Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pusat Alam Semesta

Perdebatan Teori Pusat Alam Semesta pada Abad Pertengahan

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Eropa pada Abad Pertengahan diwarnai dengan perdebatan antara Bumi atau Matahari sebagai pusat dari tata surya. Pendapat Aristoteles yang kuat di masyarakat, membuat teori heliosentris mendapatkan penentangan yang kuat.

Untuk waktu yang lama, kepercayaan umum adalah bahwa Matahari berputar mengelilingi Bumi dan karena itu planet kita adalah pusat alam semesta. Pandangan itu sebagian besar didasarkan pada akal sehat orang secara intuitif berpikir bahwa Bumi itu diam dan Matahari yang bergerak.

Apa yang disebut pandangan dunia geosentris ini dipegang oleh sebagian besar filsuf dan cendekiawan Yunani kuno. Beberapa, seperti Philolaus (pengikut Pythagoras) dan astronom Aristarchus dari Samos, memiliki pandangan yang berbeda. Tetapi terutama di bawah pengaruh Plato, Aristoteles, dan kaum Stoa, geosentrisme terus mendapat dukungan paling besar.

Begitu pula astronom Yunani kuno besar terakhir,Claudius Ptolemy (87-150). Dalam bukunya Almagest, dia memberikan deskripsi matematis tentang orbit planet berdasarkan pandangan dunia geosentris, yang memungkinkan perhitungan posisi planet di masa depan.

Ini juga dikenal sebagai pandangan dunia Ptolemeus. Karyanya digunakan oleh para astronom Arab dan Eropa pada abad pertengahan, meskipun akhirnya menjadi jelas bahwa teorinya tidak begitu akurat. Ia hanya mengandalkan dua pengamatan umum mendukung pandangan bahwa Bumi adalah pusat dari alam semesta.

Pengamatan pertama adalah bintang-bintang, Matahari dan planet-planet tampak berputar mengitari Bumi setiap hari, membuat Bumi adalah pusat sistem ini. Lebih lanjut, setiap bintang berada pada suatu bulatan stelar atau selestial (stellar sphere atau celestial sphere), di mana Bumi adalah pusatnya, yang berkeliling setiap hari, di sekitar garis yang menghubungkan kutub utara dan selatan sebagai aksisnya.

Bintang-bintang yang terdekat dengan khatulistiwa tampak naik dan turun paling jauh, tetapi setiap bintang kembali ke titik terbitnya setiap hari. Observasi umum kedua yang mendukung model geosentrik adalah bumi tampaknya tidak bergerak dari sudut pandang pengamat yang berada di Bumi, bahwa Bumi itu solid, stabil dan tetap di tempat.

Model geosentrik biasanya dikombinasi dengan suatu Bumi yang bulat oleh filsuf Romawi kuno dan abad pertengahan. Ini tidak sama dengan pandangan model Bumi datar yang disiratkan dalam sejumlah mitologi, sebagaimana juga dalam kosmologi kitab-kitab suci dan Latin kuno.

Koreksi

Pandangan geosentrik Ptolemaeus dikoreksi oleh seorang astronom Polandia, Nicolaus Copernicus (1473-1543). Ia merumuskan teori yang sama sekali baru dengan menunjukkan bahwa gerakan kompleks benda langit dapat dipahami jauh lebih baik jika diasumsikan bahwa Bumi berputar pada porosnya dalam sehari.

Hal ini ini seperti planet lain, berputar mengelilingi Matahari dan hanya Bulan yang benar-benar berputar mengelilingi Bumi. Berdasarkan model heliosentris (dari kata helios yang artinya Matahari) tersebut dia mencoba membuat prediksi yang lebih akurat.

Copernicus bekerja selama tiga puluh tahun pada sebuah buku di mana dia mempresentasikan temuannya dengan judul De Revolutionibus Orbium Coelestium artinya Tentang Revolusi Bola Langit. Khawatir akan tantangan dan kesalahpahaman dan juga karena dia selalu ingin memperbaiki perhitungannya, dia terus menunda penerbitan buku itu.

Ia mengumpulkan bukti untuk mendukung suatu teori yang revolusioner bahwa Bumi bukan pusat yang tidak bergerak dari alam semesta tetapi, sebenarnya, bergerak mengitari Matahari. Teori ini bertentangan dengan ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan Ptolemeus.

Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" ketika itu bahwa Matahari terbit di timur dan bergerak melintasi angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan Bumi tetap tidak bergerak.

Sebenarnya Copernicus bukanlah orang yang pertama yang menyimpulkan bahwa Bumi berputar mengitari Matahari. Astronom Yunani Aristarkhus dari Samos telah mengemukakan teori ini pada abad ketiga sebelum Masehi. Para pengikut Pythagoras telah mengajarkan bahwa Bumi serta Matahari bergerak mengitari suatu api pusat.

Akan tetapi, Ptolemeus menulis bahwa jika Bumi bergerak, binatang dan benda lainnya akan bergelantungan di udara, dan Bumi akan jatuh dari langit dengan sangat cepat. Ia menambahkan, sekadar memikirkan hal-hal itu saja terlihat konyol.

Ptolemeus mendukung gagasan Aristoteles bahwa Bumi tidak bergerak di pusat alam semesta dan dikelilingi oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan bola-bola itu tertancap Matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia menganggap bahwa pergerakan bola-bola bening inilah yang menggerakan planet dan bintang.

Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet. Untuk menopang teorinya, Copernicus merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu.

Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini memungkinkan dia menghitung jarak relatif antara planet-planet dan Matahari. Selama bertahun-tahun, ia berupaya menentukan secara persis tanggal-tanggal manakala para pendahulunya telah membuat beberapa pengamatan penting di bidang astronomi.

Diperlengkapi dengan data dari alat sederhana, Copernicus mulai mengerjakan dokumen kontroversial yang menyatakan bahwa Bumi dan manusia di dalamnya bukanlah pusat alam semesta. Pandangan Copernicus telah dikenal di kalangan terpelajar meski bukunya belum diterbitkan.

Reformator besar Martin Luther mengkritiknya, karena Bumi yang bergerak dan matahari yang tidak bergerak akan bertentangan dengan bagian-bagian tertentu dalam Alkitab.

Teolog Lutheran Andreas Osiander, yang telah mengoreksi bukti-bukti De Revolutionibus, menyediakan buku itu dengan kata pengantar di tangannya sendiri. Di dalamnya ia menekankan bahwa teori heliosentris belum tentu benar, tetapi berguna sebagai konstruksi matematis untuk menghitung posisi planet.

Copernicus tentu tidak setuju dengan pandangan mereka, hal ini ini terlihat dari isi De Revolutionibus. Namun dia sudah sakit parah saat itu dan meninggal tak lama setelah bukunya diterbitkan. Namun apa yang dikemukakan Copernicus membuat pada ilmuwan ilmuwan Eropa berani mempertanyakan pengetahuan kuno dari geosentris.

Dalam dekade-dekade berikutnya, orang semakin jarang menganggap kebenaran absolut dari tulisan-tulisan kuno dan semakin banyak orang mulai melakukan lebih banyak penelitian sendiri, dengan mengamati, mengukur, dan bereksperimen. Ini juga dikenal sebagai empirisme, aliran filsafat yang mengatakan bahwa indera manusia adalah sumber pengetahuan. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top