Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Rencana Produksi PLN I Secara Garis Besar, Menteri ESDM Setujui Usulan RUPT L PLN 2018-2027

Pengembangan EBT Tak Serius

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), PLN mengurangi porsi pengembangan EBT sebesar 2.000 MW, tetapi porsi pembangkit batu bara masih tinggi.

JAKARTA - Langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, yang telah menyetujui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada 2018-2027 sangat disayangkan karena tidak sesuai harapan. Keputusan tersebut dinilai mencederai agenda besar mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) di Tanah Air.

Juru Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Dwi Sawung, menyebutkan dalam RUPTL yang disepakati Kementerian ESDM hanya 5.000 megawatt (MW) saja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (energi batu bara) yang dikurangi. Secara persentase, porsi batu bara masih tinggi. Energi terbarukan justru dikurangi 2.000 MW.

"Hentikan semua PLTU! Bangun yang terbarukan karena persentase batu bara terlalu tinggi. Akibatnya, kita sangat bergantung dengan batu bara. Rentan sekali oleh kenaikan harga. Belum lagi polusi udara yang akan disumbang oleh energi fosil tersebut," tegas Sawung, di Jakarta, Rabu (14/3).

Seperti diketahui, untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik 10 tahun ke depan, PLN telah merencanakan pembangunan infrastruktur penyediaan tenaga listrik dalam RUPTL 2018-2027. Salah satu poinnya total rencana pembangunan pembangkit 56.024 MW dengan rincian target bauran energi pembangkit pada 2025, yakni batu bara 54,4 persen, EBT 23 persen, gas 22,2 persen, dan bahan bakar minyak (BBM) 0,4 persen.

Dalam ringkasan tersebut, secara garis besar Menteri ESDM menyetujui usulan RUPTL 2018-2027 yang diajukan oleh PT PLN. "Perubahannya kita susun berdasarkan proyeksi yang intinya bahwa Commercial Operation Date (COD) atau SLO itu kita cocokkan pada proyeksi kebutuhan listrik setiap wilayah di Indonesia," ungkap Jonan.

Perubahan RUPTL ini perlu dilakukan karena dilatarbelakangi oleh realisasi indikator makroekonomi yang berdampak pada pertumbuhan penjualan tenaga listrik PLN pada 2017 yang lebih rendah dari target dalam RUPTL 2017-2026. Alhasil, penyesuaian jadwal beroperasinya pembangkit baru dilakukan.

Sejalan arah kebijakan Kementerian ESDM dalam penyediaan tenaga listrik yang adil dan merata dengan harga yang terjangkau, maka dalam RUPTL PLN 2018-2027 telah mengakomodasi beberapa hal, seperti percepatan elektrifikasi terhadap lebih dari 2.510 desa yang belum berlistrik, peningkatan pemanfaatan sumber energi setempat untuk pembangkit tenaga listrik dan upaya pencapaian target porsi energi baru dan terbarukan (EBT) sekitar 23 persen pada 2025 dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik.

Kementerian ESDM terus mendorong pengembangan EBT dengan harga yang terjangkau. RUPTL PLN 2018-2027 telah mengakomodasi pemanfaatan EBT dalam perencanaan pembangunan pembangkit tenaga listrik. Hal ini terlihat dari porsi EBT dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik pada tahun 2025 mencapai 23 persen atau lebih tinggi daripada porsi EBT pada RUPTL PLN 2017-2026 sebesar 22,6 persen.

Polusi Meningkat

Peneliti Aurigia, Iqbal Damanik, menyebutkan dalam RUPTL ini memang sudah ada penyesuaian yang mana ada pemangkasan target 21.849 MW tetapi pihaknya menyayangkan yang dikurangi malah proporsi EBT, sehingga porsi energi kotor PLTU naik 54,4 persen. Padahal, dampak buruk dari PLTU sudah terlihat di beberapa daerah sekitar PLTU.

"Di Cilacap dan Cirebon anak-anak sekolah harus pakai masker setiap hari," katanya.

Iqbal juga menambahkan harga batu bara masih spekulatif.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top