Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Kasus Minyak Goreng

Penyaluran Subsidi ke Perusahaan Kelapa Sawit Harus Diusut

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta penegak hukum mengusut tuntas pihak-pihak yang bermain dalam kelangkaan minyak goreng, Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta tidak hanya sebatas pada dugaan permainan izin impor, tetapi juga memperluas penyelidikannya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, di Jakarta, Kamis (21/4), meminta Kejagung untuk tidak hanya mengusut kasus ekspor minyak goreng, tetapi diperluas lagi ke penyaluran subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS).

Lembaga itu selama ini dipercaya mengelola dana pungutan ekspor produk kelapa sawit sekaligus menyalurkan kembali alokasi untuk subsidi minyak kelapa sawit maupun untuk peremajaan (replanting) tanaman sawit milik rakyat.

Subsidi tersebut diterapkan selama kebijakan Domestik Market Obligation (DMO) dan penerima subsidi ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan. Selama periode itu, BPDPKS menyalurkan subsidi sebesar 11,2 triliun rupiah, dengan dua tahap pembayaran. Pertama, 3,6 triliun rupiah, dan kedua, sebesar 7,6 triliun rupiah.

Menurut Darto, proses penyaluran pendistribusian subsidi itu tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Secara mandat, BPDPKS tidak memiliki kewajiban ataupun kewenangan menyalurkan subsidi untuk menstabilkan harga minyak goreng.

"Kami duga, pemberian subsidi ini terkait dengan peran konglomerat sawit (owner) yang duduk dalam komite pengarah selaku narasumber BPDPKS dengan ke empat tersangka sebagai operatornya saja. Apalagi Indrasari Wisnu Wardhana (tersangka ekspor migor), juga menduduki posisi sebagai Dewan Pengawas BPDPKS sekaligus sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri," kata Darto.

Penyaluran subsidi itu, kata Darto, patut diduga telah menimbulkan kerugian negara. Oleh karena itu, Kejaksaan hendaknya melakukan pemeriksaan terhadap peran BPDPKS seluruh direksi dan Komite Pengarah yang membuat kebijakan.

BPDPKS sejak 2015 sampai 2021 terus memberikan keuntungan bagi perusahaan biodisel lewat subsidi, dengan total subsidi selama periode itu 110,05 triliun rupiah. Beberapa perusahaan penerima subsidi tersebut adalah perusahaan yang tersangkut kasus minyak goreng seperti Musim Mas yang mendapat insentif untuk produksi biodiesel sebesar 7,19 triliun sejak 2016 hingga 2020. Kemudian, PT Wilmar Nabati Indonesia mendapat insentif 8,76 triliun rupiah selama 2016-2020. Begitu juga dengan PT Permata Hijau Palm Oleo yang menerima dana insentif sebagai produsen biodiesel dari BPDPKS sebesar 2,63 triliun rupiah sepanjang 2017-2020.

"Adanya penetapan tersangka ini harus dijadikan momen untuk mengevaluasi mekanisme penyaluran subsidi oleh BPDPKS, yang selama ini dinilai tidak adil terhadap petani dan selalu menguntungkan korporasi," tegas Darto.

Kejagung, paparnya, harus melihat lebih dalam keterlibatan aktor di pemerintahan maupun aktor korporasi. Pendekatakan mengenali pemilik manfaat akhir, berdasarkan Perpres No 13/2018 sangat memungkinkan diterapkan pada kasus ini, agar Kejagung bisa lebih maksimal mengungkap aktor-aktor yang terlibat dan mendapat manfaat dari dugaan tindak pidana tersebut.

Selain itu, Kejagung diharapkan tidak hanya menjerat aktor pelakunya, tetapi juga menjatuhkan sanksi ke perusahaan yang terlibat.

Untung Berkali-kali

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengutuk keras tindakan yang dilakukan oleh tersangka baik dari pemerintahan maupun pihak swasta. "Terlebih pihak swasta ini sudah mendapatkan uang dari BPDPKS walaupun berasal dari dana pungutan ekspor. Ditambah lagi kongkalikong harga antarprodusen untuk mengerek harga dengan membatasi pasokan minyak goreng di lapangan. Selain itu, ada bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng yang bisa menguntungkan produsen hingga 1,12 triliun rupiah.

"Produsen ini untungnya berkali-kali, dari harga internasional (eskpor), BPDPKS, dari BLT juga. Saya rasa ini dirancang juga oleh kelompok tertentu di pemerintahan," kata Nailul.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top