Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Distribusi Energi - Hampir 60 Persen Penyaluran BBM Bersubsidi Tak Tepat Sasaran

Perketat Penyaluran BBM Subsidi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - DPR RI meminta pemerintah secepatnya merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM ketimbang sibuk mewacanakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebab, kenaikan harga BBM bersubsidi sangat sensitif bagi kenaikan inflasi, terutama dari sektor transportasi dan juga bahan pangan pokok.

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menegaskan revisi tersebut pilihan paling rasional di tengah pemulihan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat masih melemah akibat pandemi Covid-19 serta kenaikan harga barang kebutuhan pokok masyarakat, seperti minyak goreng, dan lain-lain.

"Selain itu, asalan lain adalah hampir 60 persen penyaluran BBM bersubsidi saat ini tak tepat sasaran. Belum lagi adanya dugaan kebocoran BBM bersubsidi ke industri dan ekspor ilegal ke negara tetangga," ujar Mulyanto di Jakarta, Senin (11/7).

Menurutnya, jika pembatasan dan pengawasan BBM bersubsidi ini dapat dilakukan dengan baik, negara bisa menghemat APBN lebih dari 50 persen.

Lebih lanjut, dia meminta pemerintah tak membandingkan harga BBM di Indonesia dengan negara maju. Namun, pemerintah cukup membandingkannya dengan harga BBM di negeri tetangga seperti Brunei dan Malaysia yang jauh lebih murah dibanding Indonesia.

Harga bensin di Brunei untuk RON 90 sebesar 3.800 rupiah per liter, dan untuk bensin RON 95 sebesar 6.900 rupiah per liter. Di Indonesia, BBM pertalite (RON 90) dijual 7.650 rupiah per liter. Karena itu, kalau pemerintah peka dan memiliki sense of crisis, regulasi terkait pembatasan penggunaan BBM bersubsidi ini, baik solar maupun pertalite, penting untuk segera ditetapkan.

Sebagai informasi, dalam Puncak Peringatan ke-29 Hari Keluarga Nasional pada 2022 di Medan, Sumatera Utara, Kamis (7/7), Presiden RI Joko Widodo kembali menyinggung tentang lonjakan harga BBM saat ini. Dalam kesempatan itu, presiden memberikan sinyal tentang kemungkinan kenaikan harga BBM di Indonesia bila beban APBN terlalu berat.

Aturan Teknis

Saat ini, pemerintah tengah menggodok revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengatur pembatasan penerima bahan bakar minyak bersubsidi dan penugasan, agar BBM jenis solar subsidi dan pertalite lebih tepat sasaran.

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Erika Retnowati, mengatakan revisi regulasi itu akan memuat aturan teknis terbaru terkait ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) pertalite.

"Di mana pada beleid saat ini, pertalite belum ada aturannya sehingga dengan revisi Perpres ini penyalurannya akan lebih tepat sasaran," ujarnya.

Lebih lanjut, Erika menjelaskan aturan saat ini untuk solar subsidi berdasarkan volume untuk transportasi darat, kendaraan pribadi plat hitam 60 liter per hari, angkutan umum orang atau barang roda 4 sebanyak 80 liter per hari, sedangkan angkutan umum roda 6 sebanyak 200 liter per hari. Sedangkan yang dikecualikan untuk kendaraan pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Defiyan Cori, berharap pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempertimbangkan opsi atau pilihan lebih masuk akal atau rasional untuk mengantisipasi potensi jebolnya alokasi subsidi energi yaitu melalui pendekatan marketing mix.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top