![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Penyakit Langka yang Melahap Tulang
Foto: istimewaDi tengah kemajuan teknologi dalam dunia medis yang kian canggih, masih banyak kasus kesehatan yang belum terpecahkan. Salah satunya penyakit misterius yang menyerang wanita berusia 44 tahun di Skotlandia.
Awalnya adalah rasa sakit di bahu kiri. Dia kemudian mengunjungi dokter untuk melakukan beberapa tes. Sejak awal, dokter percaya bahwa apa yang menyerang wanita itu adalah kanker di bahu kiri.
Namun, setelah hasil diagnosa keluar, dugaan itu tak terbukti. Diketahui, selama satu setengah tahun wanita itu mengalami gejala seperti rasa sakit dan bengkak pada bahu kirinya. Gangguan itu juga menimbulkan banyaknya benjolan kecil yang membuat kondisi wanita itu semakin parah.
Setelah lebih dari 18 bulan, dokter baru memberikan hasil diagnosisnya. Sang dokter menyebutkan bahwa tulang humerus dan ulnar wanita itu semakin berkurang dan kian melemah. Tes juga mengonfirmasi bahwa tulang-tulang itu 'menghilang'. Anehnya, pertumbuhan pembuluh darah dapat menggantikan jaringan tulang.
Penyakit ini terbilang cukup langka. Berdasarkan studi, hanya ada 64 kasus yang tercatat sejak 1838. Dokter di Royal Infirmary of Edinburgh Skotlandia mengatakan penyakit tersebut dikenal dengan nama penyakit Gorham-Stout. Kondisi penderita Gorham-Stout lama kelamaan menyebabkan penderitanya dapat kehilangan tulang secara perlahan.
Gorham-Stout Disease (GSD) dikenal sebagai gangguan tulang langka yang ditandai dengan hilangnya tulang progresif (osteolisis) dan pertumbuhan berlebih pembuluh limfatik.
Seseorang yang terkena gangguan ini bisa mengalami kehancuran pada tulangnya. Beberapa area yang biasanya dipengaruhi GSD di antaranya tulang rusuk, tulang belakang, tulang panggul, tulang tengkorak, tulang selangkangan, dan tulang rahang. GSD berpotensi menyebabkan kerusakan dan cacat fungsional pada area yang terserang.
Namun sayang, dunia medis belum mampu mengetahui penyebab pasti GSD. Selain itu, medis juga belum menemukan cara yang efektif untuk menyembuhkan penyakit langka tersebut.
Mereka yang Terserang
Leonardo Aguillon (2) adalah salah satu penderita GSD. Awalnya, Leonardo hanya mengalami batuk-batuk. Menganggap biasa, orangtua tak terlalu mempermasalahkan penyakitnya itu. Namun, selang beberapa lama, batuknya tak kunjung sembuh, dan sang ayah, Antonio, memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit pada 9 Maret 2018. Diagnosis awal dokter di rumah sakit yang dikunjunginya adalah pneumonia, infeksi atau peradangan pada paru-paru akibat bakteri atau virus.
Namun, hasil dari pemeriksaan dengan X-ray dan CT scan memperlihatkan hal yang tak terduga. Ternyata, sebagian tulang dada dan tulang rusuk Leonardo sudah hilang. Menurut dokter, penyakit ini hanya terjadi pada 300 orang di seluruh dunia, dan Leonardo salah satunya. Dokter pun tak bisa berbuat banyak, dan hanya bisa berharap jika penyakitnya ini tak menyebar ke tulang belakangnya. Jika hal itu terjadi, maka Leonardo hanya punya sedikit harapan hidup.
Antonio pun berusaha keras dengan berbagai cara agar putranya itu bisa tetap hidup. Syukur-syukur ditemukan obat penyembuhnya. Kemudian, GSD juga menyerang seorang remaja, Alexander Malloy, dan pria bernama Dan Ventresca. Malloy, sebelumnya didiagnosis mengalami skoliosis di tulang belakangnya.
Namun setelah diperiksa kembali, tulang belakangnya sudah mulai menghilang. Hal serupa juga dialami Dan Ventresca, yang ternyata tinggal tak jauh dari Alex. Baik Alex maupun Dan ternyata merupakan atlet hoki. Kesamaan mereka yang lainnya adalah mereka dirawat di rumah sakit yang sama, Boston Children's Hospital.
