Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perjuangan Perajin Disabilitas Jepang untuk Raih Pengakuan

Foto : AFP/Philip FONG

Perajin Disabilitas l Naoko Saito, penyandang disabilitas di Jepang, sedang sibuk membuat aneka kerajinan tangan di sebuah bengkel di Kota Hachioji, Tokyo, pada 15 November lalu. Karya para penyandang disabilitas ini nantinya akan didistribusikan ke toko-toko yang mau menjualnya dengan harga pantas.

A   A   A   Pengaturan Font

Di sebuah lingkungan Tokyo yang trendi, pelanggan melihat-lihat barang dagangan di Majerca, toko yang dipenuhi barang-barang kerajinan tangan mulai dari syal hingga barang pecah belah, semuanya diproduksi oleh penyandang disabilitas.

Toko dan bengkel tempat barang-barang itu diproduksi, adalah bagian dari gerakan kecil namun terus berkembang di Jepang yang bertujuan untuk mempromosikan pekerjaan bagi penyandang disabilitas.

Meskipun menjadi satu-satunya negara yang menjadi tuan rumah Paralimpiade dua kali, dan memiliki komitmen publik dari pemerintah untuk mengintegrasikan penyandang disabilitas, para aktivis dan pakar mengatakan tempat kerja di Jepang jarang dapat diakses oleh mereka.

Faktanya, subsidi publik untuk penyandang disabilitas secara umum dipahami sebagai penerima adalah mereka yang tinggal diam di rumah dan para aktivis mengatakan hanya ada sedikit dukungan bagi mereka yang mencari pekerjaan aktif.

Itu kerugian besar bagi masyarakat, menurut Miho Hattori, yang bekerja dengan beberapa produsen di bengkel yang memasok Majerca.

"Beberapa pekerja di sini memiliki karier lebih dari 30 tahun, dan mereka sangat berpengalaman sehingga kami harus menyebut mereka sebagai perajin," kata Hattori.

Saat ini ada sekitar dua lusin karyawan dengan beragam disabilitas yang bekerja di bengkelnya.

Di satu area, terlihat seorang pria menyaring bubur kertas dan menekan kertas untuk jadikan bahan bagi kartu nama, sementara di tempat lain seorang perempuan sibuk memintal benang dari wol mentah dan yang lain sibuk mengerakkan alat penenun kayu untuk membuat bentangan kain yang indah.

"Saya membuat kain untuk stola (syal atau selendang panjang dan lebar), menggunakan wol untuk kain dan kapas untuk lungsin," Ayame Kawasaki, 28 tahun, penderita down syndrome. "Saya suka menenun," imbuh dia.

Bengkel-bengkel ini menurut Hattori menjual tas dan stola ke toko-toko dan galeri, dengan barang-barang berharga beberapa ribu yen. Setelah dipotong biaya untuk bahan, setiap pekerja dapat menghasilkan sekitar 15.000 yen (130 dollar AS) per bulan, jumlah yang digambarkan Hattori sebagai amat memilukan.

Menurut kementerian kesejahteraan, semua ini bukan sumber pendapatan utama yang layak bagi para pekerja yang berhak atas dukungan pemerintah, dan angka tersebut kira-kira adalah pendapatan rata-rata nasional untuk penyandang disabilitas.

"Karya dan produk mereka sangat berharga tetapi tetap tidak dilirik orang," kata Mitsuhiro Fujimoto, pendiri Majerca.

Harga yang Pantas

Fujimoto terinspirasi untuk meluncurkan toko tersebut setelah membeli mainan kayu yang kemudian dia temukan dibuat oleh pekerja dengan disabilitas.

Majerca memberikan sekitar 60-70 persen dari harga produk kembali ke produsen dan Fujimoto mengatakan dia mendorong perajin untuk menghargai pekerjaan mereka dan menuntut bayaran yang adil, bukan hanya amal.

"Kadang-kadang, saya menaikkan harga lebih dari lima kali lipat pada sesuatu barang yang awalnya dihargai hanya 500 yen," kata dia.

Rumah mode Heralbony, yang memproduksi barang-barang kelas atas yang bekerja dengan sekitar 150 desainer penyandang disabilitas, juga memberi harga yang pantas pada produknya pada tingkat yang dikatakan mencerminkan penghargaan atas pekerjaan para karyawannya.

Rumah mode ini telah mengorganisir toko pop-up di department store mewah, menampilkan pakaian berwarna-warni di samping produk dari jenama top seperti Hermes dan Louis Vuitton.

"Kami menawarkan dasi seharga 24.200 yen dan blus lebih dari itu," kata juru bicara Miu Nakatsuka sembari mengatakan bahwa harga yang ditawarkan sudah cukup murah.

Heralbony mengatakan para pekerjanya menerima biaya lisensi setidaknya lima persen dari harga barang, dan terkadang 10-30 persen, melebihi rata-rata industri lokal sebesar tiga persen.

Terlepas dari kendala pekerja, bisnis Heralbony, yang didirikan tiga tahun lalu, sejauh masih menguntungkan. Perusahaan ini bahkan berencana untuk memperluas ke item interior dan furnitur tahun ini.

Sementara itu sebagai pendiri Majerca, Fujimoto, percaya memamerkan produk karya pekerja penyandang disabilitas akan membantu menantang stereotip tentang bekerja dengan disabilitas.

"Dengan mengunjungi Majerca, saya berharap orang-orang akan melihat apa yang mereka lakukan, dan apa yang dapat mereka lakukan, dan mulai berpikir apakah mereka diperlakukan secara adil," pungkas dia. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top