Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja Perdagangan

Perjalanan Negara Eksportir Menjadi Importir

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah harus lebih agresif mencari solusi mengingat potensi defisit pada triwulan IV - 2019 cukup besar.

Pemerintah selayaknya mengambil langkah-langkah strategis untuk memperbaiki neraca perdagangan nasional. Pasalnya, neraca perdagangan berpeluang kembali mengalami defisit pada triwulan ke IV tahun ini karena meningkatnya impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan barang konsumsi.

Dalam dua tahun terakhir ekspor non migas Indonesia mengalami penurunan yang cukup tajam. Padahal pada 2017 lalu ekspor non migas masih tumbuh 15,8 persen, namun pada 2018 mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Begitupun, persoalan itu berlanjut hingga periode Januari-Juni 2019. Kendatipun Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa surplus perdagangan Juni sebesar 200 juta dollar AS, namun faktanya surplus itu dinilai oleh sejumlah kalangan masih bersifat semu, karena ekspor dan impor sama-sama mengalami penurunan.

Mestinya surplus itu ialah ekspor meningkat dan impor turun, namun faktanya keduanya sama-sama turun. Nilai ekspor Indonesia Juni 2019 mencapai 11,78 miliar dollar AS atau menurun 20,54 persen dibanding ekspor Mei 2019. Demikian pula jika dibandingkan Juni 2018 menurun 8,98 persen.

Baca Juga :
Rupiah Masih Tertekan

Ekspor non migas Juni 2019 mencapai 11,03 miliar dollar AS, turun 19,39 persen dibanding Mei 2019. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas Juni 2018, turun 2,31 persen. Sementara menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari-Juni 2019 turun 4,59 persen, dibanding periode yang sama tahun 2018. Demikian juga ekspor hasil pertanian turun 1,03 persen, dan ekspor hasil tambang dan lainnya turun 15,44 persen.

Penurunan terbesar ekspor non migas Juni 2019 terhadap Mei 2019 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar 336,9 juta dollar AS (16,31 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada perhiasan atau permata sebesar 368,1 juta dollar AS (88,66 persen).

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Juni 2019 mencapai 80,32 miliar dollar AS atau menurun 8,57 persen dibanding periode yang sama tahun 2018, demikian juga ekspor nonmigas mencapai 74,21 miliar dollar AS atau menurun 6,54 persen.

Apabila ekspor mengalami penurunan, hal serupa juga terjadi pada impor nonmigas. Meskipun impor nonmigas Juni 2019 mencapai 9,87 miliar dollar AS atau turun 20,55 persen dibanding Mei 2019, namun jika dibandingkan Juni 2018 tetap mengalami kenaikan sebesar 8,15 persen.

Secara keseluruhan nilai impor Indonesia, pada Juni 2019 mencapai 11,58 miliar dollar AS atau turun 20,70 persen dibanding Mei 2019, namun jika dibandingkan Juni 2018 naik 2,80 persen. Menurut sejumlah kalangan, pemerintah harus lebih ekspansif lagi mencari peluang pasar baru, meninggalkan pasar tradisional.

"Pemerintah harus lebih agresif mencari solusi mengingat potensi defisit pada triwulan IV cukup besar karena kebutuhan BBM impor meningkat yang disertai dengan impor barang konsumsi jelang libur Natal,"ungkap Pengamat Ekonomi, Bhima Yudisthira.

Proteksi Pasar

Selain aktif mencari pasar baru, pemerintah juga harus melindungi pasar dalam negeri. Belum meredanya tensi perang dagang AS dan Tiongkok memaksa pemerintah untuk benar-benar melindungi pasar domestik.

Untuk proteksi pasar, pilihannya bisa berupa hambatan non tarif, bagi negara yang sudah memiliki kesepakatan dagang dengan Indonesia, termasuk Tiongkok. Hal itu untuk mengantisipasi membanjirnya barang impor.

Adapun Tiongkok merupakan pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-Juni dengan nilai mencapai 20,63 miliar dollar AS (28,91 persen). Setelah itu baru disusul Jepang 7,66 miliar dollar AS (10,73 persen), dan Thailand 4,62 miliar dollar AS (6,48 persen). Impor non migas dari Asean 19,44 persen, sementara dari Uni Eropa 8,20 persen.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat industri dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk impor. Kemenperin mengakui jika impor komponen sejumlah produk sangatlah tinggi, bahkan lebih dari 60 persen. Itu seperti yang terjadi pada produk pompa air. ers/E-12

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top