Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perkembangan Ilmu Pengetahuan setelah Astronomi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Astrofisika untuk Orang Sibuk

Penulis : Neil deGrasse Tyson

Penerbit : GPU

Cetakan : Pertama, 2018

Tebal : 146 Halaman

ISBN : 978-602-06-1632-2

Di antara segala ilmu pengetahuan, astronomi diakui dan tak diragukan sebagai paling megah, menarik, dan berguna. Sebab berdasarkan pengetahuan astronomi, sebagian besar pengetahuan tentang bumi ditemukan. Kemampuan manusia pun diperluas dengan besarnya gagasan-gagasan. Akal budi diangkat melebihi prasangka-prasangka rendah (James Ferguson).

Buku karya Neil deGrasse Tyson, seorang ahli astrofisika di American Museum of Natural History, New York, ini mencoba memberi pemahaman mengenai astrofisika. Dari awalnya terlihat sebagai ilmu yang rumit menuju pengetahuan ringan, sehingga lebih mudah dipahami. Ini terutama bagi orang yang benar-benar awam dengan astrofisika.

Buku ini mau membangun pemahaman dasar mengenai semesta, tidak hanya luar angkasa. Banyak yang berlaku di luar angkasa, juga berlaku di bumi. Memahami bumi dari angkasa pun dapat dilakukan.

Buku menyajikan tema-tema menarik untuk mengetahui jagat raya, keadaan sekitar, bahkan diri sendiri dan keterkaitannya dengan kosmik! Pembaca juga akan dibawa untuk menjadi sosok cerdas yang lebih bijaksana pada bab 12. Buku ini bisa dibaca tidak urut dari satu bab ke bab lainnya.

Sebagian besar yang terkandung pada bumi lebih dipahami karena astronomi mampu menjabarkan ruang, zat, dan energi. Bahkan hingga titik tersulit dan terjauh yang dapat diketahui manusia. Dengan demikian, percobaan-percobaan untuk kemajuan zaman dapat dilakukan. Astronomi juga menjawab yang awalnya tidak diketahui dan memberi solusi-solusi baru.

Terkadang sengaja maupun tidak, orang biasanya akan menatap langit dan melihat semesta. Di atas terlihat bulan, bintang-bintang, awan, atau matahari. Dengan mata telanjang, cahaya yang datang dari matahari akan membantu manusia melihat objek dengan jelas. Bahkan sekali-kali, orang dapat melihat pelangi yang menunjukkan tujuh spektrum warna berbeda-beda: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.

Keberadaan cahaya membantu manusia mengenali objek-objek sekitarnya. Coba bayangkan saja, jika segalanya terlihat gelap karena tidak ada cahaya, tentu manusia akan kesulitan berjalan, mencari makanan, dan kegiatan laina. Beruntung, ada cahaya di berbagai tempat. Bahkan, manusia mampu membentuk cahaya dengan mengumpulkan komponen-komponennya. Misalnya, lampu yang menyinari rumah, senter, maupun alat elektronik seperti gawai dan komputer.

Pernah, seorang bernama Harschel, penasaran mengenai suhu dari warna mejikuhibiniu itu apakah berbeda. Ia melakukan sebuah percobaan untuk membuktikan. Ternyata hasil yang dilakukan memperkuat dugaannya. Tiap warna memiliki suhu yang berbeda. Setelah hal tersebut diketahui, percobaan yang dilakukan terhadap cahaya semakin berkembang dan terciptalah penemuan-penemuan baru.

Dari percobaan yang dilakukan, rupanya Harschel juga menemukan sebuah cahaya yang tak tampak. Dia bisa dikatakan sebagai "sinar dari matahari dengan momentum sedemikian sehingga tak cocok dengan penglihatan manusia". Pada saat itu, tanpa sengaja dia menemukan "infra" merah, cahaya di bawah warna merah dengan percobaannya (hal 98-99).

Tidak berhenti begitu saja. Pada 1801, Johann Wilhelm Ritter menemukan berkas cahaya tak tampak lainnya. Cahaya di luar ungu, "ultra" ungu, yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan untraviolet. Pengetahuan semakin lama tambah berkembang. Hingga sekarang sudah diketahui bahwa spektrum elektromagnetik beranekaragam: gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, "mejikuhibiniu," ultraungu, sinar X, dan sinar gamma (hal 99).

Pengetahuan-pengetahuan yang telah ditemukan akhirnya digunakan manusia untuk mempermudah kehidupan. Misalnya, cahaya telah bisa digunakan untuk berbagai bidang baik kesehatan, industri, perumahan, maupun teknologi.

Diresensi Khoirul Muttaqin, Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Malang

Komentar

Komentar
()

Top