Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kepastian Hukum I IKN Bukan Sekadar Keputusan Seorang Presiden Joko Widodo

Pergantian Presiden Tidak Pengaruhi Pembangunan IKN

Foto : ISTIMEWA

Deputi Bidang Pendanaan dan In­vestasi Otorita IKN Nusantara, Agung Wicaksono, mengatakan IKN bukan hanya sekadar keputusan seorang Pre­siden Joko Widodo (Jokowi) semata, ka­rena sejak era Presiden Soekarno pun telah mempunyai visi untuk memindah­kan Ibu Kota ke Kalimantan.

A   A   A   Pengaturan Font

» Jakarta sudah tidak bisa lagi mengantisipasi perkembangan demokrasi dan perekonomian secara nasional.

» Otorita memastikan keberlanjutan pembangunan dan kenyamanan para investor dalam berinvestasi.

JAKARTA - Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Asean Investment Forum hari kedua di Jakarta, Minggu (3/9), memastikan pergantian Presiden Republik Indonesia (RI) tahun depan tidak akan mempengaruhi kebijakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita IKN Nusantara, Agung Wicaksono, mengatakan IKN bukan hanya sekadar keputusan seorang Presiden Joko Widodo (Jokowi) semata, karena sejak era Presiden Soekarno pun telah mempunyai visi untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan.

Rencana tersebut juga pernah digagas pada era Presiden Soeharto. Begitu juga pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memulai diskusi mengenai agar pembangunan lebih merata. "Presiden Jokowi yang memutuskan menjadi undang-undang. Poin kedua undang-undang, pertama bukan hanya satu presiden saja dan undang-undang didukung sangat kuat di parlemen," jelas Agung.

Kalau Presiden berganti, maka undang-undang mengenai IKN juga tidak bisa diubah langsung oleh presiden baru terpilih, melainkan harus disertai dengan persetujuan parlemen.

Tidak hanya itu, Otorita IKN juga menilai bahwa tiga bakal calon presiden, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan dinilai mendukung dan tidak menolak undang-udang mengenai IKN. "Buat kita hanya mengerjakan saja sebagai profesional, dan kami yakin karena ini sudah dikuatkan oleh undang-undang dan merupakan cita cita jangka panjang dari presiden pertama dan terakhir para (calon) pemimpin masa depan punya dukungan," tegasnya.

Mengenai investasi pihak swasta pada pembangunan IKN terutama untuk sektor yang tidak dibiayai oleh APBN, Agung menyampaikan bahwa pihaknya memastikan pihak swasta terlebih dahulu mampu memenuhi ketentuan mengenai tata ruang dan harus mampu memberikan nilai tambah terbesar untuk negara.

"Hal yang terpenting koordinasi di lapangan untuk pembangunan karena banyak, ada APBN, swasta. Karena itu, kita yakin sebenarnya IKN bukan sesuatu yang harus dikerjakan selesai dalam waktu singkat, tapi harus teratur antara para kontraktor di lapangan agar bisa terkoordinasi," kata Agung.

Direktur Pusat Studi Islam dan Demokrasi (PSID), Nazar EL Mahfudzi, yang diminta pendapatnya mengatakan semestinya tidak ada lagi wacana apakah IKN akan lanjut pascasuksesi pemerintahan 2024. Sebab, Jakarta sudah tidak bisa lagi diharapkan mengantisipasi perkembangan demokrasi dan perekonomian secara nasional.

Menurut Nazar, sejarah Republik Indonesia telah menunjukkan sejak founding fathers sudah membayangkan Ibu Kota baru menggantikan Jakarta yang saat ini sudah sukses dimulai oleh Presiden Jokowi.

"Saat ini sedang berlangsung proses demokrasi di parlemen terkait revisi UU IKN. Tapi, soal Ibu Kota baru semestinya tidak jadi konsumsi politik, masih banyak masalah politik lain yang perlu didekati oleh semua partai dan capres, yakni masalah kemiskinan, energi terbarukan, dan keluar dari jebakan middle income trap," kata Nazar.

Jakarta Tidak Kuat

Kualitas demokrasi, menurut Nazar, tergantung pada semua pemain politik untuk mencurahkan energinya pada isu-isu yang memajukan bangsa secara fundamental. Satu dekade lalu, Indonesia dibawa oleh politisi memasuki alam bahaya demokrasi yang mempertajam perbedaan SARA. Hari ini, seharusnya politisi menemukan isu yang lebih tajam terkait kepentingan fundamental masyarakat dan tidak menjadikan apakah Ibu Kota jadi pindah dari Jakarta atau tidak.

"Kalau tanya pada hati nurani pasti setuju bahwa Jakarta sudah tidak kuat lagi menanggung beban demokrasi dan ekonomi. Sudah terlalu bising di Jakarta bagi demokrasi dan sudah terlalu padat bagi ekonomi," papar Nazar.

Peneliti Pusat Riset dan Pengabdian Masyarakat (PRPM) Institut Shanti Bhuana, Bengkayang, Kalimantan Barat, Siprianus Jewarut, dalam kesempatan terpisah mengatakan upaya Otorita IKN dalam memastikan keberlanjutan dari megaproyek IKN harus terus didukung.

Dalam memberi kepastian pembangunan IKN di tengah konstelasi politik Tanah Air yang saat ini semakin memanas, sangat tidak mudah untuk dilakukan. "Gonjang-ganjing kepentingan dengan membawa banyak isu politik dalam tahapan pembangunan IKN menjadi hal yang riskan, terutama dalam memastikan keberlanjutan proses pembangunan dan kenyamanan para investor dalam berinvestasi," papar Siprianus.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top