Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengawasan Lemah - Di Indonesia, “Fintech” Ilegal Kian Menjamur

Penipuan oleh "Fintech" Kian Marak

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

BEIJING - Otoritas sektor jasa keuangan Tiongkok kini menghadapi kemarahan para pemilik dana setelah investasi mereka ditilap oleh ratusan penyedia jasa pinjam meminjam berbasis teknologi atau fintech peer-to-peer lending. Kemarahan para investor sebagai potret suram industri keuangan Tiongkok setelah membiarkan praktik jasa pinjam meminjam online beberapa tahun terakhir tumbuh pesat tanpa pengawasan.

Dengan janji imbal hasil yang mencapai dua digit, memikat para deposan tertarik untuk menempatkan uangnya pada jasa pinjam meminjam online ketimbang di bank konvensional. Seiring dengan tindakan tegas yang baru dikeluarkan pemerintah pusat di Beijing telah memicu meningkatnya jumlah jasa pinjam meminjam yang gagal.

Manajer proyek konstruksi di Beijing yang mengatakan bahwa dia menginvestasikan lebih dari 275.000 yuan atau sekitar 600 juta rupiah pada sebuah situs pinjam-meminjam. Namun, situs tersebut tiba-tiba tutup bulan lalu. "Reaksi pertama adalah tidak percaya. Saya tidak percaya platform itu telah runtuh.

Tetapi pada akhirnya, saya harus menerima kenyataan benar," kata seorang lelaki berusia 28 tahun yang tidak menyebut namanya. D ia mengaku dana yang raib tersebut, termasuk tabungan orang tuanya, uang pinjaman dari teman dan dana yang dia rencanakan untuk digunakan untuk membeli apartemen bersama istrinya yang sedang hamil.

Dia berinvestasi di Tourongjia.com yang telah tutup dan sekarang di bawah penyelidikan polisi. Sebuah pemberitahuan pemerintah dari Juli diunggah di situsnya mengatakan bahwa pimpinan situs tersebut hilang dan 13 tersangka telah ditahan. Investor pun disarankan untuk melaporkan kerugian mereka kepada polisi sesegera mungkin.

Situs-situs seperti Tourongjia, yang dikenal sebagai pemberi pinjaman peer-to-peer, seharusnya memberikan sumber alternatif kredit untuk peminjam seperti usaha kecil yang berjuang memperoleh pinjaman bank. Pemerintah Tiongkok pada awalnya mendorong pertumbuhan sektor ini.

"Tapi kemudian menjadi magnet untuk penipuan dan kriminalitas karena tidak adanya kontrol," kata Managing Director di perusahaan penasehat investasi yang berbasis di Shanghai, Kaiyuan Capital, Brock Silvers.

Makin Menjamur

Sementara itu, di Indonesia, Satuan Tugas penanganan dugaan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan sana masyarakat dan pengelolaan investasi atau Satgas Waspada Investasi mengidentifikasi makin menjamurnya perusahaan rintisan fintech ilegal yang menyelenggarakan layanan pinjam meminjam uang (peer to peer lending).

Kemunculan perusahaan fintech tidak berizin tersebut ditengarai kerap meresahkan konsumen, sehingga berpotensi merugikan masyarakat secara umum.

"Satgas Waspada Investasi menemukan 227 entitas yang melakukan kegiatan usaha peer to peer lending tidak terdaftar atau tidak memiliki izin usaha dalam penawaran produk fintech peer to peer lending sehingga berpotensi merugikan masyarakat," kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Tongam, jajarannya telah memanggil 227 entitas tersebut dan meminta mereka untuk menghentikan kegiatan peer to peer lending, menghapus semua aplikasi penawaran pinjam-meminjam uang, menyelesaikan segala kewajiban kepada pengguna dan jika ingin beroperasi harus segera mengajukan pendaftaran ke OJK.

Informasi mengenai daftar entitas fintech peer to peer lending yang terdaftar atau memiliki izin dari OJK dapat diakses melalui website OJK di www.ojk.go.id.

bud/cnn.com/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Vitto Budi, Antara

Komentar

Komentar
()

Top