Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pengetesan Covid-19 yang Dilakukan BIN Sangat Ketat

Foto : Istimewa

Iustrasi. Logo BIN.

A   A   A   Pengaturan Font

Pertama, kata Tjahjo, merujuk penjelasan dariDewan Analis Strategis Medical Intelligence BIN dan jaringan intelijen di WHO, ini dapat disebabkan RNA atau protein yang tersisa atau jasad renik virus sudah sangat sedikit bahkan mendekati hilang pada threshold sehingga tidak terdeteksi lagi. Apalagi subjek tanpa gejala klinis dan ditest pada hari yang berbeda. OTG atau asimptomatik yang mendekati sembuh berpotensi memiliki fenomena tersebut.

"Kedua, terjadi bias pre-analitik yaitu pengambilan sampel dilakukan oleh 2 orang berbeda, dengan kualitas pelatihan berbeda dan SOP berbeda pada laboratorium yang berbeda, sehingga sampel swab sel yang berisi virus korona tidak terambil atau terkontaminasi," katanya.

Penyebab ketiga, lanjut Tjahjo, sensitivitas Reagen dapat berbeda terutama untuk pasien yang nilai Cq/Ct-nya sudah mendekati 40. Dalam kaitan ini, BIN menggunakan Reagen PerkinElmer (Amerika Serikat), A*Star Fortitude (Singapura), Wuhan Easy Diagnosis (China). Reagen ini lebih tinggi standar dan sensitivitasnya terhadap strain Covid-19 dibandingkan merk lain seperti Genolution dari Korea dan Liferiver dari China yang digunakan beberapa rumah sakit.

"Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan uji swab antara lain adalah kondisi peralatan, waktu pengujian, kondisi pasien, dan kualitas test kit," ujarnya.

Tjahjo menambahkan BIN sendiri menjamin kondisi peralatan, metode, dan test kit yang digunakan adalah gold standard dalam pengujian sampel Covid-19. Kasus false positive dan false negatif sendiri telah banyak dilaporkan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Swedia.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top