini memengaruhi stunting, yes," kata Hasto.

Dia mengatakan nikah dini yang dicerminkan dari orang yang hamil usia antara 15 sampai 19 tahun sekarang ini angkanya 20 per 1.000 pernikahan. "Saya mengukurnya dari angka pernikahan dini itu 20 per 1.000 orang nikah. Jadi setiap 1.000 pernikahan, ada 20 nikah dini. Itu data terkininya di tahun 2021," kata Hasto.

Pendidikan Kesehatan
Guna mengantisipasi hal itu, kata Hasto, sangat penting memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada masyarakat, sehingga pihaknya mendorong agar bagaimana pendidikan reproduksi diberikan secara lebih baik lagi dan terbuka lagi.

"Pendidikan kesehatan reproduksi jangan kita diskreditkan sebagai sexual education, pelajaran tentang hubungan seks. Pelajaran seks beda dengan pelajaran hubungan seks. Jangan karena kita ingin memberikan pelajaran tentang seks, disangka ingin memberikan pelajaran tentang hubungan seks," katanya.

Oleh karena itu, kata Hasto, pemahaman ini yang perlu disebarluaskan kepada masyarakat, utamanya remaja, agar mereka takut untuk kawin dini, apalagi kawin dini bisa menyebabkan kanker mulut rahim.

"Itu yang menurut saya penting. Menurut saya, pendidikan kesehatan reproduksi itu perlu karena yang diberikan di sekolah secara vulgar dalam arti secara terstruktur di dalam sistem itu belum," katanya.

Sementara itu, Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, menyatakan menyelesaikan masalah stunting pada anak tidak hanya perintah negara, tetapi juga perintah dalam agama.

"Pencegahan stunting itu perintah agama karena menyiapkan generasi terbaik. Karena perintah agama, mari kita bersama-sama memberi perhatian dengan penurunan stunting di Indonesia," kata Menag.

Yaqut mengatakan kekerdilan dapat menyebabkan pertumbuhan anak-anak bangsa sebagai generasi masa depan menjadi tidak optimal sesuai dengan usianya. Kekerdilan juga membuat tubuh anak menjadi lebih pendek dari ukuran normal dan mengganggu kecerdasan anak.

Selain tidak dapat tumbuh dengan maksimal, anak mudah terkena penyakit metabolik pada usia tua, terjadinya kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk bahkan kemiskinan antar generasi yang berkelanjutan.

Dengan demikian, Menag menekankan permasalahan anak yang lahir dalam keadaan kerdil bukan hanya menjadi tanggung jawab pihaknya ataupun BKKBN tapi juga tanggung jawab masyarakat.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top