Perkuat Industri Tekstil Nasional dan Lawan Gempuran Impor
Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024).
JAKARTA - Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, menegaskan perlunya mempertahankan industri tekstil dalam negeri di tengah krisis yang menimpa PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Menurutnya, kasus Sritex menggambarkan tantangan besar bagi industri tekstil nasional, terutama akibat persaingan produk impor dengan harga murah.
"Industri tekstil nasional harus dipertahankan karena perannya vital bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat," ungkap Hardjuno dalam rilis pers yang diterima redaksi, Jumat (1/11). "Kita tidak bisa membiarkan produk impor, terutama dari Tiongkok, menghancurkan industri dalam negeri yang menjadi tumpuan ribuan buruh."
Hardjuno melihat restrukturisasi sebagai opsi penyelamatan terbaik bagi Sritex. "Keputusan pailit ini masih bisa dikaji ulang, sehingga membuka peluang bagi restrukturisasi. Dengan ini, Sritex dan ekosistem tekstil nasional bisa tetap bertahan," jelasnya.
Selain itu, ia menyarankan pendanaan alternatif ketimbang bailout negara. "Pendanaan melalui obligasi atau saham baru bisa membantu Sritex tanpa membebani negara," kata Hardjuno. "Ini memungkinkan perusahaan terus beroperasi dengan mandiri."
Hardjuno juga mengingatkan risiko yang dihadapi bank BUMN akibat utang Sritex yang besar. "Restrukturisasi utang bisa mengurangi kerugian bank BUMN, sehingga mereka tetap stabil dan dana publik terjaga," ujarnya.
Lebih jauh, Hardjuno mendesak pemerintah untuk menerapkan kebijakan perdagangan yang ketat demi melawan gempuran impor. "Insentif bagi produk lokal dan kebijakan protektif sangat dibutuhkan agar tekstil dalam negeri tetap kuat," tegasnya.
Redaktur : Eko S
Komentar
()Muat lainnya