Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Karya Ilmiah

Penulisan Jurnal Korupsi Minim

Foto : KORAN JAKARTA/YOYOK B PRACAHYO
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kian meningkatnya penanganan kasus korupsi ternyata tidak diikuti oleh perkembangan penulisan jurnal ilmiah. Padahal, produk akademisi berupa karya ilmiah mencerminkan kualitas pendidikan sekaligus kinerja.

Ketua Forum Akademisi Indonesia (FAI), Indra C Uno, mengatakan untuk mengetahui kinerja akademisi Indonesia di masyarakat internasional yakni dengan memperhatikan seberapa banyak karya penulisan ilmiahnya dijadikan referensi.

"Sayangnya, jumlah karya ilmiah akademisi Indonesia, khususnya bidang korupsi, yang dikutip oleh akademisi lain masih minim. Padahal, kalau makin banyak artikel atau tulisan lain yang memanggil sebagai reference itu berarti dia menjadi rujukan dari pemikiran tulisan-tulisan selanjutnya," kata Indra saat seminar dan bedah buku Jihad Melawan Korupsi karya Abdullah Hehamahua, mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Aula AMIK BSI Jakarta, Sabtu (28/10).

Menurut Indra, lebih banyak tulisan atau buku yang merujuk pada satu akademisi, seperti Abdullah Hehamahuwa, karya mantan penasihat KPK itu diakui oleh masyarakat akademik dunia. "Kalau sampai seribu atau bahkan lebih dikutip, itu bisa menjadi teori utama mengenai tulisan tersebut, bukan hanya di Indonesia tapi di dunia. Ini adalah indikator-indikator keberhasilan akademisi Indonesia," paparnya.

Sementara itu, Abdullah Hehamahua mengungkapkan bahwa buku Jihad Melawan Korupsi diabadikan untuk masyarakat luas, terutama kalangan akademisi sebagai reference tentang korupsi.

"Saya melakukan kajian bahwa semua orang tahu tentang korupsi dan tahu tidak boleh. Tapi, mereka anggap itu biasa karena merasa dampaknya tidak pada dirinya. Padahal, kalau jangka panjang, dampak korupsi itu akan ada, bisa dalam bentuk kerusakan alam, keamanan, ketertiban," katanya.

Menurutnya, mereka yang ketika menjadi akademisi berjuang melawan korupsi, namun ketika menjadi pejabat justru melakukan korupsi. "Karena itu, bila selama menjadi mahasiswa menyerukan berantas korupsi maka sikap itu harus tetap dijaga secara konsisten ketika menjadi pejabat ataupun setelah lepas dari kampus," katanya.

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, mengatakan pemberantasan korupsi di Indonesia sangat berat. Alasannya, banyak kejadian orang jujur di Indonesia, tapi dikucilkan di masyarakat. yok/E-3

Komentar

Komentar
()

Top