Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Strategi Perdagangan

Perluasan Pasar Ekspor Mesti Dibarengi Hilirisasi

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - kj/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia perlu menyusun peta jalan (road map) yang komprehensif soal strategi perdagangan internasional, terutama upaya untuk memacu kinerja ekspor yang saat ini pertumbuhannya jauh di bawah impor.

Sejumlah kalangan mengemukakan salah satu upaya meningkatkan ekspor adalah membuka pasar baru di luar pasar utama. Namun, strategi ini mesti dibarengi dengan meningkatkan diversifikasi dan nilai tambah produk ekspor Indonesia. Oleh karena itu, hilirisasi harus didorong dan diperjelas implementasinya.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachma Hartanti, mengungkapkan sampai saat ini Indonesia tidak punya peta jalan perdagangan internasional yang jelas. "Sehingga terkadang bingung apa yang mau diperdagangkan mengingat komoditas unggulannya masih didominasi dengan komoditas ekstraktif," ujar dia, di Jakarta, Senin (25/3).

Rachma mengingatkan dalam konteks mendorong perdagangan internasional, Indonesia harus tahu apa yang menjadi kekuatannya, bukan sekadar asal buka pasar. Soal diversifikasi produk, perlu dikaji produk apa yang didiversifikasi. "Kita sudah bisa melakukan perdagangan komoditas baru apa? Agenda hilirisasi masih belum kelihatan komitmennya," tegas dia.

Hal senada dikemukakan pakar ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Imron Mawardi. Dia menambahkan untuk meningkatkan kinerja ekspor, selain membuka pasar baru, pemerintah jangan meninggalkan upaya meningkatkan nilai tambah komoditas, melalui hilirisasi industri.

"Dengan membangun dan mengembangkan hilirisasi industri, niscaya pemasukan ekspor akan jauh lebih besar, dan berpotensi memperbaiki defisit perdagangan," kata dia, ketika dihubungi, Senin (25/3).

Imron mengungkapkan problem klasik Indonesia selama ini hanya mengekspor komoditas mentah atau setengah jadi. Padahal, dengan perlambatan ekonomi global, dipicu perang dagang Amerika Serikat (AS)-Tiongkok, maka permintaan dari pasar utama yang merupakan kelompok negara industri akan turun.

Menurut dia, yang harus dilakukan adalah mengubah orientasi bisnis dengan hilirisasi. Ini sangat penting karena pengaruhnya akan sangat besar terhadap devisa.

Contoh sederhana, mobil yang komponennya didominasi baja. Dengan berat sekitar 1,2 ton, tentu nilainya setelah menjadi produk jadi bisa berlipat-lipat dari nilai baja 1,2 ton.

Oleh karena itu, kata Imron, perlu didorong upaya memberikan nilai tambah yang besar bagi komoditas mentah, dengan cara menciptakan berbagai produk turunan bahan utama ekspor Indonesia selama ini, seperti emas, tembaga, minyak sawit (CPO), dan lain-lain. Dari CPO saja ada ratusan produk turunan yang nilai ekonominya bisa sampai 10 kali lipat.

Terkait dengan perluasan pasar ekspor, pemerintah dikabarkan sedang fokus menjajaki perjanjian perdagangan dengan negara nontradisional seperti Asia Selatan dan Afrika, untuk meningkatkan kinerja perdagangan.

"Kita tetap mempertahankan pasar utama, tapi kita juga lakukan (perjanjian) ke pasar nontradisional," ungkap Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Arlinda, Senin (25/3).SB/ahm/ers/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top