Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembahasan APBN

Peningkatan Pagu Belanja Harus Turunkan Indikator Kemiskinan

Foto : ISTIMEWA

ESTHER SRI ASTUTI Pengamat Ekonomi Undip - Jika pengeluaran pemerintah menurun maka takutnya perekonomian Indonesia mengalami kontraksi dan mungkin mengakibatkan turunnya pertumbuhan ekonomi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024 telah menetapkan pagu indikatif anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) pada 2024.

Pagu indikatif belanja K/L pada tahun depan itu hampir mencapai seribu triliun rupiah, tepatnya 999,9 triliun rupiah. Jumlah tersebut meningkat 2,3 persen jika dibandingkan dengan pagu indikatif tahun 2023 yang hanya tercatat sebesar 977,1 triliun rupiah.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Minggu (4/6), mengatakan kenaikan pagu indikatif belanja K/L sangat wajar terus meningkat sesuai dengan asumsi makro APBN seperti inflasi, nilai tukar, dan lain lain.

Pertimbangan meningkatkan besaran belanja itu agar pemerintah bisa memiliki ruang menjalankan fungsinya sebagai distributor. Sebab, pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi.

"Jika pengeluaran pemerintah menurun maka takutnya perekonomian Indonesia mengalami kontraksi dan mungkin mengakibatkan turunnya pertumbuhan ekonomi," kata Esther.

Hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi menurut Esther adalah efektivitas penggunaan alokasi anggaran. Seharusnya ada indikator capaian dari setiap rupiah yang dikucurkan seperti kemiskinan menurun, dan lain lain, bukan indikator serapan anggaran.

Kemiskinan dan "Stunting"

Sebelumnya, Kementerian Keuangan dalam rapat dengan Badan Anggaran di Jakarta, pekan lalu, mengatakan meningkatnya pagu indikatif anggaran itu guna mendukung berbagai program-program strategis yang sangat penting seperti penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan stunting, pengendalian inflasi dan mendorong peningkatan investasi.

Selain itu, juga untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), percepatan infrastruktur, mendorong hilirisasi sumber daya alam (SDA), penguatan kelembagaan, dan simplifikasi regulasi serta ekonomi hijau.

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan hal yang terpenting diperhatikan adalah penyerapan anggarannya harus efektif dan efisien. Apalagi pada 2024 mendatang akan ada transisi kekuasaan. Pemerintahan Presiden Joko Widodo setidaknya masih membelanjakan anggaran hingga Oktober 2024. Dengan demikian, dua bulan lagi akan dibelanjakan pemerintahan yang baru, sehingga perlu memastikan belanja yang sudah diproyeksikan tetap tersalur sesuai dengan sasaran dan target yang hendak dicapai.

"Terutama yang harus dicermati adalah penyaluran bantuan sosial dan bantalan untuk menekan angka kemiskinan dan stunting," kata Aditya.

Apalagi, dunia pada tahun ini masih menghadapi tekanan dengan memburuknya ekonomi Amerika Serikat (AS) dan belum ada tanda-tanda pada tahun depan akan membaik. Oleh sejumlah kalangan, tantangan pada tahun depan diasumsikan akan sama dengan tahun ini yakni bagaimana menjaga pertumbuhan di tengah perlambatan ekonomi global.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top