Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perang Tarif di Industri Seluler Berpotensi Menular ke Internet Fixed Broadband

Foto : Istimewa.

Ilustrasi-Kabel Internet.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia memang merupakan pangsa pasar yang besar bagi bisnis internet. Dari 250 juta lebih penduduk di Indonesia, jumlah pengguna internet di negeri ini pada 2022 menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencapai 210 juta orang.

Dari total pengguna itu, APJII mengungkapkan hanya 14,5 persen yang memiliki fasilitas fixed broadband. Dengan demikian potensi pelanggan di bisnis ini masih terbuka lebar. Dengan peluang pasar yang besar, maka persaingan diantara para penyedia layanan juga semakin ketat.

Di wilayah Jabodetabek, saat ini terdapat sejumlah pemain utama penyedia layanan fixed broadband, seperti IndiHome, First Media, Biznet, MyRepublic, MNC Play, CBN, Link Net, Bnefit, dan Oxygen. Operator selular seperti XL Axiata dengan XL Home dan Indosat Ooredoo Hutchison dengan Hifi juga tak mau kalah. Sedangkan penyedia listrik PLN juga tidak mau ketinggalan melalui anak usaha dengan nama Icon+ melalui bendera Iconnet.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif mengatakan, sebagian besar rumah tangga Indonesia sudah atau akan segera memiliki akses ke penyedia layanan broadband tetap yang cepat dan andal. Hal ini tentu saja membuat kompetisi penyedia jaringan internet bahkan tidak hanya di Pulau Jawa.

"Kompetisi sudah meluas sampai ke luar Pulau Jawa, dengan semakin banyaknya peralihan aktivitas masyarakat dari offline ke online. Meski demikian, perang harga layanan fixed broadband masih dalam batas wajar dan APJII sangat mendukung agar pemerintah terus mengawasi dan menjaga iklim kompetisi bisnis FBB yang sehat," ujar dia di Jakarta Selasa (25/10).

Persaingan Ketat

CEO Selular, Uday Rayana mengatakan, persaingan yang menjurus ketat dapat memicu perang tarif seperti yang terjadi pada industri selular dapat menular ke layanan jaringan pita lebar tetap (fixed broadband). Dari 12 negara di Asia Tenggara, tarif internet Indonesia menduduki posisi paling buncit. Nilai rata-rata tarif internet di Indonesia yakni 6.028 rupiah per 1 Gigabyte (GB) dan Vietnam yang menduduki posisi ke-11 nilainya 7.030 per 1 GB.

Setelah itu, tarif internet 10 negara lainnya di Asia Tenggara harganya sudah lebih dari 11.000 per 1 GB. Tarif internet paling mahal yakni Brunei Darussalam yakni Rp 32.014 per 1 GB. Tidak heran, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam Selular Congress 2022 menyebut tarif internet di Indonesia paling murah di Asia Tenggara yang dapat mengganggu kesehatan kinerja pelaku industri.

"Persaingan ketat antar pemain fixed broadband menjadikan harga sebagai instrumen utama memenangkan pasar. Dengan ratusan penyelenggara yang ada di bisnis ini, potensi munculnya perang tarif, dapat saja terjadi," ujar dia.

Padahal menurut Uday, pembangunan infrastruktur penyediaan akses internet ini tidaklah murah. Sejumlah pemerintah daerah bahkan memungut tarif kepada penyedia jasa internet yang akan membangun infrastruktur jaringan.

"Di sisi lain perizinan yang diberlakukan dinilai cukup rumit. Padahal akses internet kini sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat. Sehingga seharusnya penyedia jaringan diberikan keleluasaan," terang dia.

Meski persaingan kini menjurus ketat, Uday berharap agar penyedia jasa fixed broadband tidak semata mengandalkan tarif murah sebagai instrumen utama dalam menarik pelanggan. Pasalnya, tarif murah akan menjadikan industri strategis ini menjadi tidak sehat.

Tiga Strategi

Uday menambahkan, belajar dari persaingan tarif di industri seluler yang membuat operator berdarah-darah, maka kunci untuk untuk bisa tetap survive, operator perlu menerapkan tiga strategi secara konsisten.

Pertama, penerapan tarif harus terjangkau (affordable) oleh masyarakat. Jika terlalu murah namun tidak wajar, maka selintas bagus untuk konsumen. Namun itu hanya bersifat jangka pendek, karena jangka panjangnya operator terancam bangkrut.

Kedua, harus sustainable. Artinya, industri harus sustain atau berkelanjutan. Operator yang beroperasi harus mampu bertahan. Karena jika collapse, masyarakat juga akan dirugikan atau kualitas layanan bisa menurun.

Ketiga, harus merata. Artinya, operator harus membangun di semua wilayah sehingga ketersediaan layanan menjadi merata ke seluruh wilayah Indonesia.

Vice President Marketing Management Telkom, E Kurniawan menuturkan saat ini kondisinya belum semua operator melakukan pembangunan yang merata, sesuai lisensi yang dimiliki. Padahal akses internet yang merata dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia.

Mahalnya pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur jaringan internet tentu saja IndiHome rasakan. IndiHome memiliki coverage area yang terluas di Indonesia bahkan di 10 pulau terluar di Indonesia.

Peningkatan Layanan

IndiHome juga telah membentangkan serat optik sepanjang 170.885 kilometer (106.185 kilometer serat optik domestik dan 64.700 kilometer serat optik internasional) atau setara dengan 4 kali keliling bumi. Selain itu IndiHome memiliki kekuatan layanan yang prima dengan dukungan lebih dari 16.800 teknisi.

"IndiHome terus berupaya untuk mengembangkan peningkatan layanan. Kami menghadirkan berbagai inovasi yang mengutamakan kepuasan pelanggan. Selain program UL:DL dan HSSP, kami juga mengembangkan digitalisasi layanan hingga customer care, Ini menjadi solusi IndiHome kepada pelanggannya yang kebutuhan konsumsi internetnya kian terus meningkat" ungkapnya.

Meski demikian, IndiHome memiliki cara unik untuk menggaet pelanggan dengan mengusung konsep Window of Entertainment. Misalnya menyediakan konten menarik yang bekerja sama dengan 14 OTT partner seperti Netflix, MOLA, Vidio, WeTV, serta memiliki variasi paket sesuai kebutuhan pelanggan, mulai dari paket 30 Mbps hingga 300 Mbps.

Ketua Umum Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno mengatakan untuk berlangganan jaringan fixed broadband konsumen akan cenderung melakukan survei dahulu mulai ada tidaknya jaringannya hingga kualitasnya sebelum memutuskan berlangganan. Hal ini karena jika sudah berlangganan dan ternyata kurang memuaskan maka akan sangat sulit untuk beralih ke produk lainnya.

"Untuk menjaga para pelanggannya maka penyedia layanan internet fixed broadband harus kreatif. Misalnya menjaga kualitasnya serta menawarkan paket bundling dengan berbagai layanan streaming untuk menjaga pelanggan maupun menggaet pelanggan baru," tandasnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top