Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perlu Edukasi Konsumsi Krim Kental Manis

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Edukasi terkait susu kental manis yang kemudian hanya boleh disebut krim kental manis selama ini dinilai belum berhasil. Temuan Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas), warga masih memberikan krim kental manis sebagai minuman anak selepas ASI. Padahal ini dapat menimbulkan stunting.

Ketua Kopmas, Rita Nurini, edukasi melalui media massa masih kurang efektif. Diperlukan campur tangan pemerintah di televisi. Sesuai Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, yang melarang visualisasi produk kental manis disetarakan dengan zat pelengkap gizi, layaknya produk susu lain memang sudah dijalankan produsen.

"Meski visualisasi produk kental manis dalam iklan sudah mulai menyesuaikan dengan yang tertera pada Peraturan BPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, yang masih luput dari pengawasan adanya iklan produk pada program TV atau sinetron yang melanggar ketentuan yang telah diterapkan BPOM," ujar dia dalam webinar Selasa (9/2).

Walau tidak ada lagi sebutan susu kental manis dan visualisasi anak-anak minum kental manis menggunakan gelas ataupun botol, bukan berarti tugas pemerintah selesai. Ada tanggung jawab terhadap masyarakat untuk mengedukasi secara terus menerus, untuk memperbaiki pemahaman masyarakat yang selama puluhan tahun dibodohi iklan.

"Karena itu kami meminta perhatian pemerintah dan juga produsen untuk ikut bertanggung jawab menyampaikan edukasi yang tepat tentang apa dan bagaimana kental manis boleh digunakan," jelas Rita. Ketua Badan Pengawas Iklan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Susilo Dwihatmanto, mengatakan, "Kalau melihat kondisi yang ada maka perlu meyakinkan agar BPOM dan juga produsen krim kental manis harus melarang iklan, dan perlu menyebutkan dalam iklan krim kental manis bukan untuk anak," ujar dia.

Pengamat kebijakan publik Safira Wasiat, edukasi yang dilakukan belum berhasil karena sebagian kurang membaca dan lebih banyak menonton TV. Oleh karena hal ini perlu ditangani dengan semacam iklan layanan masyarakat melalui media televisi sehingga lebih efektif. "Selain itu diperlukan partisipasi masyarakat untuk melawan iklan dan promosi yang keliru di masyarakat tentang kental manis. Inilah kenapa dibutuhkan lebih banyak upaya dari pemerintah, harus ada kolaborasi lintas kementerian untuk menyampaikan informasi ini," jelas Safira.

Safira mengusulkan agar pemerintah tahun ini memasukkan edukasi krim kental manis dalam program edukasi BKKBN. "Tahun ini koordinator pengentasan stunting itu BKKBN, bisa saja edukasi ini dikerjasamakan dengan BKKBN," ujar dia. Selain melalui BKKBN, langkah strategis yang juga bisa dilakukan pemerintah adalah mengedukasi tenaga kesehatan. Caranya dengan menerbitkan petunjuk teknis (juknis) atau pedoman khusus yang bersamaan dengan penanganan gizi buruk.

Sebagai catatan, konsumsi krim kental manis pada anak perlu dihilangkan. Menurut penelitian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Pimpinan Pusat Aisyiyah, kekerdilan (stunting) pada anak disebabkan oleh persepsi yang salah terhadap krim kental manis. Masyarakat berpandangan krim kental manis sebagai susu bernutrisi tinggi. Hay/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top