Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
KTT Asean

Perang Dagang akan Dominasi Agenda Pertemuan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

BANGKOK - Para pemimpin Asia Tenggara akan fokus membahas dampak dari perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok pada pertemuan puncak Association of Southeast Asian Nations (Asean) ke-34 di Bangkok, Thailand, akhir pekan ini. Selain itu masalah sengketa Laut Tiongkok Selatan (LTS) dan pelanggaran hak asasi manusia atas warga etnis minoritas Rohingya oleh Myanmar juga akan menjadi agenda pembahasan dalam pertemuan puncak para pemimpin Asean ini.

Perang dagang AS dan Tiongkok, yang merupakan dua ekonomi terbesar dunia, mendorong sejumlah perusahaan manufaktur besar untuk keluar dari Tiongkok dan memproduksi barangnya di negara Asean.

Presiden AS, Donald Trump, telah mengenakan kenaikan tarif senilai 200 miliar dollar AS atas impor produk dari Tiongkok dengan kisaran 15 - 25 persen. Langkah ini membuat Beijing ikut menaikkan tarif impor untuk produk senilai sekitar 60 miliar dollar AS dari AS.

"Salah satu penerima manfaat terbesar (dari perang tarif) adalah Asean," kata Drew Thompson, seorang peneliti di Lee Kuan Yew School of Public Policy di Singapura, mengomentari keuntungan yang didapat oleh negara-negara manufaktur berbiaya rendah di Asia dari ketegangan perdagangan antara Tiongkok dan AS.

Beberapa perusahaan seperti Brooks Running Company dan pembuat mesin cuci Haier, mulai bermigrasi dari Tiongkok ke Vietnam, Thailand, dan Indonesia, yang tidak terkena kenaikan tarif impor oleh AS. Dengan dampak industri yang terasa ini, Tiongkok berupaya meningkatkan upayanya meneken perjanjian dagang besar dengan negara-negara di Asia Tenggara.

Pakta perdagangan ini bernama Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang melibatkan 10 negara Asean termasuk India, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Pakta yang menghubungkan setengah dari populasi dunia ini, juga bisa membuat Tiongkok merancang arsitektur perdagangan Asia Pasifik dan menyuarakannya dalam KTT Asean.

Para pendukung berharap bisa meneken kesepakatan RCEP pada pengujung tahun ini. Namun negosiasinya berjalan alot setelah Australia dan Selandia Baru mendesak perlunya perlindungan lingkungan dan tenaga kerja berkualitas tinggi.

India juga meminta jaminan kesepakatan itu agar tidak bisa memaksa pasarnya terbuka untuk barang-barang bebas bea dari saingan ekonomi utamanya Tiongkok, melalui Asia Tenggara. Thompson menambahkan bahwa New Delhi adalah penentang yang pasti dari kesepakatan perdagangan bebas.

Jika tidak ada kesepakatan, pengamat khawatir keuntungan jangka pendek untuk Asean dari perang perdagangan AS-Tiongkok akan segera dikonsumsi oleh penurunan tingkat pertumbuhan global.

Isu Lain

Masalah sengketa LTS dan Rohingya tak luput akan dibahas dalam KTT Asean di Bangkok. Terkait sengketa LTS, perseteruan yang sengit terjadi antara Filipina dan Tiongkok, setelah beberapa waktu lalu terjadi tabrakan antara kapal nelayan Filipina dan Tiongkok di kawasan perairan sengketa yang kaya sumber daya alam itu.

Menurut seorang analis keamanan yang berkantor di Manila, Richard Heydarian, isu ini menyoroti kebutuhan yang mendesak untuk persyaratan yang diperketat dalam Kode Perilaku pada bentrokan antarnelayan di laut.

Sementara itu para aktivis lingkungan juga akan mendesak para pemimpin Asesanuntuk mengatasi masalah meningkatnya sampah plastik dan elektronik yang sebagian besar diimpor dari negara-negara Barat dan terakumulasi di Asia Tenggara.

Organisasi Greenpeace pada pekan ini mengatakan kawasan Asia Tenggara telah menjadi tempat pembuangan baru di dunia. ang/AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top