Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Lonjakan Harga Beras I Kemampuan Bulog dalam Importasi Beras Dipertanyakan

Peranan Satgas Pangan Meredup

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Problem utama inflasi pangan saat ini ada di rantai pasokan yang masih panjang sehingga banyak mafia pangan bermain. Karena itu, kurangnya pengawasan menjadi celah bagi spekulan bermain.

JAKARTA - Sejumlah langkah yang ditempuh pemerintah demi menurunkan harga beras di pasaran ternyata tidak efektif menekan harga. Kenaikan harga beras yang tecermin dalam inflasi Februari lalu menjadi sinyalemen bahwa panen raya dan beras impor belum efektif menurunkan harga beras di pasaran.

Peneliti Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menegaskan kondisi ini mengartikan problem utama ada di rantai pasokan yang masih panjang sehingga banyak mafia pangan bermain. Karena itu, kurangnya pengawasan menjadi celah bagi spekulan bermain.

"Pemerintah sudah punya satgas pangan, tapi fungsinya juga tidak terdengar lagi. Pemerintah harus benahi lagi rantai pasok. Bila tidak, harga beras tidak akan turun, sehingga memicu inflasi," tegasnya, di Jakarta, Minggu (4/3).

Selain menyoroti soal meredupnya peran satgas pangan, Indef juga menyoalkan kemampuan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam impor. Soalnya, awalnya kesepakatan impor 500 ribu ton beras, tapi faktanya cuma di impor 261 ribu ton beras.

Menurut Bhima, kondisi ini tentunya menimbulkan banyak pertanyaan. "Bulog harus diaudit. Apakah masalah di negara asal impor yang tidak sanggup, masalah gudang Bulog yang kapasitasnya terbatas atau masalah di distribusi beras yang terhambat," tegasnya.

Seperti diketahui, harga beras di penggilingan selama Februari lalu naik. Hal itu berlaku untuk semua jenis beras, baik premium, medium, dan rendah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan untuk beras kualitas premium naik hingga 0,31 persen. Jika pada Januari seharga 10.350 rupiah per kilogram (kg), maka pada Februari meningkat menjadi 10.382 rupiah per kg.

Kemudian untuk kualitas medium, kenaikannya sebesar 0,37 persen menjadi 10,215 rupiah per kilo gram (kg). Itu meningkat dari bulan sebelumnya yang masih di harga 10.177 rupiah per kg. Sementara untuk jenis beras kualitas redah mengalami kenaikan sebesar 1,99 persen. Jika pada Januari seharga 9.793 rupiah per kg, maka pada Februari menjadi 9.987 rupiah per kg.

Kenaikan harga beras juga terjadi di tingkat grosir yang mengalami kenaikan sebesar 1,13 persen. Lalu beras eceran alami naik 1,14 persen. Kendati harga beras di penggilingan naik, dan pasar naik, tetapi harga gabah kering di tingkat petani mengalami penurunan.

Sebagai catatan inflasi pada Februari lalu sebesar 0,17 persen. Itu lebih rendah dari Februari 2017 yang mencapai 0,23 persen tetapi tetap lebih tinggi dari realisasi deflasi 0,09 persen pada 2016. Inflasi Februari lebih disumbang oleh kenaikan harga di seluruh indeks kelompok pengeluaran.

Kepala BPS, Suhariyanto, menyebutkan komoditas pangan merupakan kelompok yang paling dominan memberikan andil terhadap inflasi. "Kelompok bahan makanan sebagai penyumbang inflasi 0,13 persen pada Februari lalu dengan andil 0,01 persen. Pemicunya ialah kenaikan harga beras dan bawang yang masing-masing memberikan andil 0,04 persen,"ungkapnya.

Segera Turun

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menyebutkan dirinya telah melaporkan kondisi aktual soal harga pangan terhadap Presiden Joko Widodo. Dijelaskannya, masalah harga beras tetap berlanjut kendati beberapa sentra produksi sudah panen.

Darmin menyebutkan harga beras memang sudah turun tetapi belum cukup. Dirinya mengakui saat ini musim panen belum mencapai puncaknya, beberapa pekan ke depan baru akan mencapai puncak panen. Dalam pertemuan dengan Presiden, Jokowi meminta agar harga beras segara turun.

"Presiden meminta agar harga beras turun sebelum Ramadan. Ramadan jatuh pada Mei. Sebelum itu, harga beras harus turun," tutupnya.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top