Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kaulinan Barudak

Permainan Tradisional yang Bentuk Karakter Anak

Foto : FOTO-FOTO: KORAN JAKARTA/TEGUH RAHARDJO
A   A   A   Pengaturan Font

Atalia Praratya, istri Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil, nampak asyik bermain pistol-pistolan. Matanya serius membidik sasaran yang jaraknya sejengkal dari dia berdiri. Pistol dari bambu yang diikat dan dirakit dengan karet gelang itu dibidik dan ....jepret...."peluru" melesat menuju sasaran sebuah bola plastik kecil.

Perlu beberapa kali mencoba untuk bisa mengenai sasaran. Namun raut muka bahagia nampak sekali di wajahnya, beserta orang yang bukan lagi berusia kanak-kanak itu. Coba lagi dan lagi, tanpa bosan. Tawa membuncah saat bola sasaran akhirnya kena peluru, spontan istri Gubernur itu pun melakukan gerakan tos tangan dengan pemain lain di sampingnya. Rupanya permainan anak-anak yang disebut kaulinan barudak pun bisa membahagiakan orang dewasa.

"Tadi saya membuka acara dengan bersama-sama main pistol-pistolan dari karet dan saya melihat banyak permainan di sini yang bisa meningkatkan kebahagiaan anak juga mendekatkan anak dengan alam. Mudah-mudahan kegiatan ini bisa mendorong Jabar sebagai provinsi layak anak," ungkapnya saat meramaikan permainan anak di Kampung Bolang, Desa Cibuluh, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, akhir pekan lalu itu.

Pemerintah Provinsi Jabar memang tengah mengembangkan permainan tradisional demi membentuk karakter anak khas Sunda dan mewujudkan Jabar sebagai provinsi layak anak atau provila. Menurut Atalia, permainan tradisional anak kini sudah banyak yang punah dan yang tersisa semakin ditinggalkan karena kalah bersaing dengan permainan digital yang diakses melalui berbagai macam gawai.

"Hari ini kami hadir untuk mendekatkan anak-anak dengan permainan tradisional yang selama ini tampaknya hampir punah karena tergerus gadget," kata Atalia.

Atalia mengapresiasi Pasar Wisata atau disingkat Pa Sarwi yang diselenggarakan itu karena membangkitkan kembali banyak permainan tradisional yang khas dan dekat dengan alam. Sebab anak memiliki empat hak yang wajib dipenuhi orang tua, yakni hak hidup, hak berpartisipasi, hak untuk mendapat mendapat perlindungan, dan hak untuk cukup dan berkembang sesuai usianya. Melalui permainan anak tradisional ini, diharapkan empat hak anak tersebut dapat dipenuhi banyak orang tua di Jabar.

Program Pengembangan Budaya Daerah

Desa Cibuluh terbagi dalam empat dusun yakni Dusun Bolang 1, Bolang 2, Bolang 3, dan Dusun Ciseupan. Selain banyak permainan tradisional, wisatawan yang berkunjung juga dapat menikmati keindahan alam dan budaya masyarakat setempat.

Ada juga area seluas 5.000 meter persegi yang menjadi wahana budaya bernuansa khas Sunda. Hingga saat ini, Kampung Budaya Bolang sudah mengoleksi 2.600 permainan tradisional seluruh Indonesia dan 340 permainan seluruh Jabar.

Biaya masuk ke desa tersebut 50.000 rupiah per orang harus datang dalam satu kelompok minimal 50 orang. Biasanya ada 10 permainan yang akan diajarkan, dua diantaranya permainan di air.

Kabid Kebudayaan Disparbud Jabar, Wahyu Iskandar, menyatakan Pemprov Jabar tak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada pembangunan karakter masyarakat. Salah satunya membangun provinsi layak anak dengan media permainan anak tradisional.

"Terdapat kurang lebih dua ratus jenis permainan anak tradisional atau yang biasa disebut dengan istilah kaulinan urang lembur. Kegiatan ini merupakan salah satu program pengembangan nilai daerah," kata Wahyu.

