Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perang Dagang AS-Tiongkok

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok kian bergolak. Keduanya saling menggertak dengan menaikkan tarif impor sejumlah produk. Bahkan, ketika salah satu negara baru akan mengancam sudah muncul ancaman tandingan. Memang, untuk sementara ini kedua negara baru membeberkan produk-produk yang dijadikan alat berperang. Namun, untuk jangka menengah, kekhawatiran bakal memengaruhi transaksi, tidak tertutup kemungkinan terjadi. Setidaknya, harga-harga produk yang menjadi amunisi perang dagang bakal mahal.

Lebih dari itu, jika memang terjadi penurunan permintaan, efeknya bukan saja pada kedua negara, tapi merembet ke negara-negara lain. Itulah sebab, Badan Perdagangan Dunia (WTO) memprediksi, perang dagang AS-Tiongkok akan menurunkan pertumbuhan global. Ya, perang dagang AS-Tiongkok dipastikan memicu krisis global. Sebab, mereka tidak akan mau sendirian merasakan dampaknya. Kedua negara pasti minta dukungan mitra-mitra dan berupaya memengaruhi pasar dunia melalaui serangkaian strategi. Dengan kata lain, AS dan Tiongkok membutuhkan waktu untuk mendapat penengah guna menyelesaikan kebuntuan.

Situasinya akan semakin membahayakan karena dalam jangka pendek saja, terutama berkaitan dengan sentimen pasar, sudah mencuat sejumlah masalah, seperti anjloknya indeks harga saham bursa efek. Bahkan, saham pabrikan pesawat asal AS, Boeing Co, menukik tajam ketika pemerintah Tiongkok mengumumkan rencana pengenaan tarif impor sebesar 25 persen. Padahal, produk Boeing menyumbang dua pertiga pasar aviasi global dalam dua dekade terakhir ini. Bagi Boeing sendiri, kondisi ini menimbulkan risiko kekalahan dalam persaingan sengit dengan Airbus di pasar Tiongkok. Tak cuma itu, sejumlah laporan lembaga kuangan global menyatakan kepentingan bisnis AS di Tiongkok bakal terganggu melalui instrumen tarif impor. Malah, Deutsche Bank menyebutkan ada 310 juta iPhone aktif digunakan di Tiongkok pada 2016, tetapi tidak dapat ditemukan dalam perdagangan bilateral AS Tiongkok.

Ini terjadi karena Apple, seperti banyak perusahaan AS lainnya, mendirikan anak perusahaan di Tiongkok. Laporan ini menyimpulkan bahwa pendekatan neraca perdagangan s menyesatkan dan pembalasan paling merusak dari Tiongkok adalah menghukum kepentingan bisnis AS di Tiongkok. Bagi Indonesia, perang dagang AS-Tiongkok jangan dianggap enteng. Memang, untuk sementara ini tidak akan terasa. Namun, beberapa bulan lagi pasti akan tampak dampaknya. Apalagi, AS bagi Indonesia adalah mitra dagang besar. Sementara itu, Tiongkok adalah mitra dagang nomor satu Indonesia. Di sinilah dibutuhkan pemimpin ekonomi yang paham tentang menyiasati perang dagang global. Artinya, Indonesia jangan hanya pasrah melihat kondisi ini. Indonesia mesti memanfaatkan situasi, dan jika perlu, mengambil alih peran kedua negara.

Paling tidak, ketika AS dan Tiongkok berkurang pasokan dari impor, Indonesia mesti bisa menggantikannya. Memang butuh kejelian, namun apa salahnya produk Indonesia bisa masuk pasar AS dan Tiongkok ketika terjadi perang dagang. Untuk itu, pemerintah mesti segera mengidentifikasi produk-produk yang bisa masuk pasar global. Memang butuh negosiasi, tapi harus dicoba sehingga tahu kelemahan dan kelebihannya. Lebih dari itu, Indonesia mesti segera melindungi produk dalam negeri lalu membangun produk unggulan agar mendapat nilai lebih. Kita mesti belajar dari perang dagang AS-Tiongkok, terutama tentang produk-produk yang dijadikan alat peperangan. Ternyata, AS dan Tiongkok mengembangkan produk yang sebenarnya kita mampu mengembangkannya. Jadi, kualitas produk itu penting dan menjadi ampuh ketika digunakan sebagai alat untuk saling memengaruhi seperti yang sekarang terjadi antara AS dan Tiongkok.

Komentar

Komentar
()

Top