Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Program Strategis I BIN Deteksi Dini Adanya Dugaan Kartel di Sektor Bisnis Perikanan

Percepat Industrialisasi Perikanan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Titik berat dari arah kebijakan kelautan dan perikanan nasional dinilai tak jauh berubah dari kebijakan sebelumnya, yaitu mendorong tingkat produksi.

Jakarta - Pemerintah didesak memiliki program strategis yang mengarah pada pengembangan industrialisasi perikanan di Tanah air. Sebab, saat ini, program tersebut dinilai baru sebatas pada upaya menggenjot produksi.

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018, tidak menapaki jalan menuju Industrialisasi Perikanan Indonesia. Padahal, menurut KNTI, Peta Jalan Industrialisasi Perikanan telah dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden No 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden No 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.

"Beberapa program strategis untuk membangun industri perikanan seperti revitalisasi galangan kapal nasional, dan upaya pemberdayaan koperasi nelayan tidak diusulkan pemerintah dalam RKP 2018," ujar Ketua DPP KNTI, Marthin Hadiwinata, di Jakarta, Minggu (16/7).

Selain itu, ujar dia, dari berbagai program nasional yang diusulkan, titik berat dari arah kebijakan kelautan dan perikanan nasional masih tidak jauh berubah dari kebijakan sebelumnya, yaitu untuk mendorong tingkat produksi.

"Hal ini terlihat dari program prioritas mengenai peningkatan produksi pangan yang mendorong produksi ikan 17,3 juta ton," ungkapnya.

Dia berpendapat produksi ikan yang dipatok mencapai 17,3 juta ton per tahun tidak realistis mengingat berbagai permasalahan pada pengelolaan perikanan, seperti terkait masalah alih alat tangkap, dan pengelolaan sumber daya perikanan yang dinilai telah melebihi kapasitas dan serta pemberdayaan nelayan seperti pengelolaan usaha perikanan berbasis koperasi dan akses terhadap permodalan.

Sebelumnya, KNTI juga menilai kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang membuka data sistem pengawasan kapal perikanan tanpa ada pembatasan, yang ketat, mengancam industrialisasi perikanan. Hal tersebut, menurut KNTI, karena dengan dibukanya akses bebas terbuka terhadap data pergerakan kapal akan menyulitkan pengelolaan perikanan dengan pembatasan akses kapal terhadap sumber daya perikanan yang dinilai memiliki potensi tinggi tersebut.

KNTI memperingatkan negara-negara maju hingga hari ini masih membatasi pembukaan data sistem pengawasan kapal perikanan (vessel monitoring system), namun dapat diakses untuk kepentingan tertentu.

Dugaan Kartel

Sementara itu, Badan Intelijen Negara (BIN) mendeteksi dini adanya dugaan kartel di sektor bisnis perikanan sehingga menyebabkan terganggunya keamanan. Hal itu diungkapkan Deputi VI Bidang Komunikasi dan Informasi BIN, Sundawan Salya, melalui keterangan tertulis, di Jakarta, akhir pekan lalu, mengutip menyatakan pernyataan dari Kepala BIN, Budi Gunawan (BG).

"Statement beliau (Kepala BIN) merupakan hasil deteksi dini dan memberikan peringatan dini kepada masyarakat, mari menjadi bagian dari solusi, jangan bagian dari masalah. Kita harus jadi satu menyelesaikan persoalan ini. Jangan sampai ada yang jadi korban, baik nelayan maupun pemerintah," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala BIN, Budi Gunawan (BG), menyatakan ada kekuatan kartel yang ingin menyingkirkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, dari posisi menteri. Bahkan, BG menyebut salah satu serangan balik terhadap Susi adalah dengan sejumlah demo nelayan beberapa waktu lalu. mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top