Pendirian desa wisata seperti ini, selain dimaksudkan untuk mendatangkan wisatawan juga dalam upaya pengentasan kemiskinan, khususnya masyarakat sekitar. Dalam membangun desa wisata perlu adanya integrasi dan pembinaan sumber daya manusia yang sudah dibekali wawasan budaya sehingga siap menerima wisatawan.

Zaini Arif, penggagas Komunitas Hong adalah pencetusnya. Dialah yang menyulap kampung kelahirannya itu menjadi Saung Budaya Kampung Bolang.

Saat memasuki kampung wisata budaya ini, pengunjung akan disambut sebuah leuit atau lumbung penyimpanan padi. Usia lumbung itu sudah ratusan tahun. Leuit ini adalah produk budaya warisan buhun atau para leluhur Sunda baheula.

Lalu, di sisi kanan, tampak berderet tiga leuit dengan desain era 1970-an. Adapun pada bagian tengah, kokoh berdiri saung gede mirip pendapa yang berfungsi serba guna. Masuk ke dalam terdapat tanah lapang yang bisa dimanfaatkan untuk bermain.

Nah permainan yang bisa dipilih secara bebas antara lain bedil jepret, egrang, permainan perepet jengkol dan cingciripit hingga membuat keris dari janur, membuat ketupat dari janur dan lainnya.

Bukan hanya sekedar permainan statis, ada juga permainan tembak-tembakan. Pelurunya adalah air. Ada kolam dengan air setinggi lutut bisa digunakan untuk aksi dereded bedil cai. Ini adalah permainan semprotan air terbuat dari bambu. Ada sekitar 65 permainan yang bisa diikuti di sini.

Selain permainan anak, desa yang asri ini juga menyediakan wisata lain seperti arung jeram atau mendaki Bukit Pasir Cibuluh. tgh/R-1

Ajarkan Nilai Bijak

Cingciripit merupakan lagu permainan Sunda yang ditujukan untuk berhitung sebelum anak-anak melakukan permainan kucing-kucingan atau permainan sentuh berlarian.

Anak-anak berkumpul dalam posisi melingkar, kemudian salah seorang anak - biasanya yang lebih tua - meletakkan telapak tangannya ke tengah lingkaran sambil berdiri, lalu anak yang lainnya meletakkan jari telunjuk mereka ke atas telapak tangan anak yang paling tua tadi, setelah itu anak-anak yang meletakkan jari telunjuk masing-masing mengangkat dan menurunkan jari telunjuknya ke atas telapak tangan sambil menyanyikan lagu Cingciripit.

Yang kalah kemudian harus menjadi kucing, yang berarti harus mengejar anak-anak lain untuk disentuh. Hingga semua anak bisa terpegang sehingga permainan selesai. Dan kembali diulangi lagi. Anak-anak tentu menjadi sehat karena terus bergerak. Meski pun berkeringat dan berpakaian tradisional, mereka tetap saja senang untuk berlari.

Lalu ada permainan yang juga mengajarkan kekompakan, yakni Perepet Jengkol. Memang tidak ada jengkol, dalam permainan ini, hanya sebutan saja. Di kampung-kampung, biasanya anak-anak memainkan ini saat malam terang bulan.

Caranya, tiga anak berdiri saling membelakangi, tangan mereka saling berpegangan. Kemudian salah satu kaki, biasanya kaki kanan diangkat ke belakang lalu satu sama lainnya akan saling mengaitkan kaki membentuk pondasi atau anyaman sederhana.

Tangan kemudian saling melepaskan sehingga hanya tinggal kaki yang saling terkait. Lalu dengan menyanyikan lagu Perepet Jengkol, mereka mulai berputar sambil meloncat-loncat.

Semakin lama mampu mempertahankan kaitan kaki, maka akan semakin baik bahkan menjadi juara dalam permainan. Tapi biasanya tidak bisa bertahan lama, hanya dalam dua putaran saja kaitan kaki akan telepas dan merekapun akan jatuh. Tetapi tidak ada tangisan, semuanya ceria tertawa, saling mengenal satu sama lain meski baru bertemu di Kampung Bolang. tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top