Rupanya, Dan lebih dulu terkena penyakit itu sebelum Alex. Penyakitnya itu menyerangnya saat Dan masih SMP. Ketika itu, Dan mengalami sakit di bagian punggungnya. Awalnya, rasa sakit itu dianggap hanya kejang otot saja. Setelah didiagnosis menderita GSD, Dan pun melewati berbagai macam operasi, dan dia pun berhasil bertahan hidup.
Hanya saja, impiannya menjadi pemain hoki profesional pupus, dan dia pun memilih olahraga lainnya untuk dia tekuni, yaitu golf dan baseball. Beberapa tahun kemudian, Dan mendengar kabar tentang Alex, yang mengalami penyakit sama dengan dirinya. Namun, penanganannya ternyata, Alex sudah memakai metode sirolimus.
Metode perawatan tersebut dikatakan memiliki risiko infeksi lebih kecil. Bahkan, jika ditangani lebih cepat dengan metode sirolimus, sang pasien tak perlu menjalani operasi. Dan - Alex pun kini menjadi teman, keduanya berharap bisa tetap hidup.
Mencari Penyebab Dasarnya
Hingga kini para dokter masih belum tahu apa penyebab penyakit ini. Pemicu penyakit ini bukanlah faktor genetik atau lingkungan. Selain itu, masih belum pula ditemukan pengobatan standar untuk bisa menyembuhkan penyakit tulang ini.
Untuk sementara, para dokter lebih memilih untuk melakukan metode lain untuk bisa meminimalisir kematian akibat penyakit tersebut, seperti operasi bedah, untuk menghapus daerah yang terkena tulang, atau bisa juga dengan mencangkok tulang baru di bagian yang terkena penyakit ini. Pilihan pengobatan lainnya bisa juga dengan melakukan terapi radiasi atau resep obat.
Satu hal yang pasti, pembuluh darah dan pembuluh darah limfatik orang yang menderita penyakit ini mengalami pertumbuhan yang tak wajar atau abnormal. Pembuluh limfatik sendiri adalah saluran yang membawa getah bening, dan getah bening adalah cairan yang mengandung sel darah putih, yang berperan melawan infeksi.
GSD ini ternyata memiliki tingkat keparahan yang bervariasi antara pasien satu dengan lainnya. Kebanyakan, penyakit ini hanya menyerang satu bagian saja, seperti halnya wanita asal Skotlandia tersebut, yang hanya menyerang bagian bahu dan lengan, atau pada kasus Alex dan Dan, hanya menyerang tulang belakang.
Menurut catatan National Organization for Rare Disorders (NORD), selain bahu dan lengan, penyakit tulang ini juga bisa menyerang tulang rusuk, tulang belakang, tengkorak, tulang selangka, bahkan rahang. Jika sudah menyerang tengkorak atau tulang belakang, maka bisa dipastikan pasiennya akan mengalami kelumpuhan.
Meski kerap terjadi di luar negeri, seperti Skotlandia dan AS dari kasus di atas, di Indonesia sendiri belum ada catatan yang memperlihatkan adanya penderita penyakit ini.
Jelas hal ini cukup membingungkan, karena penyakit ini muncul bukan karena faktor lingkungan atau genetik. Semoga saja di masa mendatang, bisa ditemukan obat untuk bisa menyembuhkan penyakit ini, sehingga para penderitanya memiliki masa hidup yang lebih lama. pur/R-1
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 PLN UP3 Kotamobagu Tanam Ratusan Pohon untuk Kelestarian Lingkungan
- 2 Belinda Bencic Raih Gelar Pertama
- 3 Ada Efisiensi Anggaran, BKPM Tetap Lakukan Promosi Investasi di IKN
- 4 Regulasi Pasti, Investasi Bersemi! Apindo Desak Langkah Konkret Pemerintah
- 5 Mantan Kadisbudpar Cianjur benarkan diperiksa Polda Jabar soal Cibodas
Berita Terkini
-
Pisah Jalan! OJK Ketok Palu, 17 Unit Usaha Syariah Asuransi Berdiri Sendiri
-
Alarm Ekonomi! Penjualan Eceran Awal Tahun Ambruk, Daya Beli Melemah?
-
Vena Wasir Center Buka Cabang Ke 37 di RSIA Tambak, Jakarta
-
Kemendiktisaintek Minimalisasi Pemangkasan Dana Riset
-
Presiden Prancis Emmanuel Macron Konfirmasi Kunjungan ke Indonesia