Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kelompok Radikal -- Para Tokoh Agama Diminta Bantu Atasi Radikalisme

Peran Perempuan dalam Aksi Teror Bergeser

Foto : Koran Jakarta/Muhamad Marup

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid (tengah), dalam sebuah acara baru-baru ini.

A   A   A   Pengaturan Font

Para perempuan harus mempunyai dasar literasi digital demi mencegah keterpaparan paham radikal melalui teknologi digital.

JAKARTA - Banyak jaringan teroris yang memanfaatkan bias gender dalam menjalankan aksinya. Sebagai contoh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sejak 2015 telah mengeluarkan manifesto yang menggeser peran perempuan untuk berada di garis depan gerakan aksi terorisme.
"Ada pergeseran keterlibatan perempuan di depan, kalau dulu di belakang. Dulu itu perempuan tetap ikut aksi teror, tapi dengan menyediakan logistik, melakukan rekrutmen, punya anak banyak," kata Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, kepada Koran Jakarta, Minggu (11/4).
Alissa menjelaskan pemanfaatan bias gender dalam aksi terorisme sebab adanya anggapan perempuan lebih feminin dan tidak berbahaya. Sehingga ketika mereka masuk ke ruang publik lingkungan tidak mencurigai sebab perempuan dianggap tidak berbahaya.
"Di satu sisi, otak-otak jaringan teroris ini sadar betul bias gender dan di sisi lain memang perempuan merasa bahwa mereka juga bisa," jelasnya.

Faktor Digital
Lebih jauh Alissa menyatakan baik laki-laki maupun perempuan memiliki faktor penyebab keterpaparan paham radikal sebagai pemicu aksi yang tidak jauh berbeda. Meski begitu, perkembangan teknologi digital mengakselerasi tingkat keterpaparan termasuk aksi-aksi teror berkedok agama.
Dia menambahkan adanya faktor teknologi digital ini mempermudah perempuan terlibat aksi teror. Sebagai contoh forum atau pengajian untuk menyebarkan aksi teror kini bisa memanfaatkan teknologi digital.
"Kalau dulu berkumpul, perempuan ikut jadi persoalan karena mereka meyakini perempuan dan laki-laki tidak boleh kumpul. Sekarang digital dari manapun bisa. Tidak ada sekat fisik dan keterlibatan perempuan jadi makin besar," imbuhnya.
Alissa mengimbau para perempuan harus mempunyai dasar literasi digital demi mencegah keterpaparan paham radikal melalui teknologi digital. Di sisi lain, perempuan juga harus mampu mengambil keputusan dengan matang mengingat budaya patriarki juga dapat menjadi penyebab aksi teror.
"Sehingga mereka tidak gampang terpengaruh oleh lingkungan terutama lingkungan digital yang kita tidak bisa kontrol orangnya," katanya.
Alissa berharap masyarakat bisa memperkuat pemahaman keagamaan yang lebih moderat untuk membentengi diri dari paham radikal berkedok agama. Pemerintah perlu mendukungnya dengan menangani ujaran kebencian dan ajakan melakukan kekerasan baik di dunia digital maupun sehari-hari.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengajak tokoh lintas agama buat program membangun daya imunitas dan kekebalan bangsa untuk menghadapi paham radikal terorisme.
"BNPT meyakini para tokoh merupakan 'guru', pencerah bagi umat di lingkungan agamanya masing-masing. Menjadi kewajiban kita bersama menjaga imunitas bangsa dari berbagai pengaruh yang membahayakan umat," ujar Boy.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top